Laman

Senin, 21 Februari 2011

Siapakah Ahlul Bait Itu?

Oleh : Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi


Ahlul bait digunakan untuk makna yang banyak, dan yang dimaksud dengan Ahlul bait disini adalah Alu Muhammad -Shalallahu alaihi wa salam-. Dan istilah Ahlul bait memiliki makna yang berbeda-beda sesuai dengan bentuk susunan kalimat. Para ulama ahli lughah dan agama telah sepakat bahwa Ahlul bait seseorang itu mencakup istri-istrinya. Semua ini telah tetap dan diketahui di dalam bahasa Arab, dan memiliki dalil-dalil yang kuat didalam al-Qur`an dan Sunnah Nabi -Shalallahu alaihi wa salam-. Di antara makna-makna ahlul bait tersebut adalah sebagai berikut:


1. Seorang itu sendiri.

Seperti kandungan sabda Nabi -Shalallahu alaihi wa salam-:

«يَا أبَا مُوْسىَ، لَقَدْ أُوْتِيْتَ مِزْمَاراً مِنْ مَزَامِيْرِ آلِ دَاوُدَ»

“Wahai Abû Musa, sungguh engkau telah diberi sebuah (suara yang nyaring dan merdu seperti) seruling dari seruling-seruling keluarga Dâwud.” (HR. Bukhari (IV/1925), Muslim (I/456))

Yang dimaksud disini adalah Dâwud ؛ itu sendiri, karena dialah yang diberi suara indah oleh Allah -Subhanahu wata’ala- .


2. Istri-istri seseorang.

Makna inilah yang paling banyak digunakan. Salah seorang ahli lughah yang terkenal, al-Khalil ibn Ahmad al-Farahidi (175 H) didalam kitabnya al-’Ain (45) berkata: [أَهْل] : [أَهْلُ الرَّجُلِ] : istrinya, dan orang yang paling khusus dengannya; dan [التَّأَهُّل] artinya [التَّزَوُّج] : menikah; dan [أَهْلُ الْبَيْتِ]: penghuninya.

Imâm Muslim / telah meriwayatkan didalam Shahihnya (IV/2282; 2972) dari ‘Aisyah ك dia berkata:

« إِنْ كُنَّا آلَ مُحَمَّدٍ < لَنَمْكُثُ شَهْرًا مَا نَسْتَوْقِدُ بِنَارٍ إِنْ هُوَ إِلَّا التَّمْرُ وَالْمَاءُ »

“Sungguh kami keluarga Muhammad -Shalallahu alaihi wa salam-, benar-benar berdiam selama sebulan tanpa menghidupkan api (untuk membuat makanan), yang ada hanyalah kurma dan air.”

Imâm al-Bukhari / telah meriwayatkan didalam Shahîhnya (II/729) dari Anas ط dia berkata:

« سَمِعْتُهُ (أي النبي) يَقُولُ : « مَا أَمْسَى عِنْدَ آلِ مُحَمَّدٍ < صَاعُ بُرٍّ وَلَا صَاعُ حَبٍّ » وَإِنَّ عِنْدَهُ لَتِسْعَ نِسْوَةٍ »

“Aku pernah mendengar beliau (Nabi -Shalallahu alaihi wa salam-) bersabda: “Tidak ada satu sha’ pun dari gandum, dan bijian (lain) yang menginap di sisi keluarga Muhammad -Shalallahu alaihi wa salam-.” Padahal disisi beliau -Shalallahu alaihi wa salam- ada sembilan orang istri.” Jadi ini adalah bukti nyata bahwa istri-istri Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- masuk dalam sebutan Alu Muhammad -Shalallahu alaihi wa salam-.

Allah -Subhanahu wata’ala- berfirman:


يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلا مَعْرُوفًا (32) وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى وَأَقِمْنَ الصَّلاةَ وآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا(33)


“Hai isteri-isteri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik, Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. al-Ahzab: 32-33)

Yang dimaksud dengan bait disini adalah rumah Nabi dan rumah-rumah tempat tinggal istri-istri beliau -Shalallahu alaihi wa salam-. Dan tidak diragukan serta disangsikan lagi bahwa arah pembicaraan dua ayat ini adalah kepada mereka.

Orang-orang Rafidhah mengatakan bahwasannya Dia ingin memasukkan selain istri-istri Nabi bersama mereka dalam ayat tersebut dengan dalil bahwa Dia berfirman [عَنْكُمْ] “Dari kalian (laki-laki)” dan bukan [عَنْكُنِّ] “Dari kalian (perempuan)”.

Maka kita katakan: “Ini adalah sebuah kebodohan terhadap bahasa Arab, sesungguhnya tidak ada di dalam lafazh [أَهْلُ الْبَيْتِ] ta’nits (tanda atau penyebutan perempuan), maka tidak benar kalau digunakan penyebutan perempuan dalam menujukan arah pembicaraan, akan tetapi yang benar adalah menggunakan bentuk jama’ mudzakkar.

Misalnya firman Allah -Subhanahu wata’ala- tentang perkataan Sarah yang artinya:


“Isterinya berkata: “Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula? Sesungguhnya Ini benar-benar suatu yang sangat aneh. Para malaikat itu berkata: “Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.” (QS. Hud: 72-73)


Sudah dimaklumi bahwa arah pembicaraan tersebut ditujukan kepada Sarah, istri Nabi Ibrahim ؛ sendiri. Dialah yang dimaksud dengan Ahlul bait Ibrahim ؛ . Sekalipun demikian, para malaikat berkata kepadanya [عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ] “Dicurahkan atas kalian (laki-laki), wahai ahlul bait”. Dikarenakan inilah yang terkandung dalam bahasa Arab. Tidak seperti persangkaan orang-orang Rafidhah bahwa yang benar adalah mereka mengatakan: [عَلَيْكِ أَهْلَ الْبَيْتِ] “Dicurahkan atasmu (perempuan) ahlul bait” atau [عَلَيْكِ أَهْلَةُ الْبَيْتِ] “Dicurahkan atasmu (perempuan) ahlul bait (perempuan)!”

Al-Hakîm at-Turmudzi berkata dalam Nawâdir al-Ushûl fî Ahâdîts ar-Rasûl (III/69): “Dan ini adalah sebuah kalimat yang tersusun sebagiannya atas pengaruh sebagian yang lain.” Maka bagaimana mungkin arah pembicaraan ayat ini yang seluruhnya tertuju kepada istri-istri Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- sebelum dan sesudahnya, kemudian di tengah-tengahnya dipalingkan kepada yang selain mereka?! Padahal pembicaraan ini tersusun di atas susunan dan aturan satu, dikarenakan Allah -Subhanahu wata’ala- berfirman: [لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْزَ أَهْلَ الْبَيْتِ] “hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait.” Kemudian Dia berfirman: [وَقَرْنَ فِيْ بُيُوْتِكُنَّ] “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu.” Maka bagaimana mungkin [كاف] yang kedua ditujukan kepada istri-istri Nabi sementara yang pertama ditujukan kepada Ali dan Fathimah -Radiallahuanhuma- ?! Lalu di mana penyebutan keduanya di dalam ayat ini?

Apabila dikatakan, jika pembicaraan ini ditujukan kepada istri-istri Nabi -Shalallahu alaihi wa salam-, mengapa Dia berfirman: [لِيُذْهِبَ عَنْكُمْ] “hendak menghilangkan dari kalian (laki-laki)” dan tidak berfirman [عَنْكُنَّ]: Dari kalian (perempuan)? Maka kita katakan, penyebutannya itu dipalingkan kepada kata [الأَهْل], dan [الأَهْل] bersifat mudzakkar (bentuk laki-laki), maka mereka disifati dengan nama mudzakkar sekalipun mereka adalah wanita.

Telah diriwayatkan dari Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- bahwa tatkala ayat ini turun kepada beliau -Shalallahu alaihi wa salam-, masuklah menemui beliau Ali, Fathimah, al-Hasan, dan al-Husain ن . Kemudian Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- menuju ke sebuah pakaian kemudian menyelimutkan kepada mereka semua kemudian memberikan isyarat ke langit seraya bersabda:

« اللَّهُمَّ هَؤُلَاءِ أَهْلُ بَيْتِي وَخَاصَّتِي أَذْهِبْ عَنْهُمْ الرِّجْسَ وَطَهِّرْهُمْ تَطْهِيرًا » رواه الترمذي (3806) وقال: هذا حديث حسن صحيح وَهُوَ أَحْسَنُ شَيْءٍ رُوِيَ فِي هَذَا الْبَابِ ؛ وأحمد (25339,25383)

“Ya Allah, mereka adalah Ahlul bait-ku, dan orang-orang terdekatku, hilangkanlah dari mereka dosa, dan sucikanlah mereka dengan sebersih-bersihnya.” (HR. Turmudzi (3806), dan dia berkata: Ini adalah hadîts hasan shahîh, dan hadîts ini adalah riwayat yang terbaik dalam bab ini; Ahmad (25383, 25339))

Maka ini adalah do’a beliau -Shalallahu alaihi wa salam- bagi mereka setelah turunnya ayat tersebut. Beliau senang memasukkan mereka kedalam ayat yang ditujukan kepada istri-istri beliau ن tersebut.

Hadîts-hadîts shahîh telah menetapkan kejelasan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan urusan istri-istri Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- secara khusus bukan selain mereka.

Telah datang riwayat di dalam Siyar A’lâm an-Nubalâ` (II/208), Târîkh Dimasyq (LXIX/150), dan tafsir Ibnu Abi Hatim, dia berkata, dari Ibnu ‘Abbas م :

إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ

Dia berkata: “Turun kepada Istri-istri Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- secara khusus.” Kemudian berkatalah ‘Ikrimah: “Bahwasannya ayat tersebut turun berkenaan dengan istri-istri Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- secara khusus.”

Ini adalah hadîts shahîh yang tidak bisa disangkal di dalamnya. Imâm Adz-Dzahabî / berkata di dalam Siyar A’lâm an Nubalâ` (II/221): “Sanadnya shalih, dan bentuk ayat telah menunjukkannya.”

Dan telah diketahui oleh para ulama bahwasannya perkataan para sahabat tentang sabab nuzul ayat memiliki hukum marfu’ kepada Nabi -Shalallahu alaihi wa salam-, dikarenakan para sahabat menyaksikan turunnya ayat tersebut.

Penguat hal tersebut adalah yang diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih dari jalan Sa’id ibn Jubair dari Ibnu ‘Abbas م dia berkata: “Turun kepada istri-istri Nabi -Shalallahu alaihi wa salam-.” Dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari ‘Ikrimah dia berkata: “Tidak seperti pendapat kalian, akan tetapi sebab turunnya ayat tersebut adalah kepada istri-istri Nabi -Shalallahu alaihi wa salam-.” At-Thabari / di dalam tafsirnya (XXII/8) meriwayatkan dari ‘Alqamah, dia berkata: “Ikrimah menyeru di tengah pasar bahwa ayat:

إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ

Turun berkenaan dengan istri-istri Nabi -Shalallahu alaihi wa salam- secara khusus.” (insya Allah bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar