Laman

Minggu, 29 Januari 2012

Majelis Gelak Tawa


Majelis
Gelak
Tawa

(Tajuk: Majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XI)
Tidak bisa dipungkiri, saat-saat tertentu kita memang membutuhkan suasana rilek dan santai untuk mengendorkan urat syaraf, menghilangkan rasa pegal dan capek sehabis bekerja. Diharapkan setelah itu, badan kembali segar, mental stabil, semangat bekerja tumbuh kembali, sehingga produktifitas semakin meningkat. Hal itu sah-sah saja dilakukan selama tidak berlebihan dan tidak mengandung hal-hal yang dilarang dalam ajaran agama kita, Islam. Karena sebagaimana diceritakan dalam banyak riwayat, bahwa Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam juga bercanda. Terkadang beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam bercanda bersama para sahabat yang sudah dewasa, terkadang dengan anak kecil, dan juga dengan keluarganya. Ini beliau lakukan kadang-kadang saja, tidak setiap saat dan tetap memperhatikan ajaran-ajaran agama. Meski bercanda, Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam tidak pernah berdusta dalam candanya.

Kamis, 19 Januari 2012

Sejarah Asal Mula Ilmu Nahwu

Seperti halnya bahasa-bahasa yang lain, Bahasa Arab mempunyai kaidah-kaidah tersendiri di dalam mengungkapkan atau menuliskan sesuatu hal, baik berupa komunikasi atau informasi. Lalu, bagaimana sebenarnya awal mula terbentuknya kaidah-kaidah ini, dan kenapa dikatakan dengan istilah nahwu? simak artikel berikut.
Pada jaman Jahiliyyah, kebiasaan orang-orang Arab ketika mereka berucap atau berkomunikasi dengan orang lain, mereka melakukannya dengan tabiat masing-masing, dan lafazh-lafazh yang muncul, terbentuk dengan peraturan yang telah ditetapkan mereka, di mana para junior belajar kepada senior, para anak belajar bahasa dari orang tuanya dan seterusnya. Namun ketika islam datang dan menyebar ke negeri Persia dan Romawi, terjadinya pernikahan orang Arab dengan orang non Arab, serta terjadi perdagangan dan pendidikan, menjadikan Bahasa Arab bercampur baur dengan bahasa non Arab. Orang yang fasih bahasanya menjadi jelek dan banyak terjadi salah ucap, sehingga keindahan Bahasa Arab menjadi hilang.

Senin, 16 Januari 2012

Segeralah Bertaubat Kepada Allah !

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas 

عَنِ اْلأَغَرِّ بْنِ يَسَارٍ الْمُزَنِي قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَآايُّهَا النَّاسُ تُوْبُوْا إِلَى اللهِ وَاسْتَغْفِرُوْهُ فَإِنِّي أَتُوْبُ فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ.

Dari Agharr bin Yasar Al Muzani, ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda,”Hai sekalian manusia! Taubatlah kalian kepada Allah dan mintalah ampun kepadaNya, karena sesungguhnya aku bertaubat kepada Allah dalam sehari sebanyak seratus kali”[1] 

MAKNA TAUBAT
Asal makna taubat ialah:

الرُّجُوْعُ مِنَ الذَّنْبِ.

(kembali dari kesalahan dan dosa menuju kepada ketaatan). Berasal dari kata:

تَابَ إِلَى اللهِ يَتُوْبُ تَوْباً وَتَوْبَةً وَمَتَاباً بِمَعْنَى أَنَابَ وَرَجَعَ عَنِ المَعْصِيَةِ إِلَى الطَّاعَةِ.

(orang yang bertaubat kepada Allah ialah, orang yang kembali dari perbuatan maksiat menuju perbuatan taat).

التَّوْبَةُ :َاْلإِعْتِرَافُ وَالنَّدَمُ وَاْلإِقْلاَعُ وَالْعَزْمُ عَلَى أَلاَّ يُعَاوِدَ اْلإِنْسَانُ مَا اقْتَرَفَهُ.

(seseorang dikatakan bertaubat, kalau ia mengakui dosa-dosanya, menyesal, berhenti dan berusaha untuk tidak mengulangi perbuatan itu).[2]