Laman

Senin, 02 Juli 2012

Radio Silaturahim Pro Syi’ah?

MASYARAKAT JAKARTA dan sekitarnya sejak beberapa waktu lalu dapat menyimak siaran sebuah radio berlabel Islam yang mengudara pada frekwensi AM720. NamanyaRadio Silaturahim, atau biasa disingkat Rasil. Dinamakan Radio Silaturahim karena beralamat di jalan Masjid Silaturrahim No. 36 Halimanggis, Cibubur, Bekasi.
Radio yang bermoto Untuk Islam Yang Satu ini mempunyai misi untuk menegakkan kalimat Allah, keadilan, memperjuangkan kebenaran dan menyambung serta merajut tali persaudaraan diantara kaum muslim, tanpa melihat kelompok, golongan, sekte dan mazhab, dan tidak berprinsip pada kefanatikan.
Misi yang mulia itu diwujudkan dalam serangkaian program, antara lain Tausiyah Sore, yang salah satu narasumbernya bernama ustadz Zen Al-Hady, dan berlangsung sejak sekitar pukul 16:00 wib hingga menjelang adzan Maghrib.

Pada Tausiyah Sore edisi 02 Februari 2011, siaran langsung, antara lain ustadz Zen Al-Hady menasehati pendengarnya untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah, serta jangan menjadikan madzhab sebagai agama. Sebuah nasehat yang baik tentunya. Namun sejak kapan umat Islam menjadikan mazhab sebagai agama atau sebagai kitab suci?
Dalam hal Syi’ah, pandangan ustadz Zen Al-Hady sama saja dengan pendukung Syi’ah sebelumnya, seperti Umar Shihab dan Said Agil Siradj. Menurut Zen, Syi’ah sudah ada sejak dulu, dan mereka bagian dari Islam, karena orang Syi’ah diizinkan ber-Haji ke tanah suci. Alasan lainnya, Republik Syi’ah Iran merupakan anggota OKI dan anggota Rabithah Alam Islami (Liga Muslim Sedunia).
Ustad Zen Al-Hady juga mengatakan, dulu Saudi Arabia tidak mengkafirkan Syi’ah, semasa Iran dikuasai oleh Shah Iran. Dia juga mengatakan, bahwa ribut-ribut soal Syi’ah karena alasan politik, yaitu karena Saudi akan berperang melawan Iran.
Lebih jauh, ustadz Zen Al-Hady juga meyakinkan pendengarnya bahwa Syi’ah itu sama saja dengan NU yang suka melaksanakan ziarah kubur (hukum asalnya sunnah bila ziarah kubur itu sesuai syari’at, namun bila tidak sesuai berarti menyimpang bahkan sesat bahkan bisa juga sampai merupakan perbuatan syirik, misalnya mendoa –minta dalam arti ibadah kepada si mayit, bukan mendoakan, kalau mendoakan asal mayitnya Muslim maka boleh saja, red nm), haul, maulid, dan sebagainya. Dan, pemerintah Saudi pada masa-masa dahulu, lanjut Habib Zen Al-Hadi, pernah menggolongkan pemahaman keagamaan seperti dipraktekkan oleh NU ini sebagai sesat atau kafir.
Di sela-sela penjelasannya itu, masuk sebuah respon melalui telepon yang mengaku bernama Dominggus. Nama Dominggus lazimnya digunakan oleh masyarakat non-Muslim, misalnya Katolik. Penelepon menggunakan nama Dominggus tentu bukan tanpa maksud. Sepertinya ia ingin memberi kesan sebagai mualaf.
Dominggus di ujung telepon seperti terkejut dengan penjelasan ustadz Zen Al-Hady yang menyampaikan informasi penting bahwa pemerintah Saudi pernah menggolongkan pemahaman keagamaan seperti dipraktekkan komunitas NU sebagai sesat atau kafir. Dominggus yang seolah-olah telah kembali ke Islam berkat bimbingan komunitas NU ini, memberi kesan seolah-olah ia kecewa dengan fakta yang diungkap ustadz Zen Al-Hady.
Sebuah upaya pembentukan opini yang bagus. Tapi klise. Semangatnya sama dengan Jalaluddin Rakhmat yang pernah menurunkan sebuah tulisan, bahwa jika kekerasan seperti ditunjukkan komunitas NU Sampang, boleh jadi akan menumbuhkan atheisme. Kalau Jalaluddin seolah ingin berpesan “daripada atheis mending syi’ah” maka ustad Zen seolah ingin berpesan “daripada nasrani mendingan syi’ah”. Ia seperti sedang memberi dua pilihan: syirik atau pagan?
Menyesatkan!
Pada kesempatan ini, kami umat Islam Indonesia tidak bermaksud menasehati ustadz Zen Al-Hady, yang tentunya lebih pintar dan lebih berpengalaman di dalam menjalankan dakwah Islam. Namun sekedar memberitahu saja, bahwa motif melawan Syi’ah yang sudah kami lakukan sejak berbelas tahun lalu (bahkan ada yang berpuluh tahun lalu), sama sekali tidak mengikuti kebijakan pemerintah Saudi, dan tidak menjadikan mazhab sebagai agama apalagi kitab suci.
Karena, menurut kami persoalan Syi’ah bukan sekedar perbedaan penafsiran dalam konteks mazhabiyah, bukan sekedar urusan politik, tetapi murni akidah. Ketika pemerintah Saudi memberi izin penganut Syi’ah beribadah haji ke tanah suci, itu urusan mereka. Bagi kami secara akidah Syi’ah tetap sesat.
Begitu juga dengan urusan perang. Bila pemerintah Saudi berencana mau perang dengan Iran dan dibantu Amerika Serikat, itu urusan politik mereka yang tidak menggoyahkan keyakinan kami tentang akidah Syi’ah yang sesat. Begitu juga bila kelak Saudi berbaik-baik dengan Iran, insya Allah kami tetap istiqomah memerangi akidah Syi’ah yang sesat.
Apakah Iran yang merupakan Republik Syi’ah menjadi anggota OKI dan anggota Rabithah Alam Islami (Liga Muslim Sedunia) atau bukan, itu juga tidak menggoyahkan pendirian kami bahwa Syi’ah itu sesat secara akidah.
Pengrusakan sebagaimana terjadi di Sampang, memang patut disesalkan dan tidak boleh terjadi. Namun jangan berhenti sampai di situ. Ibarat kata pepatah, tidak ada api kalau tidak ada asap. Komunitas NU yang selama ini dikesankan seolah-olah punya kemiripan dengan tradisi Syi’ah saja menolak keberadaan Syi’ah dan bahkan memeranginya terang-terangan, apalagi yang bukan NU?
Meksipun Ketua Umum PB NU Said Agil Siradj mati-matian berjuang meyakinkan jamaahnya bahwa Syi’ah tidak sesat dan sama saja dengan NU, namun tetap saja sejumlah ulama NU istiqomah menyatakan Syi’ah sesat dan bahkan menuduh Said Agil Siradj pengecut, pembohong dan menebar fitnah.
Jadi, kalau masyarakat Islam merasakan Radio Silaturahim (Rasil) agak pro Syi’ah, sebenarnya bukan hanya didasarkan pada pernyataan ustadz Zen Al-Hady saja, tetapi selama ini di Rasil ada sosok narasumber bernama ustadz Husin Alatas yang oleh umat Islam diidentifikasi sebagai salah satu misionaris Syi’ah.
Ustadz Zen Al-Hady pada kesempatan itu juga mengatakan, mereka yang meributkan soal kesesatan Syi’ah boleh jadi karena “ada uang di dalam tas”. Ustadz Zen Al-Hady sudah melecehkan mujahid dakwah yang memerangi kesesatan Syi’ah seolah-olah karena mendapat bayaran. Astaghfirullah…
Ustadz Zen Al-Hady sebaiknya jujur dan membuka mata lebar-lebar, bagaimana perilaku penganut Syi’ah yang sesat ini memperlakukan umat Islam di Iran. Betapa royalnya pemerintahan Syi’ah Iran menggelontorkan beasiswa bagi pemuda-pemudi kita untuk belajar langsung tentang Syi’ah di Iran, yang jumlahnya lebih besar dari pemuda-pemudi kita yang belajar Islam di Mesir, misalnya.
Pada saat pemerintah Iran begitu royal menyesatkan umat Islam Indonesia, pada satu sisi kita ditemukan fakta tentang sejumlah gadis cilik Iran menjadi pelacur untuk mempertahankan hidup, sejumlah warga lainnya menjadi kurir narkoba yang membanjiri Indonesia sejak pertengahan 2009.
Ada fenomena menarik sehubungan dengan maraknya gerakan Syi’ah di Indonesia, yaitu pada saat bersamaan Indonesia kebanjiran penyelundup narkoba dari Iran. Kalau ada kaitan antara propaganda Syi’ah dan gerakan Syi’ah pada umumnya di Indonesia dengan gerakan narkoba Iran, misalnya, jangan-jangan para pendukung Syi’ah di Indonesia ini dibiayai dari bisnis narkoba. Wallahua’lam…
(haji/tede/nahimunkar.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar