Laman

Rabu, 17 April 2013

Ketika Rima Membuatku Tertawa, dan ‘Abdurrohman Membuatku Menangis

Oleh: Asy-Syaikh Mamduh Farhan Al-Buhairi hafizhohullaahu ta’ala
Putri saya Rima, sebagaimana jamaknya anak-anak usia enam tahun, banyak bertanya tentang apa saja. Pada suatu ketika dia menghampiri saya kemudian bertanya, “Mengapa Abi membaca surah Al-Ikhlash berulang-ulang?”
“Supaya Allah membangunkan rumah untuk abimu di dalam surga.”
“Apakah jika Rima membacanya berulang-ulang juga, akan dibangunkan rumah oleh Allah di surga?”
“Oh, tentu, tetapi Rima harus membacanya sepuluh kali berturut-turut.”
“Mengapa harus sepuluh kali?”
“Karena Nabi shollallaahu ‘alayhi wa’alaa aalihi wasallam bersabda, “Siapa yang membaca qul huwallaahu ahad sepuluh kali, (niscaya) Allah membangunkan untuknya sebuah rumah di surga.”
“Baiklah sepuluh kali!”

Saat itu juga, Rima mulai membaca surah Al-Ikhlash dan saya pun mengikuti bacaannya itu. Begitu melihat saya ikut membaca, Rima berkata, “Abi jangan ikut membaca, nanti di surga Abi tinggalnya di rumah Rima saja!”
“Tidak apa-apa, lebih baik jika kita punya dua rumah.”
“Jangan Abi, Rima maunya Abi tinggal satu rumah dengan Rima!”
Saya pun tertawa lebar mendengarkan pikirannya yang masih polos. kebetulan saat itu ‘Abdurrohman yang masih berusia tiga tahun tiga bulan juga berada dekat kami berdua. Maka saya pun mengambil hatinya dengan mengajaknya ngobrol. Pertanyaan standar yang biasa diajukan kepada anak-anak saya pilih untuk memuqodimahi obrolan kami, “Apa cita-citanya kalau sudah besar kelak?” Saya juga membayangkan jawaban standar yang akan saya dengar, “Jadi dokter, jadi guru, atau jadi pilot.” Tak disangka-tak dinyana, ternyata ‘Abdurrohman memberikan jawaban yang menderaikan air mata saya, dia berkata, “‘Abdurrohman mau jadi Sahabat!”
Saya menariknya ke dada dan mendekapnya. Bukan hanya karena terharu, tetapi juga berusaha menyurutkan derai air mata, sementara hati ini berkata-kata, “Duhai anakku, ayahmu hanya orang biasa, bahkan akan lebih baik jika ayahmu ini hanya butir-butir pasir yang dipijak-pijak oleh para Sahabat itu..”
Seketika saya pun teringat kisah Umar bin Al-Khoththob yang tertawa tetapi sekaligus menangis dalam satu ketika.
Semoga Allah subhanahu wata’ala mengampuni kita semua, dan menjadikan kita sebagai qudwah yang sholeh untuk anak-anak kita.
[Dikutip dari Majalah Qiblati edisi 2 tahun VIII.] via Status Facebook Abu Abdillah Huda
Facebook Fans Page: Kisah Teladan & Sejarah Islam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar