Laman

Minggu, 17 Oktober 2010

Contoh-Contoh Kemusyrikan Yang Membudaya

Ahmas Faiz Asifuddin

Pendahuluan
Kemusyrikan sudah demikian membudaya, sehingga menjelma menjadi peradaban,

bahkan dikalangan sebagian besar kaum muslimin menjadi agama yang digunakan untuk
mendekatkan diri kepada Allah.
Pemujaan kepada selain Allah oleh sebagian kaum muslimin dari berbagai lapisan
dengan coraknya yang bermacam-macam sudah menjadi keharusan yang mutlak.
Mulai dari jimat-jimat, amalan-amalan, rajah-rajah, pengisian-pengisian, pemujaan-
pemujaan terhadap kuburan, ilmu-ilmu kekebalan dan pengasihan yang berlatar
belakang dzikrullah, dunia per-jin-an perewangan, perdukunan dan berbagai bentuk
kemusyrikan lain.
Inilah sebab utama bagi datangnya musibah yang menimpa kaum Muslimin secara
bertubi-tubi dan beragam bentuknya. Perpecahan, kehinaan, ketertindasan, ekonomi
morat-marit, situasi politik sangat meresahkan dan berbagai madzab lain yang
ditimpakan Allah kepada umat Islam, tidak lain karena mereka umumnya telah berpaling
dari tauhidullah dan terperosok ke dalam pekatnya kegelapan kemusyrikan.
Sementara itu tokoh-tokoh ummat Islam yang mengaku berjuang untuk beramar
ma'ruf nahi mangkar, banyak yang tidak peduli dengan permasalahan mendasar
ini. Bahkan tidak jarang mereka justru ikut terbawa arus memasuki pusaran bid'ah
syirkiyah.



Disalin dari majalah As-Sunnah 09/IV/1421H, hal. 20 - 25.
Sebab ternyata yang diperjuangkannya adalah kedudukan politik sehingga dasar-
dasar pertimbangannya adalah logika dan dugaandugaan serta perasaan-perasaan
politik. Agama dikesampingkan, agama hanya dijadikan sebagai pembenar bagi langkah-
langkah politiknya. Mereka hanya ber kir untuk kepentingan duniawi bagi dirinya dan
kelompoknya saja. Tidak peduli pada nasib ummat yang sedang menuju ke nereka.
Karena itu, akibat yang ditimbulkannya adalah kekacauan demi kekacauan. Tidak
pernah sampai pada kemaslahatan yang diangankan.
Berikut ini adalah sedikit contoh saja dari sekian banyak kemusyrikan yang merajalela:
1. Ngalap Berkah Pada Petilasan/Kuburan Kyai atau Wali
Adalah menjadi hal yang membudaya bahkan dianggap peribadatan yang sangat afdhal
bahwa pada bulan-bulan atau hari-hari tertentu, misalnya bulan Mulud, menjelang
Ramadhan atau bulan-bulan/hari-hari lain. Banyak orang Islam berbondong-bondong
dari berbagai tempat ke petilasan-petilasan/ kuburan-kuburan kyai, orang-orang shaleh
atau yang dianggap wali.
Mereka datang dari tempat yang cukup jauh dengan mencurahkan tenaga kiran dan
harta. Tidak peduli berapa banyak harta yang akan terbuang untuknya. Padahal orang
yang paling suci dan paling terhormat, yaitu Rasulullah telah bersabda:
Janganlah kamu mengharuskan berpergian (untuk ibadah / berziarah)
kecuali ke tiga masjid: Masjidil Haram, Masjidku ini (musjid Nabawi) dan
Masjidil Aqsha (Muttafaq 'Alaih)
Jadi, kecuali ketiga masjid yang disebutkan dalam hadits di atas, Rasulullah telah
melarang umatnya untuk sengaja mengharuskan melakukan perjalanan dalam rangka
peribadatan.
Maka hanya dengan melakukan ziarah-ziarah ke kuburan-kuburan orang yang
dianggap wall dari tempat-tempat yang jauh itu sudah merupakan pelanggaran terhadap
larangan Rasulullah, di samping juga merupakan tindakan bid'ah karena Rasulullah
dan para shahabatnya tidak pernah menjalankannya. Jika memang itu balk, apa lagi
merupakan peribadatan tentu sudah dijalankan oleh Rasulullah dan para shahabatnya.
Sebab mereka adalah orang yang paling bersemangat mengejar kebaikan. Tidak ada
satupun celah kebaikan yang ditinggalkan oleh Nabi dan para shahabatnya.
Apalagi, ternyata bahwa ziarah-ziarah ke kuburan-kuburan / petilasan-petilasan para
wall itu dimaksudkan untuk ngalap berkah, meminta-minta kepada orang yang telah
mati dan mencari syafa'at. Jika demikian halnya, maka jelas bahwa itu adalah syirik
akbar.
Apabila orang tidak bertaubat dari kegiatan ini dan mati dalam keadaan demikian,
maka Allah tidak akan mengampuninya, kekal di dalam neraka,Wal 'iyadzu billah. Allah
berfrrman:
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni perbuatan dosa syirik kepada-Nya,
dan Allah mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa saja yang
dikehendaki-Nya. (an-Nisa': 48)
Mereka mestinya menyadari bahwa apa yang dilakukannya tidak berbeda dengan apa
yang dilakukan kaum Musyrikin jahiliyah pada masa Nab, yaitu tentang apa yang
dikisahkan oleh Allah dalam rman-Nya
Tidakkah kamu memperhatikan Lata, Uzza dan yang ketiga adalah Manat?
(an-Najm: 19-20)
Tiga berhala yang disembah oleh orang-orang jahiliyah dengan cars ngalap berkah,
meminta-minta dan mencari syafa'at. Salah satu berhala itu yakni Lata, oleh sebagian
ulama diantaranya Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, Mujahid, dan Humaid dibaca Latta dengan
tasydid, artinya orang yang pada saat hidupnya terkenal sebagai tukang membikin
makanan dari adonan gandum yang kemudian disajikan bagi para pendatang yang
berthawaf dan beribadah di Baitullah.
Maka ia dianggap sebagai orang berjasa yang ketika mati lain diabadikan menjadi
berhala yang bernama Lata. 1
Nah, mudah-mudahan orang dapat mengerti persamaan kasus di atas, kemudian
menyadari dan meninggalkannya. Karena hal itu termasuk penyembahan kepada selain
Allah.
2. Mencari Kesaktian Lewat AmalanAmalan Dzikir Atau Yang Lainnya
Yang juga membudaya dan menjadi trend disemua lapisan masyarakat; baik tua maupun
muda, laki-laki maupun perempuan, bodoh maupun pintar, awam maupun alim, rakyat
maupun aparat, "orang yang dianggap ulama" maupun Umara, adalah membekali diri
dengan "ngelmu", kesaktian dan kekebalan.
1Lihat Fathul Majid Syarh Kitab at-Tauhid, bab Man Tabarraka bi Syajarah an HajarWa Nahwihima.
Ada yang dengan cara-cara klasik kebatinan, baik dengan istilah black magic (ilmu
hitam) maupun white magic (ilmu putih). Ada pula yang dengan cara-cara dzikir
dan amalan-amalan yang mengandung bacaan-bacaan wirid. Cara yang terakhir ini
banyak mengelabuhi umat Islam. Karena seakan-akan Islami dan tidak syirik. Padahal
hakikatnya sama: Syirik.
Amalan-amalan dzikir dan wirid itu pada hakikatnya hanya sebagai rumus atau kode
untuk membuka hubungan dengan alam Jin. Hal yang tidak pernah dilakukan oleh
Rasulullah maupun para Shahabatnya.
Dengan demikian, penggunaan dzikir dan wirid semacam itu, di samping tidak
berdasarkan tuntunan atsar, juga menyimpang dari tujuan beribadah kepada Allah.
Akhirnya menjadi syirik karena dzikir tersebut digunakan untuk meminta sesuatu kepada
selain Allah, hal yang hanya menjadi kewenangan Allah saja. Allah ber rman:
Sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki dari kalangan manusia meminta
perlindungan kepada beberapa laki-laki diantara jin, maka jin itu
menambahkan rasa takut / dosa kepada manusia. (al-Jin: 6)
Dalam menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir berkata: 2
"Maksudnya (Jin-jin itu mengatakan) kami melihat bahwa kami mempunyai
kelebihan atas manusia, sebab mereka telah meminta perlindungan diri
kepada kami. Maksudnya, ketika manusia melewati suatu lembah atau
padang Sahara yang dianggap angker (mereka meminta perlindungan diri
kepada Jin jin).
Seperti halnya kebiasaan orang Arab pada jaman jahiliyah, mereka meminta
perlindungan diri kepada penggede jin yang mbau reksa tempat angker (yang
mereka singgahi) itu supaya jin-jin di tempat tersebut tidak menimpakan
kesulitan kepada mereka?" 3
Mula Ali Qari al-Hana juga mengatakan:
"Tidak boleh meminta perlindungan kepada jin. Sesungguhnya Allah telah
mencela orang-orang ka r disebabkan hal yang demikian."
Kemudian beliau membawakan ayat al-Qur'an serta keterangannya sebagai berikut:
2Lihat Fathul Majid Syarh Kitab At-Tauhid, bab Min asy-Syirki al-Isti'adzatu bi Ghairillah.
3Demikian secara ringkas.
Dan (ingatlah) hari diwaktu Allah menghimpunkan mereka semuanya,
(dan Allah ber rman): "Hai golongan jin, sesangguhnya kamu telah
banyak (menyesatkan) manusia", lalu berkatalah kawan-kawan mereka
dari golongan manusia: "Ya Rabb kami, sesangguhnya sebagian dari
kami telah mendapat kesenangan dari sebagian yang lain, dan kami telah
sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami". Allah
ber rman: "Neraka itulah tempat tinggal kamu, sedangkan kamu kekal di
dalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki lain. Sesungguhnya Rabbmu
Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui." (al-An'am: 128)
Maksud kesenangan yang didapat manusia dari jin adalah terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan manusia (yang dimintakan lewat jin), dan patuhnya
jin mengikuti perintah-perintah manusia serta patuhnya jin menyampaikan
berita-berita ghaib.
Sedangkan kesenangan yang didapat jin dari manusia adalah pengagungan
manusia terhadap jin, serta permintaan perlindungan dan ketundukan
manusia kepada jin".
Imam Ibnu Qayyim mengatakan,
"Siapa yang menyembelih binatang diperuntukkan bagi setan, meminta-
minta kepada setan, meminta perlindungan (isti'adzah) kepada setan dan
mendekatkan din (taqarub) kepada setan dengan melakukan apa yang disukai
setan, berarti ini telah menyembah setan, sekalipun ia tidak membahasakan
hal itu sebagai penyembahan dan hanya membahasakan bahwa setan
dijadikan khadam. Tetapi sebenarnya, justeru setanlah yang menjadikannya
sebagai khadam bagi setan. Akhirnya ia menjadi khadam setan dan menjadi
penyembahnya.
Dengan begitu, setanpun menjadi khadam yang melayani manusia. Tetapi
pelayanan setan sebagai khadam bagi manusia bukan pelayanan yang bersifat
penyembahan. Sebab setan tidak pernah akan tunduk kepada manusia dan
tidak pernah pula akan menyembah manusia. Tidak sebagaimana halnya
manusia kepada setan." 4
Jadi jelas mencari kesaktian, kedigdayaan dan kekebalan tubuh dengan menggunakan jin
dan perewangan adalah syirk akbar. Pelakunya tidak akan diampuni oleh Allah kecuali
4Lihat Fathul Majid Syarh Kitab At-Tauhid, bab Min asy-Syirki al-Isti'adzatu bi Ghairillah.
dengan taubat. Sekalipun menurut pengakuan orang, jin yang dijadikan perewangan
adalah jin Muslim dan sekalipun cara-cara yang ditempuh menggunakan wirid-wirid
tertentu. Allah al-Musta'an.
3. Meminta Bantuan Kepada Arwah Rasul, Wali Atau Tokoh
Meminta bantuan kepada arwah Rasul, wali atau tokoh-tokoh, ini bukan hanya menjadi
kebiasaan dan keyakinan yang membudaya, tetapi bahkan dihidup-hidupkan sebagai
kesenian budaya. Sehingga kegiatan itu betul-betul menyatu dan mendarah daging
dalam jiwa dan keyakinan sebagian besar masyarakat.
Dapat disaksikan dibanyak tempat adanya upacara-upacara serta kesenian-kesenian
ritual yang berisi kegiatan syaithani ini. Bahkan dalam nyanyian-nyanyian dan
senandungnya sering terdengar ungkapanungkapan seperti: "Al-madad, al-madad ya
Rasul". Artinya: "Bantuan, bantuan wahai Rasul." Maksudnya meminta bantuan
kepada Rasul yang telah wafat. Tentu ini adalah syirik akbar.
Dan peringatan-peringatan maulid Nabi merupakan media yang subur untuk kegiatan-
kegiatan semacam ini. Pujian-pujian kepada nabi yang disenandungkan sarat dengan isi
kemusyrikan, misalnya:
Wahai lmam para Rasul, wahai sandaranku
Engkau adalah pintu Allah dan gantunganku 5
Begitu pula bait-bait sesudahnya yang berisi pujian berlebihan hingga mendudukan
Rasulullah seperti Tuhan. Subhanallah `amma Yusyrikun.
Kadang ada pula masyarakat yang datang ke kuburan tokoh, lalu katanya dapat
berdialog dengan arwah tekoh tersebut untuk meminta bantuan. Padahal yang bersuara
adalah jin (setan) dengan memyerupai suara tokoh dimaksud agar manusia terperosok
dalam keka ran.
4. Akik, Sabuk, dan Qur’an Stambul Sebagai Jimat
Ketika akik diyakini memiliki daya magis, atau telah diisi dengan amalan-amatan
mantera oleh dukun (atau oleh dukun yang bernama kyai bersorban) hingga akik
tersebut diyakini berkekuatan magis. Maka orang masih berkelit dengan argumen-
argumen; "Bahkan number kekuatan sebenarnya adalah Allah, sedangkan akik tersebut
hanya wasilah raja." Karenanya orang beranggapan tidak syirik.
5Lihat Minhaj al-Foraqah an-Najiyah, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, di bawah sub judul, Min
Madhahir asy-Syirik.
Terlebih lagi yang menjadi pialang akik-akik tersebut adalah orang-orang yang
dianggap ulama' atau ahli agama. Sehingga sempurnalah selubung syubhat yang
menutupi kemusyrikan tersebut.
Begitu pula sabuk yang telah diisi dengan rajah-rajah, hijib-hijib atau mantera-
mantera. Pelaku atau pemiliknya adalah pelaku kemusyrikan. Dan pengisi sabuk
tersebut adalah dukun yang harus dijauhi, sekalipun berkedok orang yang bersorban.
Tidak berbeda pula dengan Qur'an stambul, sebuah Qur'an (yang biasanya)
berukuran kecil mungil dan huruf-hurufnya tidak terbaca kecuali (barangkali) dengan
kaca pembesar. Buku yang dibikin menyerupai al-Qur'an dalam ukuran terlalu kecit ini
diyakini bisa menolong pemiliknya dari marabahaya.
Mungkin benda yang meyerupai al-Qur'an itu sengaja dibuat oleh WALI-WALI
SETAN untuk mengelabuhi manusia supaya mudah terjerumus dalam kemusyrikan.
Orang akan berdalih: "Bukankah ini Qur'an? dan bukankah alQur'an merupakan obat?"
Nah al-Qur'an sebagai obat disalah artikan maknanya untuk kepentingan jimat. Dan
itu adalah syirik.
Dalam sebuah hadits riwayat Ahmad, Rasulullah bersabda:
Barang siapa yang mengalungkan Tamimah, maka sesungguhnya ia telah
Masyrik. (Hadits Shahih)
Tamimah, menurut al-Mundziri artinya untaian kalung yang dipakai guna mengusir
penyakit. (Keyakinan terhadap tamimah) ini adalah kejahilan dan kesesatan. Sebab
tidak ada sesuatupun yang dapat menghalangi atau menolak apapun kecuali Allah. 6
Menurut Abu as-Sa'adaat:
Tamimah adalah untaian kalung yang dahulu oleh orang Arab dipakaikan kepada anak-
anaknya agar terlindungi dari ganguan setan.
Tetapi hal ini kemudian diberantas oleh Islam. 7
Berdasarkan hadits ini, memakai Tamimah atau kalung apa saja untuk tujuan
perlindungan diri dari ganguan setan, ganguan roh jahat, penyembuhan penyakit atau
tolak bala', adalah termasuk syirik yang harus diberantas.
Demikianlah beberapa contah kemusyrikan yang sangat membudaya di tengah
masyarakat. Di sana masih banyak contoh-contoh lain yang sangat membelenggu don
mencengkaram keyakinan masyarakat.
6ibid.
7ibid.
Secara garis besar contoh-contoh itu antara lain: menyakini kesialan angka 13,
keyakinan jika menabrak kucing maka akan celaka, keyakinan para sopir jika melewati
jalan angker harus berpamitan terlebih dahulu kepada yang Mbau rekso tempat angker
tersebut dengan membunyikan klakson, keyakinan bahwa tiap malam jum'at kliwon
harus memberikan sesajian diperempatan-perempatan jalan, adat istiadat menginjak
telor dan segala kegiatan yang mengiringi bagi pengantin, memasang dekorasi dengan
tandanan pisang pada pinto masuk halaman dalam pests pengantin, brobosan (melewati
bawah) jenazah yang akan diberangkatkan antak di kubur, menyakini kebenaran para
dukun dan tiara normal, menyakini bahwa seekor kerbau dapat memberikan berkah,
menyakini bahwa pusaka atau kereta keraton dapat memberikan berkah sehingga perlu
dimandikan dan airnya dijadikan rebutan, dan berbagai contoh kemusyrikan lain yang
tidak mungkin disebutkan satu persatu.
Apabila hal-hal di atas masih membelenggu keyakinan masyarakat, menjadi budaya
dan tidak ada upaya untuk memberantasnya, maka umat ini tidak dapat diharapkan
akan keluar dari kesulitan-kesulitan dan bencana-bencana. Di dunia akan sengsara dan
di akhirat akan binasa. Nas'alullah at-Tau q.
Penutup
Sebagai penutup, di bawah ini adalah kisah yang harus dijadikan ibrah:
Dart Abu Waqit al-Laitsi, ia mengatakan: Kami keluar bersama Nabi untuk
berperang ke Hunain, kami waktu itu baru saja meninggalkan keka ran
(baru masuk Islam), sedangkan kaum Musyrikin naempunyai sebuah pohon
Sidrah yang dijadikan tempat i'tihaf (bersemedi) mereka, dan mereka senang
menggantungkan senjatasenjata mereka (supaya rnenjadi senjata sakti) pada
pohon itu. Pohon itu disebut sebagai pohon yang memiliki keramat.
Kemudian hami melewati pohon itu.
Maka kami berkata kepada Rasulullah:
"Ya Rasalullah, buatkanlah untuk kami sesuatu yang dik-
eramatkan sebagaimana mereka (kaum Musyrikin) mempunyai
sesuatu yang dikeramatkan".
Maka Rasulullah menjawab:
Allahu Akbar, ini merupakan jalan / kebiasaan (yang sadah terjadi
sejak dahulu-pen). Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya,
kalian telah berkata seperti apa yang telah dikatakan oleh Barn
Israil kepada Musa, yaitu (yang tersebut dalam surat al-A'raf: 138
artinya):
'Buatkanlah untuk kami berhala sebagaimana mereka mempunyai
berhala-berhala. Musa menjawab: Sesungguhnya kalian benar-
benar orang yang bodoh". Sunggah kalian benar-benar
mengikuti jalan /kebiasaan orang-orang sebelum kalian." 8
Kisah di atas merupakan kisah yang dapat memberikan pelajaran bagi orang-orang
yang ber kir. Orang harus merasa takut terjerumus dalam kemusyrikan. Sebab orang
terkadang menganggap baik terhadap sesuatu dan menyangka sebagai taqarrub kepada
Allah, padahal sesuatu itu justru merupakan hal yang paling menjauhkan seseorang dari
rahmat Allah, dan paling potensial mendatangkan murka Allah.
Berdasarkan kisah di atas, juga dapat diambil kesimpulan bahwa istilah atau sebutan
tidak membatasi hakikat suatu masalah. Sekalipun sekarang sebutan Dzatu anwath
(sesuatu yang memiliki keramat) tidak dipakai misalnya, tetapi ternyata hakikat
permasalahanya sama, maka tetap saja merupakan kemusyrikan.
Orang yang musyrik tetap musyrik walaupun ia menamakan kemusyrikannya sebagai
amalan wirid. Meminta-minta kepada orang mati, menyembelih untuk orang mati,
bernadzar untuk orang mati dan sebagainya tetap syirik sekalipun kegiatan-kegiatan itu
diistilahkan sebagai penghormatan atau sebagai ungkapan rasa cinta kepada nabi yang
telah mati.
Rasulullah murka dan menganggap permintaan shahabat akan Dzatu anwath, sama
dengan permintaan Bani Israil kepada Musa akan berhala. Jadi jelas yang menjadikan
ukuran bukan istilahnya, tetapi hakikatnya.
Begitulah, hendaknya contoh-contoh tentang kemusyrikan di alas menjadi bahan
kajian, bahwa bukan hanya itu saja bentuk kemusyrikan, tetapi bisa berkembang dalam
berbagai bentuk lain.
Yang jelas umat Islam harus berhati-hati dan berupaya keras untuk kembali
mempelajari agamanya secara benar kemudian mengamalkannya secara benar supaya
selamat dunia dan akhiratnya.
Alangkah indahnya jika umat manusia hanya beribadah kepada Allah saja, tidak
melakukan kemusyrikan sedikitpun, tidak melakukan penyelewengan-penyelewengan
8HR Tirmidzi dan beliau menshahihkanya.
peribadatan dan bersedia meninggalkan kemaksiatan sekecil apapun. Nas'alullaha at-
Tau q wa as Sadad.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar