Laman

Kamis, 02 Desember 2010

Sifat Salam Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam

Oleh : Abdul Malik al-Qosim

Segala puji bagi Allah semata dan shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang tiada Nabi setelahnya.

Sesungguhnya salam itu merupakan sunnah terdahulu sejak zaman Nabi Adam ‘alaihi salam hingga hari kiamat, dan salam merupakan ucapannya para penghuni surga, Dan ucapan mereka di dalamnya adalah salam. Salam merupakan sunnahnya para Nabi, tabiatnya orang-orang yang bertakwa dan semboyannya orang-orang yang suci. Namun, dewasa ini, sunnguh telah terjadi kekejian yang nyata dan perpecahan yang
terang di tengah-tengah kaum muslimin! jikalau engkau melihat mereka, ada saudaranya semuslim yang melintasinya, mereka tidak mengucapkan salam padanya. Sebagian lagi hanya mengucapkan salam hanya pada orang yang dikenalnya saja, bahkan mereka merasa aneh ketika ada orang yang tak dikenalnya menyalaminya, mereka mengingkarinya dengan sembari menyatakan “Apakah anda mengenal saya?”.

Padahal yang demikian ini merupakan penyelisihan terhadap perintah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga menyebabkan semakin menjauhnya hati-hati mereka, semakin merebaknya perangai-perangai kasar dan semakin bertambahnya perpecahan. Bersabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Tidaklah kalian akan masuk surga hingga kalian beriman, dan tidaklah kalian dikatakan beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan kepada sesuatu yang jika kalian mengamalkannya niscaya kalian akan saling mencintai, yaitu tebarkan salam di antara kalian.” (HR Muslim).

Dalam hadits Muttafaq ‘alaihi, ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, “Islam bagaimanakah yang baik?” Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Memberi makan dan mengucapkan salam kepada orang yang kau kenal maupun yang tak kau kenal.” (Muttafaq ‘alaihi).

Maka yang demikian ini merupakan suatu anjuran untuk menyebarkan salam di tengah-tengah kaum muslimin, dan bahwasanya salam itu tidaklah terbatas pada orang yang engkau kenal dan sahabat-sahabatmu saja, namun untuk keseluruhan kaum muslimin.

Adalah Abdullah Ibnu 'Umar Radhiallahu ‘anhu pergi ke pasar pada pagi hari dan berkata : “Sesungguhnya kami pergi bertolak pada pagi hari adalah untuk menyebarkan salam, maka kami mengucapkan salam kepada siapa saja yang kami jumpai.”

Salam itu menunjukkan ketawadhu’an seorang muslim, ia juga menunjukkan kecintaan kepada saudaranya yang lain. Salam menggambarkan akan kebersihan hatinya dari dengki, dendam, kebencian, kesombongan dan rasa memandang rendah orang lain. Salam merupakan hak kaum muslimin antara satu dengan lainnya, ia merupakan sebab dicapainya rasa saling mengenal, bertautnya hati dan bertambahnya rasa kasih sayang serta kecintaan. Ia juga merupakan sebab diperolehnya kebaikan dan sebab seseorang masuk surga. Menyebarkan salam adalah salah satu bentuk menghidupkan sunnah Mustofa Shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Bersabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Lima perkara yang wajib bagi seorang muslim atas saudaranya, menjawab salam, mendo’akan orang yang bersin, memenuhi undangan, menjenguk orang sakit dan mengantarkan jenazah.” (HR Muslim).

Wajib bagi siapa yang disalami menjawab dengan jawaban yang serupa sebagai bentuk ittiba’ terhadap perintah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Abi Sa'id Al-Khudriy Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jauhilah oleh duduk-duduk di pinggir jalan!” mereka berkata, “Ya Rasulallah, kami tidak bisa meninggalkan majlis kami ini dan juga bercakap-cakap di dalamnya.” Maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jika engkau enggan meninggalkannya, maka berilah haknya jalan.” Mereka berkata, “Apakah haknya jalan itu wahai Rasulallah?” menjawab Rasulullah, “Mendudukkan pandangan, menyingkirkan gangguan, menjawab salam serta amar ma’rufr nahyi munkar.” (Muttafaq ‘alaihi).

Imam Nawawi Rahimahullah berkata : “Ketahuilah, sesungguhnya memulai salam itu adalah sunnah, dan membalasnya adalah wajib. Jika sang pemberi salam itu jumlahnya banyak, maka yang demikian ini merupakan sunnah kifayah atas mereka, maksudnya jika sebagian telah mengucapkan salam berarti mereka telah melaksanakan sunnah salam atas hak keseruhan mereka. Jika yang disalami seorang diri, maka wajib atasnya menjawabnya. Jika yang disalami banyak, maka menjawabnya adalah fardhu kifayah atas hak mereka, maksudnya jika salah seorang dari mereka telah menjawabnya maka gugurlah kewajiban bagi yang lainnya. Namun, yang lebih utama adalah memulai memberi salam secara bersama-sama dan menjawabnya dengan bersamaan pula.”

SIFAT SALAM

Berkata Imam Nawawi, “Ucapan salam minimal dengan perkataan ‘assalamu’alaikum’, jika yang disalami seorang diri, maka minimal ia mengucapkan ‘assalamu’alaika’, namun adalah lebih utama jika mengucapkannya dengan ‘assalamu’alaikum’, karena kalimat ini mencakup do’a bagi dirinya dan penyertanya (malaikat, pent.). Dan alangkah sempurna lagi ia menambahkan ‘warohmatullahi’ dan ‘wabarokatuh’, walau sebenarnya kalimat ‘assalamu’alaikum’ telah cukup.”

MENJAWAB SALAM

Imam Nawawi berkata, “Adapun cara membalas salam, lebih utama dan lebih sempurna jika mengucapkan ‘wa’alaikum as-Salam wa rohmatullahi wa barokatuh’, dengan menambahkan huruf ‘wawu’ (yang mendahului kata ‘alaikum) ataupun tidak menggunakannya (membuangnya), hal ini diperbolehkan namun meninggalkan keutamaan. Adapun meringkasnya menjadi ‘wa’alaikumus salam’ atau ‘alaikumus salam’ saja sudah mencukupi. Sedangkan meringkasnya menjadi ‘alaikum’ saja, menurut kesepakatan ulama’ tidaklah mencukupi, demikian pula dengan ‘wa’alaikum’ saja yang diawali dengan huruf ‘wawu’.

TINGKATAN SALAM

Salam memiliki 3 tingkatan, tingkatan yang paling tinggi, paling sempurna dan paling utama adalah ‘Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh’, kemudian yang lebih rendah darinya ucapan ‘assalamu’alaikum warohmatullah’ dan terakhir yang paling rendah adalah ‘assalamu’alaikum’. Seorang yang mengucapkan salam (Musallim), bisa jadi mendapatkan ganjaran yang sempurna dan bisa jadi mendapatkan ganjaran di bawahnya, sesuai dengan salam yang ia ucapkan.” Hal ini sesuai dengan kisah tentang seorang laki-laki yang masuk ke dalam masjid dan saat itu Rasulullah dan para sahabat-sahabatnya sedang duduk-duduk, berkata lelaki tadi, “Assalamu’alaikum”, maka Nabi menjawab, “wa’alaikumus salam, sepuluh atasmu”, kemudian masuk lelaki lain dan berkata, “Assalamu’alaikum warohmatullah”, Rasulullah menjawab, “Wa’alaikumus Salam warohmatullah, dua puluh atasmu”. Tak lama kemudian datang lagi seorang lelaki sambil mengucapkan “Assalamu’alaikum warohmaatullahi wabarokatuh”, maka jawab Rasulullah, “Wa’alaikumus Salam warohmatullahi wabarokatuh, tiga puluh atasmu”. (HR Abu Dawud dan Turmudzi), yang dimaksud adalah sepuluh, dua puluh dan tiga puluh kebaikan.

ADAB-ADAB SALAM

1. Disunnahkan tatkala bertemu dua macam orang di jalan, yaitu orang yang berkendaraan supaya salam kepada yang berjalan kaki, yang sedikit kepada yang banyak dan yang kecil kepada yang besar. Bersabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam : “Hendaklah salam bagi yang berkendaraan kepada pejalan kaki, yang berjalan kaki kepada yang duduk dan yang sedikit kepada yang banyak.” (HR. Muslim).
2. Seyogyanya orang yang hendak memberikan salam kepada kaum muslimin dengan mengucapkan salam dan bukan dengan ucapan ‘selamat pagi’ atau ‘selamat datang’ ataupun ‘halo’, namun hendaknya ia memulainya dengan salam kemudian baru ia boleh menyambutnya dengan sapaan yang diperbolehkan di dalam Islam.
3. Disukai bagi seorang muslim yang akan masuk ke rumahnya, mengucapkan salam terlebih dahulu, karena sesungguhnya berkah itu turun beserta salam, bersabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam : “Jika engkau hendak masuk ke rumahmu, hendaklah engkau salam, niscaya berkah akan turun kepadamu dan keluargamu.” (HR Turmudzi). “Dan jika tak ada seorangpun di dalamnya, maka ucapkan, Assalamu’alainaa ‘ibaadillahish shaalihin.” (HR Muslim).
4. Seyogyanya mengucapkan salam itu dengan suara yang dapat didengar namun tidak mengganggu orang yang mendengar dan membangunkan orang yang tidur. Dari Miqdad Radhiallahu ‘anhu berkata : “Kami mengangkat untuk Nabi bagiannya dari susu, dan beliau tiba saat malam, mengucapkan salam dengan suara yang tidak membangunkan orang yang tidur dan dapat didengar oleh orang yang terjaga.” (HR Muslim).
5. Dianjurkan untuk memberikan salam dan mengulanginya lagi jika terpisah dari saudaranya, walaupun hanya dipisahkan oleh jeda atau tembok. Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda, “Jika seorang di antara kalian bertemu dengan saudaranya, hendaknya ia memberinya salam, dan jika terpisah antara keduanya oleh pohon, tembok ataupun batu besar lalu bertemu kembali, hendaknya kalian mengucapkan salam lagi padanya.” (HR Abu Dawud).
6. Banyak para ulama’ memperbolehkan seorang lelaki mengucapkan salam kepada seorang wanita, dan sebaliknya, selama aman dari fitnah, sebagaimana seorang wanita mengucapkan salam kepada mahramnya, maka wajib juga atasnya untuk menjawab salam dari mereka. Demikian halnya seorang laki-laki kepada mahramnya wajib atasnya menjawab salam dari mereka. Jika ia seorang ajnabiyah (wanita bukan mahram), maka tidaklah mengapa mengucapkan salam kepadanya ataupun membalas salamnya jika wanita tersebut yang mengucapkan salam, selama aman dari fitnah, dengan syarat tanpa bersentuhan tangan/jabat tangan dan mendayu-dayukan suara.
7. Dari apa-apa yang tersebar di tengah-tengah manusia adalah menjadikan salam itu berbentuk isyarat atau memberi tanda dengan tangan. Jika seseorang yang mengucapkan salam itu jauh, maka mengucapkan salam sambil memberikan isyarat tidaklah mengapa, selama ia tidak dapat mendengarmu, karena isyarat ketika itu menjadi penunjuk salam dan tak ada pengganti selainnya, juga demikian dalam membalasnya.
8. Dianjurkan bagi orang yang duduk mengucapkan salam ketika ia hendak berdiri dari majlisnya. Sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika kalian mendatangi suatu majlis hendaklah salam, dan jika hendak berdiri seyogyanya juga salam, dan tidaklah yang pertama itu lebih berhak dari yang terakhir”. (HR. Abu Dawud)
9. Disunnahkan berjabat tangan ketika salam dan memberikan tangannya ke saudaranya. Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidaklah bertemu dua orang muslim kemudian berjabat tangan kecuali Allah akan mengampuni dosanya sebelum berpisah”. (HR. Abu Dawud dan Turmudzi).
10. Menunjukkan wajah yang ceria, bermanis muka dan tersenyum ketika salam. Sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam : “Senyummu pada saudaramu itu sedekah”, dan sabdanya pula “Janganlah engkau remehkan suatu kebajikan sedikitpun, walaupun hanya bermanis muka terhadap saudaramu”. (HR. Muslim)
11. Disunnahkan memberi salam pada anak-anak sebagaimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa melakukannya, dan yang demikian ini adalah suatu hal yang menggembirakan mereka, menanamkan rasa percaya diri dan menumbuhkan semangat menuntut ilmu di dalam hati mereka.
12. Tidak diperbolehkan memulai salam kepada orang kafir sebagaimana dalam sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam : “Janganlah mendahului Yahudi dan Nasrani dengan ucapan salam, jika engkau menemui salah seorang dari mereka di jalan, desaklah hingga mereka menepi dari jalan”. (HR. Muslim) dan bersabda pula Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam : “Jika ahli kitab memberi salam padamu maka jawablah dengan wa’alaikum” (mutafaq alaihi).

Maka hidupkanlah, wahai hamba Allah sunnah yang agung ini di tengah-tengah kaum muslimin agar lebih mempererat hati-hati kalian dan menyatukan jiwa-jiwa kalian serta untuk meraih ganjaran dan pahala di sisi Allah. Semoga salam dan shalawat senantiasa tercurahkan atas Nabi, keluarga beliau dan shahabat-shahabat beliau seluruhnya. Amin..

Dialihbahasakan dari buletin “Afsytus Salam Bainakum” - Abdul Malik al-Qosim oleh Abu Salma al-Atsary.
http://assunnah-qatar.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar