Laman

Kamis, 14 Oktober 2010

Ciri-Ciri Ulama

Penulis: Al Ustadz Abu Usamah bin Rawiyah An Nawawi
Siapa yang dinamakan Ulama?
Terdapat beberapa ungkapan ulama dalam mendefinisikan ulama. Ibnu Juraij rahimahullah

menukilkan (pendapat) dari ‘Atha, beliau berkata: “Barangsiapa yang mengenal Allah, maka
dia adalah orang alim.” (Jami’ Bayan Ilmu wa Fadhlih, hal. 2/49)
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah dalam kitab beliau Kitabul ‘Ilmi mengatakan:
“Ulama adalah orang yang ilmunya menyampaikan mereka kepada sifat takut kepada Allah.”
(Kitabul ‘Ilmi hal. 147)
Badruddin Al-Kinani rahimahullah mengatakan: “Mereka (para ulama) adalah orang-orang
yang menjelaskan segala apa yang dihalalkan dan diharamkan, dan mengajak kepada
kebaikan serta menafikan segala bentuk kemudharatan.” (Tadzkiratus Sami’ hal. 31)
Abdus Salam bin Barjas rahimahullah mengatakan: “Orang yang pantas untuk disebut
sebagai orang alim jumlahnya sangat sedikit sekali dan tidak berlebihan kalau kita
mengatakan jarang. Yang demikian itu karena sifat-sifat orang alim mayoritasnya tidak akan
terwujud pada diri orang-orang yang menisbahkan diri kepada ilmu pada masa ini. Bukan
dinamakan alim bila sekedar fasih dalam berbicara atau pandai menulis, orang yang
menyebarluaskan karya-karya atau orang yang men-tahqiq kitab-kitab yang masih dalam
tulisan tangan. Kalau orang alim ditimbang dengan ini, maka cukup (terlalu banyak orang
alim). Akan tetapi penggambaran seperti inilah yang banyak menancap di benak orang-orang
yang tidak berilmu. Oleh karena itu banyak orang tertipu dengan kefasihan seseorang dan
tertipu dengan kepandaian berkarya tulis, padahal ia bukan ulama. Ini semua menjadikan
orang-orang takjub. Orang alim hakiki adalah yang mendalami ilmu agama, mengetahui
hukum-hukum Al Quran dan As Sunnah. Mengetahui ilmu ushul fiqih seperti nasikh dan
mansukh, mutlak, muqayyad, mujmal, mufassar, dan juga orang-orang yang menggali
ucapan-ucapan salaf terhadap apa yang mereka perselisihkan.” (Wujubul Irtibath bi ‘Ulama,
hal. 8)
Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan ciri khas seorang ulama yang membedakan dengan
kebanyakan orang yang mengaku berilmu atau yang diakui sebagai ulama bahkan waliyullah.
Dia berfirman:
“Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah adalah ulama.” (Fathir: 28)


Ciri-ciri Ulama
Pembahasan ini bertujuan untuk mengetahui siapa sesungguhnya yang pantas untuk
menyandang gelar ulama dan bagaimana besar jasa mereka dalam menyelamatkan Islam dan
muslimin dari rongrongan penjahat agama, mulai dari masa terbaik umat yaitu generasi
shahabat hingga masa kita sekarang.
Pembahasan ini juga bertujuan untuk memberi gambaran (yang benar) kepada sebagian
muslimin yang telah memberikan gelar ulama kepada orang yang tidak pantas untuk
menyandangnya.
a. Sebagian kaum muslimin ada yang meremehkan hak-hak ulama. Di sisi mereka, yang
dinamakan ulama adalah orang yang pandai bersilat lidah dan memperindah perkataannya
dengan cerita-cerita, syair-syair, atau ilmu-ilmu pelembut hati.
b. Sebagian kaum muslimin menganggap ulama itu adalah orang yang mengerti realita hidup
dan yang mendalaminya, orang-orang yang berani menentang pemerintah -meski tanpa
petunjuk ilmu.
c. Di antara mereka ada yang menganggap ulama adalah kutu buku, meskipun tidak
memahami apa yang dikandungnya sebagaimana yang dipahami generasi salaf.
d. Di antara mereka ada yang menganggap ulama adalah orang yang pindah dari satu tempat
ke tempat lain dengan alasan mendakwahi manusia. Mereka mengatakan kita tidak butuh
kepada kitab-kitab, kita butuh kepada da’i dan dakwah.
e. Sebagian muslimin tidak bisa membedakan antara orang alim dengan pendongeng dan juru
nasehat, serta antara penuntut ilmu dan ulama. Di sisi mereka, para pendongeng itu adalah
ulama tempat bertanya dan menimba ilmu.
Di antara ciri-ciri ulama adalah:
1. Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang-orang yang tidak
menginginkan kedudukan, dan membenci segala bentuk pujian serta tidak menyombongkan
diri atas seorang pun.” Al-Hasan mengatakan: “Orang faqih adalah orang yang zuhud
terhadap dunia dan cinta kepada akhirat, bashirah (berilmu) tentang agamanya dan senantiasa
dalam beribadah kepada Rabbnya.” Dalam riwayat lain: “Orang yang tidak hasad kepada
seorang pun yang berada di atasnya dan tidak menghinakan orang yang ada di bawahnya dan
tidak mengambil upah sedikitpun dalam menyampaikan ilmu Allah.” (Al-Khithabul
Minbariyyah, 1/177)
2. Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang yang tidak
mengaku-aku berilmu, tidak bangga dengan ilmunya atas seorang pun, dan tidak
serampangan menghukumi orang yang jahil sebagai orang yang menyelisihi As-Sunnah.”
3. Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang yang berburuk sangka
kepada diri mereka sendiri dan berbaik sangka kepada ulama salaf. Dan mereka mengakui
ulama-ulama pendahulu mereka serta mengakui bahwa mereka tidak akan sampai mencapai
derajat mereka atau mendekatinya.”
4. Mereka berpendapat bahwa kebenaran dan hidayah ada dalam mengikuti apa-apa yang
diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
“Dan orang-orang yang diberikan ilmu memandang bahwa apa yang telah diturunkan
kepadamu (Muhammad) dari Rabbmu adalah kebenaran dan akan membimbing kepada jalan
Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Terpuji.” (Saba: 6)
5. Mereka adalah orang yang paling memahami segala bentuk permisalan yang dibuat Allah
Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al Qur’an, bahkan apa yang dimaukan oleh Allah dan
Rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
“Demikianlah permisalan-permisalan yang dibuat oleh Allah bagi manusia dan tidak ada
yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (Al-’Ankabut: 43)
6. Mereka adalah orang-orang yang memiliki keahlian melakukan istinbath(mengambil
hukum) dan memahaminya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
“Apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau ketakutan, mereka lalu
menyiarkannya. Kalau mereka menyerahkan kepada rasul dan ulil amri di antDengan semua
ini, jelaslah orang yang berpura-pura berpenampilan ara mereka,
tentulah orang-orang yang mampu mengambil hukum (akan dapat) mengetahuinya dari
mereka (rasul dan ulil amri). Kalau tidak dengan karunia dan rahmat dari Allah kepada
kalian, tentulah kalian mengikuti syaithan kecuali sedikit saja.” (An-Nisa: 83)
7. Mereka adalah orang-orang yang tunduk dan khusyu’ dalam merealisasikan
perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
“Katakanlah: ‘Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah).
Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Qur’an
dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan
mereka berkata: “Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi”.
Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah
khusyu’.” (Al-Isra: 107-109) [Mu’amalatul ‘Ulama karya Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Umar
bin Salim Bazmul, Wujub Al-Irtibath bil ‘Ulama karya Asy-Syaikh Hasan binukan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al-Qur’an dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di dalam Sunnahnya. Dengan semua ini, jelaslah orang yang berpura-pura berpenampilan ulama dan berbaju dengan pakaian mereka padahal tidak pantas memakainya. Semua ini membeberkan hakikat ulama ahlul bid’ah yang mana mereka bukan sebagai penyandang gelar ini. Dari Al-Quran dan
As-Sunnah mereka jauh dan dari manhaj salaf mereka keluar.
Contoh-contoh Ulama Rabbani
Pembahasan ini bukan membatasi mereka akan tetapi sebagai permisalan hidup ulama walau
mereka telah menghadap Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mereka hidup dengan jasa-jasa mereka
terhadap Islam dan muslimin dan mereka hidup dengan karya-karya peninggalan mereka.
1. Generasi shahabat yang langsung dipimpin oleh empat khalifah Ar-Rasyidin: Abu Bakar,
‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali.
2. Generasi tabiin dan di antara tokoh mereka adalah Sa’id bin Al-Musayyib (meninggal
setelah tahun 90 H), ‘Urwah bin Az-Zubair (meninggal tahun 93 H), ‘Ali bin Husain Zainal
Abidin (meninggal tahun 93 H), Muhammad bin Al-Hanafiyyah (meninggal tahun 80 H),
‘Ubaidullah bin Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’ud (meninggal tahun 94 H atau setelahnya),
Salim bin Abdullah bin ‘Umar (meninggal tahun 106 H), Al-Hasan Al-Basri (meninggal
tahun 110 H), Muhammad bin Sirin (meninggal tahun 110 H), ‘Umar bin Abdul ‘Aziz
(meninggal tahun 101 H), dan Muhammad bin Syihab Az-Zuhri (meninggal tahun 125 H).
3. Generasi atba’ at-tabi’in dan di antara tokoh-tokohnya adalah Al-Imam Malik (179 H),
Al-Auza’i (107 H), Sufyan bin Sa’id Ats-Tsauri (161 H), Sufyan bin ‘Uyainah (198 H),
Ismail bin ‘Ulayyah (193 H), Al-Laits bin Sa’d (175 H), dan Abu Hanifah An-Nu’man (150H).
4. Generasi setelah mereka, di antara tokohnya adalah Abdullah bin Al-Mubarak (181 H),
Waki’ bin Jarrah (197 H), Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i (203 H), Abdurrahman bin
Mahdi (198 H), Yahya bin Sa’id Al-Qaththan (198 H), ‘Affan bin Muslim (219 H).
5. Murid-murid mereka, di antara tokohnya adalah Al-Imam Ahmad bin Hanbal (241 H),
Yahya bin Ma’in (233 H), ‘Ali bin Al-Madini (234 H).
6. Murid-murid mereka seperti Al-Imam Bukhari (256 H), Al-Imam Muslim (261 H), Abu
Hatim (277 H), Abu Zur’ah (264 H), Abu Dawud (275 H), At-Tirmidzi (279 H), dan
An-Nasai (303 H).
7. Generasi setelah mereka, di antaranya Ibnu Jarir (310 H), Ibnu Khuzaimah (311 H),
Ad-Daruquthni (385 H), Al-Khathib Al-Baghdadi (463 H), Ibnu Abdil Bar An-Numairi (463H).
8. Generasi setelah mereka, di antaranya adalah Abdul Ghani Al-Maqdisi, Ibnu Qudamah
(620 H), Ibnu Shalah (643 H), Ibnu Taimiyah (728 H), Al-Mizzi (743 H), Adz-Dzahabi (748
H), Ibnu Katsir (774 H) berikut para ulama yang29 berikut para ulama yang semasa mereka atau murid-murid mereka
yang mengikuti manhaj mereka dalam berpegang dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah sampai
pada hari ini.
9. Contoh ulama di masa ini adalah Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz,Asy-Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin,
Asy-Syaikh Muhammad Aman Al-Jami, Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i, dan selain
mereka dari ulama yang telah meninggal di masa kita. Berikutnya Asy-Syaikh Ahmad bin
Yahya An-Najmi, Asy-SyaAbdullah Al-Fauzan, Asy-Syaikh Zaid
Al-Madkhali, Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz Alu Syaikh, Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-’Abbad,
Asy-Syaikh Al-Ghudayyan, Asy-Syaikh Shalih Al-Luhaidan, Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi
Al-Madkhali, Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi, Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jabiri dan selain
mereka yang mengikuti langkah-langkah mereka di atas manhaj Salaf. (Makanatu Ahli
Hadits karya Asy-Syaikh Rabi bin Hadi Al-Madkhali dan Wujub Irtibatk
Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar