Laman

Rabu, 04 Mei 2011

Berawal dari Kaum Padri

Pada awal abad ke-19 M, gerakan Dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dengan kata lain dakwah Salaf yang berkembang pesat di Arab Saudi agak melemah. Adalah Sultan Mahmud II (1785-1839 M), Sultan Kerajaan Turki Usmani yang memerintahkan kepada Muhammad Ali - penguasa Turki Usmani di Mesir untuk merebut Makkah dan Madinah dari Kekuasaan Muhammad bin Su’ud yang merupakan penguasa yang sah waktu itu. Pada 1813 M, ekspedisi tersebut membuahkan hasil.
Menurut Ensiklopedi Islam, meski sempat melemah di Arab Saudi, Dakwah ini justru telah tersebar luas ke berbagai negara seperti India, Sudan, Libya serta ke Indonesia. Penyebaran Dakwah Salaf ini ke wilayah Nusantara dibawa oleh para haji yang baru pulang menunaikan rukun Islam kelima di Tanah Suci. Salah satunya melalui kaum Padri di Minangkabau yang dikembangkan tiga tokoh yaitu Haji Miskin dari Luhak Agam, Haji Abdur Rahman dari Piobang bagian dari Luhak Limah Puluh Kota, dan Haji Muhammad Arief dari Sumanik, Batusangkar.

"Sekembali dari Tanah Suci antara tahun 1803 dan 1804, Haji Miskin membawa ide bahwa perubahan total dalam masyarakat Minangkabau yang mana pada saat itu ajaran yang berkembang adalah sufisme yang sangat tidak sesuai dengan ajaran Alquran dan As-Sunnah. Ide ini didukung oleh Haji Piobang dan Haji Sumanik. Sejak saat itu, gerakan kaum Padri mulai berusaha menancapkan pengaruhnya di berbagai daerah Minangkabau. Gagasan-gagasan tiga Haji itu mendapat tantangan keras dari guru-guru tarekat Shattariyah.
Usaha ketiga tokoh itu dan tidak dapat berjalan mulus seperti yang diharapkan. Haji Miskin, misalnya, yang berasal dari Empat Angkat, Agam, tidak mampu meyakinkan Tuanku Nan Tuo - tokoh agama yang dulu menjadi teman seperdagangan sebelum berangkat ke tanah suci - mengenai pola keagamaan yang akan dikembangkan."Karena itu ia pergi ke Enam Kota, dan tinggal di Pandai Sikat. Di sini ia tidak begitu berhasil melakukan "pembaharuan", dan terpaksa angkat kaki menuju Kota Lawas. Setelah mengalami beberapa kesulitan akhirnya Haji Miskin bersama Kaum Padri berhasil mengenalkan pembaharuan mereka.
Setelah itu seluruh Enam Kota - termasuk Kota Lawas dan Pandai Sikat - menjadi benteng kaum Padri. Pada awalnya gerakan Padri merupakan gerakan secara terpisah yang ada di berbagai tempat di Minangkabau.Dengan berlalunya waktu, para pemukanya saling berhubungan satu dengan yang lain sehingga gerakan Padri menjadi satu komunitas yang relatif terorganisir. Kekuatan kaum Padri mulai menemukan pijakan yang kokoh ketika pada 1811. Saat itu, Haji Miskin sampai di Bukit Kamang dan bertemu dengan Tuanku Nan Renceh, pemuka agama yang juga bervisi sama.
Di sana mereka sepakat merencanakan pembaharuan masyarakat secara total. Mereka didukung oleh enam pemuka lain yang kemudian disebut Harimau Nan Selapan (karena jumlahnya delapan orang). Mereka adalah Tuanku di Kubu Sanang, Tuanku di Ladang Lawas, Tuanku di Padang Luar, Tuanku di Galung, Tuanku di Koto Ambalan, dan Tuanku di Lubuk Aur. Selanjutnya pada tahun 1813 Tuanku Lintau ikut bergabung dan menjadi penganut fanatik ajaran-ajaran kaum Padri.
Sejatinya jauh sebelum itu, sekitar tahun 1807, Tuanku Muda dari Alahan Panjang dan nantinya disebut Tuanku Imam Bonjol ikut memperkuat posisi kaum Padri. Melalui tangan dingin para pemuka itu, kaum Padri - sebagaimana akan dijelaskan nanti - berkembang menjadi gerakan yang menyebar di alam Minangkabau dengan segala karakteristiknya dan nantinya menguasai seluruh nagari di sana."Sejarah mencatat, kaum Padri tidak hanya melakukan pembaharuan keislaman di daerah Minangkabau semata. Kelompok ini juga melakukan islamisasi ke Tapanuli Selatan yang terletak di utara alam Minangkabau dan daerah-daerah sekitarnya. Setelah itu, Dakwah ini masih berkembang pesat di Indonesia.
Pengikut manhaj dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab sangat pesat pekembangannya. Di era pra-kemerdekaan dan pasca-kemerdekaan, Dakwah ini banyak mempengaruhi pemikiran Muhammadiyah, Persis, dan Al-Irsyad. Namun demikian, kehadiran Dakwah Salaf ini setelah tahun 90-an, semakin merebak dan fenomenal.


Abdullah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar