عن جابر بن عبد الله رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لاَ غِيْبَةَ لِفَاسِقٍ
“Tidaklah dilarang menggunjing orang
fasiq” (HR Turmudzi).
عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إِذَا مُدِحَ اْلفَاسِقُ غَضِِبَ الرَّبُّ
“Apabila orang fasiq telah
disanjung-sanjung, maka Allah SWT akan murka” (HR Baihaqi).
PENGANTAR PENERBIT
الحَمدُ لله ربِّ العاَلمين، والصَّلاةُ والسَّلامُ على أشْرفِ الأنبيَاءِ والمرُسَلين، سيّدِنا ومَولانا محمَّدٍ وعلى آلهِ وصَحْبهِ أجمَعين. أما بعد:
Buku yang kami terbitkan ini adalah
kumpulan dari dua makalah KH. Abdul Hamid Baidlowi yang disampaikan pada acara
pertemuan Ulama dan Habaib di Pondok Pesantren Ath-Thohiriyyah Jakarta pada
tanggal 14 Rojab 1416 H/ 7 Desember 1995 M. yang berjudul: “Kritik
Terhadap Gus Dur dan Sa’id Aqil” dan makalah beliau yang berjudul: “Menyiasati
Bahaya Syi’ah di Kalangan Nahdlatul Ulama di penghujung Abad Ini” yang
disampaikan pada acara sarasehan IPNU-IPPNU cabang Jombang pada tanggal 1
Shafar 1417 H/ 17 Juni 1996 M.
Makalah tersebut hadir disaat umat Islam mulai resah
atas bahaya pemikiran Gus-Dur yang pada saat itu berkapasitas sebagai Ketua
Umum organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama, dan membongkar
kerancauan ideologi Syi’ah Rafidloh yang dipasarkan lewat pemikiran Said Aqil
Siradj yang pada saat itu menjabat Katib Am Nahdlatul Ulama. Mereka mencoba
menyesatkan umat Islam dari ajaran yang benar, ajaran yang bertentangan dengan
nash-nash al-Quran, Sunnah Rasul dan ajaran-ajaran Salafussholih.
Semoga dengan hadirnya buku ini, dapat memberikan
manfaat untuk kita dalam rangka ikut andil membentengi aqidah umat Islam dari
faham-faham sesat dan dari segala bentuk kesesatan berfikir yang berupaya
menghancurkan agama Islam. Semoga Allah SWT selalu melindungi kita, amin.
KRITIK TERHADAP SA’ID AQIL
Segala puji bagi Allah SWT, semoga kita dalam rahmat
dan lindungan-Nya, shalawat dan salam semoga bertaburan di pusara Nabi Muhammad
SAW dan berhembus kepada keluarga dan shahabat Nabi.
Yang terhomat shahibul bait KH Thohir
Rokhili, pengasuh Pondok Pesantren at-Thohiriyyah Jakarta.
Yang terhomat KH. Yusuf Hasyim.
Yang terhomat para ulama dan pejabat pemerintah sipil maupun militer .
Serta hadirin semua yang saya hormati.
Yang terhomat KH. Yusuf Hasyim.
Yang terhomat para ulama dan pejabat pemerintah sipil maupun militer .
Serta hadirin semua yang saya hormati.
Sesungguhnya kritikan, kecaman, penghinaan terhadap
Khalifah Utsman RA itu semenjak dulu sudah dilakukan oleh golongan Saba’iyah di
bawah pimpinan Abdullah bin Saba’ dan golongan Syi’ah. Apalagi Sa’id Aqil
mengatakan dalam makalahnya: bahwa Abdullah bin Saba’ adalah tidak hanya dibuat
kambing hitam oleh sejarah atas dasar keterangan dari Dr. Thoha Husain dll-nya.
Padahal sebenarnya pegingkaran terhadap
keberadaan Abdullah bin Saba’ tak ubahnya sama dengan mengingkari wujudnya
matahari, tak seorangpun ahli sejarah masa lalu baik dari kalangan Syi’ah atau
Ahlussunnah wal Jama’ah mengingkari kehadiran Abdullah bin Saba’ dalam proses
sejarah yang panjang. Siapakah yang lebih tahu tentang hakikat keberadan Ibnu
Saba’, apakah ulama masa lalu atau masa kini yang lebih tahu? Bukankah ulama’
Syi’ah sendiri yang namanya Abu Ishaq bin Muhammad Ats-tsaqofi Al-kufi telah
mengakui adanya Abdullah bin Saba’, sebagaimana dijelaskan dalam kitabnya al-Ghaarat jilid
1 halaman 302-303, kitab ini ditulis pada tahun 250 H dan an-Naubakhti wafat
tahun 288 H dalam kitabnya Firoqus Syi’ah, kemudian disusul oleh
Ibnu Abil Khadid dalam Nahjul Balaqhoh-nya dan al-Hulli dalam
Khulashohnya dan kitab-kitab yang lain, demikian pula dari kalangan Ahlussunnah
wal Jama’ah diantaranya adalah ath-Thobari, Ibnul Atsir, Ibnu Katsir,
Ibnu Kholdun dan banyak lagi yang lain. Paham pengingkaran atas adanya Ibnu
Saba’ adalah upaya jaringan-jaringan Yahudi dalam rangka melepaskan diri dari
keterlibatannya sebagai pelopor penghancuran terhadap Islam dan umat Islam.
Para ulama dan hadirin yang saya hormati, karena waktu
sangat terbatas, kiranya tidak patut jika saya memperpanjang pembahasan pokok
makalah, tetapi hanya sebagian yang penting yang insya Allah akan saya
sampaikan, maka saya akan mencoba menolak fitnah yang dialamatkan kepada
sayyidina Utsman dan shahabat Marwan bin Hakam dan Amar bin Yasir.
Marilah kita simak bersama, apakah kecaman dan hinaan
terhadap khalifah Utsman itu benar? Apakah benar khalifah Utsman
membagi-bagikan pengurusan wilayah-wilayah kepada keluarganya? Ataukah tuduhan
dan kecaman itu sekedar buatan kaum Saba’iyah yang mereka ada-adakan guna
mendorong orang lain untuk beroposisi yang kemudian memberontak dan selanjutnya
membunuh khalifah?
Ahli sejarah kaum Syi’ah al-Ya’qubi menyatakan: bahwa
khalifah Utsman dibenci orang adalah karena mengutamakan keluarga dalam
pengangkatan Gubenur wilayah, kemudian Al-Ya’qubi sendiri membuat perincian
wilayah-wilayah dengan Gubenur masing-masing, dan ternyata dapat kita lihat
bahwa sebagian besar yang diangkat oleh khalifah Utsman adalah bukan dari
keluarga khalifah Utsman, maka marilah kita lihat keterangan Al-Ya’qubi di
bawah ini sebagai berikut:
1.
Ya’la bin Mun-yah at-Tamimi untuk Yaman.
2.
Abdullah bin Amr al-Hadlromi untuk
Makkah .
3.
Jarir bin Abdullah al-Bajali untuk
Hamdan .
4.
Al-Qosim bin Robi’ah ats-Tsaqofi untuk
Thoif.
5.
Abu Musa al-Asy’ari untuk Kufah.
6.
Abdullah bin ‘Amir bin Kariz untuk
Bashrah.
7.
Abdullah bin Sa’ad bin Abi Saroh untuk
Mesir.
8.
Mu’awiyyah bin Abi Sofyan di Syam.
Sejarawan terkenal ath-Thobari dan Ibnul Atsir
menambahkan nama-nama Gubernur untuk daerah lainnya serta para pemangku jabatan
tinggi Negara yang diangkat oleh khalifah Utsman RA sebagai berikut:
1.
Untuk Hims Abdurrahman bin Kholid bin
Walid.
2.
Untuk Qinnasrin Habib bin Maslamah.
3.
Untuk Palestina ‘Alqomah bin Hakim
al-Kanani
4.
Untuk Yordania Abul A’war as-Salami.
5.
Untuk Laut Merah Utara Abdullah bin Qois
al-Fazari.
6.
Untuk Azerbajian al-Asy’ats bin Qois
al-Kindi.
7.
Untuk Hulwan Utaibah bin an-Nahhas.
8.
Untuk Mah Malik bin Habib.
9.
Untuk Roy Sa’id bin Qois.
10. Untuk
Asbahan as-Saib bin Aqra’.
11. Untuk
Masabdzan Hubaisy.
12. Untuk
Qorqisia Jarir bin Abdullah.
Kemudian jabatan tinggi Negara yang lain adalah:
1.
Pengadilan: Zaid bin Tsabit
2.
Baitul mal : ‘Uqbah bin Amir
3.
Urusan jizyah dan pajak: Jabir bin Fulan
al-Mazani
4.
Pertahanan dan peperangan: al-Qo’qo’ bin
‘Amr
5.
Pimpinan haji : Abdullah bin Abbas.
6.
Kepala polisi : Abdullah Qunfudz
Jadi hanya tiga keluarga Utsman yang menjadi Gubernur
dari 20 Gubernur dan 6 jabatan tinggi Negara, itu saja hanya dua Gubernur yang
dilantik oleh khalifah Utsman, yaitu yang untuk Bashroh dan Mesir, sedang yang
satu yaitu untuk Muawiyyah di Syam dilantik oleh khalifah sebelum Sayyidina
Utsman menjabat sebagai khalifah.
Kemudian apakah pengangkatan dua
Gubernur itu cukup menjadi alasan untuk mencela dan mengecam kepada khalifah
Utsman? Sebagaimana dilakukan oleh golongan Saba’iyah, Syi’ah, dan Sa’id Aqil
serta orang yang mengikutinya, mengekor mereka. Apakah haram menurut syari’ah
seorang khalifah mengangkat salah satu keluarga yang dipandang ahli dalam
jabatannya, hanya karena ia salah satu dari keluarganya? Jawabanya hanyalah
satu, “tidak haram”.
Jika hal itu dapat dijadikan alasan untuk mengecam
khalifah Utsman, mengapa kaum Syi’ah dan penulis makalah diam membisu tanpa
komentar apalagi mengecam ketika khalifah Ali mengangkat Qustam bin Abbas
(pernah menjabat pimpinan haji tahun 37 H) sebagai Gubernur di Makkah, dan
mengangkat Abdullah bin Abbas sebagai Gubernur di Yaman (al-Ya’qubi juz 2
halaman 179), dan Muhammad bin Abu Bakar (anak tiri Sayyidina Ali) untuk Mesir,
Ya’ad Ibnu Hubairoh (putra saudara perempuan sayyidina Ali bin Abi Thalib yang
bernama Ummu Hani’) sebagai Gubernur di Kharasa, dan mengangkat Muhammad Ibnu
Hanafiyah sebagai panglima. Mengapa kalian diam membisu, padahal khalifah Ali
banyak mengangkat keluarganya?.
….Sa’id Aqil gegabah menuduh shahabat
Ammar bin Yasir rodliallahu ‘anhumasebagai pemompa semangat
memberontak. Sungguh tuduhan ini palsu dan penuh kebohongan. Bukankah Allah SWT
dengan firman-Nya yang indah telah berjanji memberikan pahala yang baik
terhadap mereka yang dalam kategori shahabat?….
Dengan penjelasan-penjelasan tersebut di atas, maka
keterangan dan memutarbalikkan fakta yang dipropagandakan lingkaran setan yang
dibuat oleh mereka, mereka adalah bohong dan dusta serta merupakan fitnah yang
keji terhadap khalifah Utsman RA.
Marwan bin Hakam RA: ia adalah sasaran kecaman dan
pusat caci maki yang dilontarkan oleh golongan Saba’iyah dan Syi’ah. Tuduhan dan
kecaman yang paling bayak dilontarkan kepadanya antara lain: diangkatnya Marwan
bin Hakam oleh khalifah Utsman sebagai sekretarisnya, penguasa seperlima harta
rampasan perang di Afrika, surat Marwan bin Hakam yang isinya perintah untuk
membunuh pemberontak yang dari Mesir, dan dikembalikannya Marwan bin Hakam ke
Madinah dari tempat pembuangan di Thoif oleh khalifah Utsman.
Saya insya Allah dalam pertemuan hari ini akan
memberikan jawaban satu persatu berdasarkan dari keterangan-keterangan ulama:
tentang perizinan bagi Marwan bin Hakam meninggalkan tempat pembuangannya di
Thoif, kemudian pindah ke Madinah. Maka hal itu sepanjang kenyataanya: bahwa
Nabi Muhammad SAW pada saat-saat terakhir telah mengizinkan kembalinya shahabat
Marwan ke Madinah atas usul permohonan sayyidina Utsman, namun beliau mendadak
wafat sebelum terlaksana pemindahan Marwan ke Madinah. Perizinan itu didengar
dan diterima langsung oleh sayyidina Utsman.
Jikalau pada saat sayyidina Abu Bakar menjadi khalifah
menolak kembalinya Marwan ke Madinah demikian pula khalifah Umar, maka hal itu
sesuai dengan ketentuan syariat Islam: bahwa kesaksian satu orang itu tidak
diterima. Tetapi pada saat sayyidina Utsman menjabat sebagai khalifah dan
beliau yakin sepenuhnya bahwa perizinan itu sungguh telah diberikan oleh Nabi
Muhammad SAW, maka khalifah Utsman melaksanakan (artinya beliau tidak salah),
(dari kitab ath-Thobari fi Manaqibil ‘Asyroh).
Tentang harta rampasan perang di Afrika
yang dikatakan dijual dengan harga tidak layak kepada shahabat Marwan bin Hakam
yakni sejumlah 500.000 dinar, maka sebenarnya adalah sebagai berikut: Dari
rampasan perang yang bersifat emas, perak, mata uang, panglima Abdullah bin Abi
Saroh mengeluarkan khumus (seperlima) yaitu sebesar 500.000
dinar, karena khumus merupakan hak baitul mal, maka jumlah itu
dikirimkan panglima kepada khalifah Utsman di Madinah. Kemudian khalifah
menyerahkan kepada baitul mal. Masih adalagi khumus dari harta rampasan perang
yakni seperlima dari peralatan dan seperlima dari jumlah ternak hewan. Maka
jumlah seperlima dari jumlah benda dan ternak itu sulit diangkut karena jauhnya
jarak, maka jumlah itulah yang dijual pada shahabat Marwan bin Hakam dengan
harga 100.000 dirham, dan merupakan hak baitul mal di Madinah, kemudian empat
seperlima dari harta rampasan perang itu dibagi-bagikan kepada anggota pasukan
yang ikut dalam perang, karena itu adalah hak mereka.
….Mengapa Sa’id Aqil dengan lancang menghina shahabat
Utsman dan shahabat Ammar, padahal Rasulullah SAW bersabda: Jangan kalian
mencaci-maki Shahabat-Shahabatku….
Tentang surat Ibnu Khaldun mengatakan, mereka (kaum
pemberontak dari Kufah, Bashrah, Mesir) berangkat meninggalkan Madinah tetapi
tidak lama kemudian mereka kembali lagi dengan membawa surat yang dipalsukan
yang mereka katakan: bahwa mereka mendapatkannya dari tangan pembawanya untuk
di sampaikan kepada Gubernur Mesir, sedang surat itu berisikan perintah
membunuh pemberontak. Khalifah Utsman bersumpah ia tidak tahu-menahu tentang
surat yang dimaksud, mereka berkata kepada khalifah: berilah kuasa kepada kami
untuk bertindak terhadap Marwan bin Hakam, sebab ia adalah sekretaris Anda.
Tetapi Marwan bersumpah bahwa ia tidak melakukannya, ia berkata: tidak ada
dalam hukum Lebih dari pada ucapan saya (Ibnu Khaldun hal 135).
Jauh sebelum itu, sayyidina Ali telah mengatakan:
bahwa surat itu hanya karangan belaka yang diada-adakan, beliau mengatakan:
bagaimana kalian wahai ahli Kufah dan ahli Basroh dapat mengetahui apa yang
dialami ahli Mesir, padahal kalian telah menempuh jarak beberapa marhalah dalam
perjalanan pulang, tetapi kemudian kalian berbalik menuju Madinah, demi Allah
persengkokolan ini diputuskan di Madinah, mereka menjawab: terserah bagaimana
kalian menanggapi, kami tidak membutuhkan orang itu biarkanlah ia meninggalkan
kami (Ath-Thabari juz 11 hal 150).
Sedangkan analisisnya apakah mungkin orang seperti
shahabat Marwan bin Hakam menjadi sekretaris khalifah Utsman jika dianggap
orang yang tidak baik tanpa mendapat reaksi tokoh-tokoh shahabat, seperti
sayyidina Ali bin Abi Tholib pahlawan perang Khaibar, Sa’ad bin Abi Waqqos,
penakluk Persia termasuk sepuluh orang yang dijamin masuk surga, Tolhah Ibnu
Ubaidillah yang menjadi perisai Rasulullah SAW di perang Uhud dan lain-lainnya,
jawabannya: tidak mungkin. Padahal kenyataan sejarah membuktikan mereka
tokoh-tokoh shahabat sama sekali tidak memberikan reaksi bahkan tidak protes
sama sekali.
Oleh karena itu cerita buruk tentang shahabat Marwan bin
Hakam adalah Isu, fitnah yang di hembuskan oleh kaum Saba’iyah dan Syi’ah.
Bukankah Romlah bin Ali dikawinkan mendapatkan anak shahabat Marwan bin Hakam
yang bernama Muawiyyah bin Marwan bin Hakam, bukankah putra Hasan yang kedua
(Hasan bin Hasan bin Ali) telah dikawinkan mendapat cucu Marwan bin Hakam yaitu
Walid bin Abdul malik bin Marwan, seandainya Marwan bin Hakam betul-betul orang
jelek, saya kira tidak bakal terjadi hubungan kekeluargaan (besanan) antara
sayyidina Ali dengan shahabat Marwan.
Oleh karena itu, Ibnul Arobi, Ibnu Hajar, Ibnu
Taimiyah, adz-Dzahabi dan lain-lainnya mengata-kan: Bahwa riwayat-riwayat
tentang peristiwa-peristiwa itu saling bertentangan dan sedikitpun tidak dapat
dipakai sebagai dalil yang sohih (al-Awashim hal 100, as-Shawa’iq hal 68,
Minhajus Sunnah juz III hal 192)
Sehubungan dengan itu, para ulama hadits ketika
membaca riwayat palsu menjelaskan bahwa kebanyakan riwayat mengenai kecaman
terhadap shahabat Mu’awiyah, Amr Ibnul ‘Ash dan Bani Umayyah, begitu pula
kecaman terhadap Walid bin Uqbah dan Marwan bin Hakam, adalah riwayat palsu dan
dusta yang dibuat serta yang diada-adakan oleh golongan pendusta yang menjadi
kebohongan dan kedustaan sebagai agama mereka. Demikian menurut Ibnul Qoyyum
dan lain-lainnya.
Tentang Ammar bin Yasir yang dituduh
menghembuskan sikap anti khalifah, memompakan semangat memberontak oleh Said
Aqil. Jawabannya: sungguh saya amat sangat terkejut pada saat saya membacanya,
sungguh kejam apa yang dituduhkan kepadanya, bukankah dia putra Yasir? Bukankah
Nabi Muhammad SAW telah memberikan jaminan sebagai penghuni surga kepada Yasir
dan keluarganya? (shobron yaa ala Yasir inna mau’idakum al-jannah)
Artinya: sabarlah wahai keluarga Yasir sesungguhnya janji kalian di surga.
Memang telah terjadi perselisihan antara Ammar dengan
khalifah Utsman akan tetapi perselisihannya tidak sampai memompakan semangat
memberontak. Buktinya, pada saat pembangkang bersenjata mengepung rumah
khalifah Utsman dan mereka menghalang-halangi masuknya air dirumah Khalifah, maka
marahnya Ammar dan berteriak sambil berkata: maha suci Allah, akankah kalian
menghalangi air kepada orang yang membeli sumur Raumah dan memberikannya kepada
kaum muslimin.
Kemudian Ammar membawa air itu sendiri
tanpa mendapat halangan dari mereka, karena mereka takut, segan dengan sebab
kebesarannya. Jadi perselisihan tokoh-tokoh shahabat terhadap sayyidina Utsman
tidak bakal mendorong mereka untuk berontak sebab mereka telah mewarisi
ukhuwwah Islamiyah yang ditanamkan Nabi Muhammad SAW kepada mereka. Sa’id Aqil
gegabah menuduh shahabat Ammar bin Yasir rodliallahuanhuma sebagai
pemompa semangat memberontak, bahkan melakukan penghinaan terhadap shahabat
Utsman RA. Lebih jauh Said Aqil menuduh bahwa runtuhnya khalifah Utsman dan
akhirnya menjadi bencana bagi Islam adalah disebabkan adanya kelompok-kelompok
munafiqin yang sebagian besar dari Bani Umayyah. Sungguh semua tuduhan tersebut
adalah palsu dan penuh kebohongan terhadap mereka. Pernahkah Allah SWT dan
Rasul-Nya serta tokoh-tokoh shahabat menuduh mereka seperti yang dilakukan oleh
Said Aqil? Bukankah Allah SWT dengan firman-Nya yang indah telah berjanji
memberikan pahala yang baik terhadap mereka yang dalam kategori shahabat serta
yang lain jika perilakunya sama dengan shahabat-shahabat Nabi Muhammad SAW.
“Tidak sama diantara kamu orang yang
menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Makkah). Mereka lebih
tingi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang
sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih
baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.
Al-Hadid: 10 )
Bahwa ayat ini adalah sekaligus menolak tuduhan palsu
Saudara Sa’id Aqil kepada penduduk Makkah (bukan karena Allah), tapi karena
slogan yang digunakan oleh Abu Bakar di Bani Tsaqifah al-Aimmatu Min Quraisy
(halaman tiga makalah Sa’id Aqil).
….Sungguh ini adalah su’udhon terburuk
terhadap shahabat-shahabat Nabi Muhammad SAW sepanjang sejarah NU dan musibah
berat bagi NU, seterusnya akan berubah menjadi malapetaka bagi NU dan warga
NU….
Sungguh ini adalah su’udhon terburuk
terhadap shahabat-shahabat Nabi Muhammad SAW sepanjang sejarah NU dan musibah
berat bagi NU, seterusnya akan berubah menjadi malapetaka bagi NU dan warga NU.
Oleh karena itu, semua ini harus dihentikan tidak boleh terus berkepanjangan.
Bukankah shahabat Utsman RA dan Ammar bin Yasir RA
termasuk arti makna kandungan firman Allah:
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang
pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang
yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun
ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah
kemenangan yang besar”. (QS. At-Taubah: 100 )
Bukankah beliau (Utsman RA) kawan Nabi Muhammad SAW di
surga sebagaimana di sabdakan oleh Nabi Muhammad SAW:
لِكُلِّ نَبِىٍّ رَفِيْقٌ وَرَفِيْقِيْ – يعنى في الجنة – عثمان
Mengapa Sa’id Aqil dengan lancang menghina shahabat
Utsman? Dan secara serampangan menuduh shahabat Ammar sebagai pelopor pemberontakan
terhadap khalifah Utsman.
مَنْ عَادَى عَمَّارًَا عَادَاهُ اْللهُ – وَمَنْ أبْغَضَ عَمَّارًا أبْغَضَهُ اللهُ
“Barangsiapa yang memusuhi Ammar, maka
Allah memusuhinya dan barangsiapa yang membenci Ammar, maka Allah membecinya”.
Betapa indahnya Allah menyampaikan perihal mereka
dalam Ayat-Ayat tersebut dan Ayat-Ayat yang lain dan sebaliknya betapa buruknya
kata-kata yang keluar dari mulut Sa’id Aqil terhadap mereka.
Bukankah Nabi Muhammad SAW bersabda :
لاََتََسُبُّوْا أصْحَابِي فَلَوْ أَنَّ اَحَدَكُمْ اَنْفَقَ مِثلَ اُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ اَحَدِهِمْ
“Jangan kalian mencaci-maki
Shahabat-Shahabatku, maka jika seandainya salah satu orang diantara kalian
menginfaqkan emas sebesar gunung Uhud, maka pahalanya tidak akan sampai satu
mud dibanding dengan pahala mereka”.
….Betapa indahnya Allah menyampaikan perihal mereka
dalam ayat-ayat Al-Quran, dan sebaliknya betapa buruknya kata-kata yang keluar
dari mulut Sa’id Aqil terhadap mereka….
Betapa besar penghargaan Nabi Muhammad terhadap Ammar
dan jasa mereka dan dalam hadits ini Nabi Muhammad juga secara langsung
memperingatkan dengan keras kepada generasi sesudah shahabat agar mereka
hati-hati, tidak asal bicara, apalagi sampai menuduh, menghina, dan mencaci
maki terhadap shahabat dan Nabi Muhammad SAW.
Disini saya yang dlaif, penuh kekurangan sudah
memperingatkan dan menasehati semua pihak khususnya pada Sa’id Aqil agar jangan
gegabah terhadap shahabat Nabi Muhammad SAW dan jika tidak menghiraukan maka
saya terpaksa mengatakan:
لعْنَةُ اللهِ عَلَى شرِّكُمْ
“Semoga Allah melaknat kejahatan kalian”
Sungguh masih banyak hal-hal yang penting untuk
dikemukakan dalam masalah Gus-Dur dan Sa’id Aqil, tetapi sekali lagi waktu
sangat terbatas sekali. Oleh karena itu penjelasan dan penolakan kami akhiri
sekian saja dan mohon maaf.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
(Disadur dari buku: “Kritik terhadap Gus Dur dan
Sa’id Aqil & Menyiasati Bahaya Syi’ah di Kalangan Nahdlatul Ulama di
Penghujung Abad ini, karya KH. Abdul Hamid Baidlowi, Pengasuh Pondok Pesantren
Al-Wahdah Sumber Girang Lasem Rembang Jawa Tengah, Penerbit Pondok Pesantren
Al-Wahdah, Rajab 1431/Juni 2010, halaman 13-26).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar