Laman

Rabu, 24 Oktober 2012

Keutamaan Abu Bakr dan ‘Umar yang Disebutkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di Depan ‘Aliy radliyallaahu ‘anhum

Al-Imam Ibnu Majah rahimahullah berkata :
حدثنا هشام بن عمار ثنا سفيان عن الحسن بن عمارة عن فراس عن الشعبي عن الحارث عن علي قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أبو بكر وعمر سيدا كهول أهل الجنة من الأولين والآخرين إلا النبيين والمرسلين لا تخبرهما يا علي ما داما حيين
Telah menceritakan kepada kami Hisyaam bin ‘Ammaar : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan (bin ‘Uyainah), dari Al-Hasan bin Al-‘Umaarah, dari Firaas, dari Asy-Sya’biy, dari Al-Haarits, dari ‘Aliy, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam “Abu Bakr dan ‘Umar adalah dua orang pemimpin bagi orang-orang dewasa penduduk surga, dari kalangan terdahulu maupun yang kemudian selain para Nabi dan Rasul. Jangan engkau khabarkan hal ini kepada mereka wahai ‘Aliy, selama mereka masih hidup” [Sunan Ibni Maajah no. 95].


Hadits ini juga diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 3666, ‘Abdullah bin Ahmad dalamFadlaailush-Shahaabah no. 196 & 202 & 290, Al-Qathii’iy dalam tambahannya terhadap kitab Fadlaailush-Shahaabah no. 632 & 633 & 666, Al-Bazzaar dalam Al-Bahruz-Zakhaar no. 828-831, Ath-Thahawiy dalam Syarh Musykilil-Aatsaar no. 1965, Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no. 1370, Ibnu ‘Adiy dalam Al-Kaamil 4/1489, Al-Aajurriy dalam Asy-Syarii’ah 3/67 no. 1373-1375,  dan Al-Khathiib dalam Taariikh Baghdaad6/148-149 & 7/617-618; dari beberapa jalan, dari Asy-Sya’biy, dari Al-Haarits Al-A’war, dari ‘Aliy bin Abi Thaalib, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Al-Haarits bin ‘Abdillah Al-A’war adalah seorang yang lemah menurut jumhurmuhadditsiin. Ada pembicaraan yang panjang mengenai Al-Haarits ini. Bahkan sebagianmuhadditsiin memberikan jarh keras dengan mendustakaannya, seperti : Asy-Sya’biy (dalam satu perkatannya), Muslim, Ibnul-Madiiniy, dan yang lainnya. Sebagian yang lain, ada pula yang mentsiqahkannya seperti : Ibnu Ma’iin, An-Nasa’iy (dalam satu perkataannya), Ibnu Syaahin, dan Ahmad bin Shaalih Al-Mishriy. Beberapa ulama menjelaskan bahwa pendustaan mereka terhadap Al-Haarits ini karena pemikirannya yang condong kepada Syi’ah/Rafidlah, bahkan disebutkan ia berlebih-lebihan dalam masalah ini. Namun dalam periwayatan hadits, ia bukan seorang pendusta. Ia di-jarhkarena lemah dalam dlabth-nya. Ahmad bin Shaalih Al-Mishriy pernah ditanya perihal pendustaan Asy-Sya’biy terhadap Al-Haarits, maka ia menjawab : “Ia (Asy-Sya’biy) tidak mendustakannya dalam hadits, namun ia hanya mendustakan pemikirannya saja” [Ats-Tsiqaat li-Ibni Syaahin, lembar 17]. Ibnu Hibban berkata : “Ia seorang berlebih-lebihan dalam tasyayyu’, dan lemah dalam hadits” [Al-Majruuhiin, 1/222]. Ibnu Hajar pun kemudian memberi kesimpulan : “….Ia telah didustakan oleh Asy-Sya’biy dan dituduh sebagai Rafidlah. Namun dalam hadits, ia lemah….” [At-Taqriib, hal. 211 no. 1036]. Adapun Adz-Dzahabiy memberi kesimpulan : “Seorang Syi’ah yang lemah (syi’iy layyin)” [Al-Kaasyif, 1/303 no. 859]. Inilah yang raajih mengenai diri Al-Haarits,wallaahu a’lam. Selengkapnya, silakan lihat Tahdziibul-Kamaal, 5/244-253 no. 1025,Tahdziibut-Tahdziib  2/145-147 no. 248, Al-Jaami’ fil-Jarh wat-Ta’diil 1/142 no. 742, dan Siyaru A’laamin-Nubalaa’ 4/152-155 no. 54.
Diriwayatkan juga oleh ‘Abdullah bin Ahmad dalam Fadlaailush-Shahaabah no. 93 dari jalan Abu ‘Abdirrahman ‘Abdullah bin ‘Umar, dari Al-Muhaaribiy, dari Ismaa’iil bin Abi Khaalid, dari Zubaid As-Siyaas, dari Asy-Sya’biy, dari seseorang yang telah menceritakannya, dari ‘Aliy bin Abi Thaalib secara marfuu’. Riwayat ini lemah karenamubham-nya perawi antara Asy-Sya’biy dan ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu. Kuat penunjukkannya bahwa perawi mubham tersebut adalah Al-Haarits bin ‘Abdillah Al-A’war, sebagaimana riwayat sebelumnya. Adapun perawi lainnya adalah tsiqah, namun Al-Muhaaribiy seorang mudallis dan ia membawakan secara ‘an’anah.
Diriwayatkan juga oleh Al-Qathii’iy dalam tambahannya terhadap kitab Fadlaailush-Shahaabah no. 708 & 709 dan Abu Ya’laa no. 533 dari jalan Asy-Sya’biy, dari ‘Aliy bin Abi Thaalib secara marfu’ tanpa menyebutkan Al-Haarits bin Al-A’war. Riwayat tersebut shahih jika saja tidak ada keraguan gugurnya Al-Haarits yang menyebabkan sanadnya terputus (munqathi’). Sebagian ulama menyebutkan bahwa ia telah mengambil dan mendengar riwayat dari ‘Aliy sehingga dalam riwayat ini dihukumi muttashil. Namun yang raajih – wallaahu a’lam – adalah yang pertama, karena tidak shahih penyimakan Asy-Sya’biy dari ‘Aliy bin Abi Thaalib selain dari hadits rajam [lihat Al-‘Ilal oleh Ad-Daaruquthniy 4/96-97 no. 449].
Selain dari Al-Haarits, Asy-Sya’biy juga mengambil riwayat ‘Aliy dari :
1.    Zaid bin Yutsai’. Ath-Thahawiy dalam Syarh Musykilil-Aatsaar no. 1964 meriwayatkan dari Bakkaar, dari Ibraahiim bin Abil-Waziir, dari Muhammad bin Abaan, dari Abu Janaab, dari Asy-Sya’biy, dari Zaid bin Yutsai’, dari ‘Aliy secaramarfu’. Sanad riwayat ini lemah, dikarenakan kelemahan Abu Janaab. Abu Janaab adalah Yahyaa bin Abi Hayyah, ia telah dilemahkan oleh jumhur ahli hadits seperti : Ibnu Sa’d, Yahyaa Al-Qaththaan, Ibnu Ma’iin, ‘Utsmaan Ad-Daarimiy, Al-‘Ijilliy, Al-Jauzajaaniy, dan yang lainnya. Ia juga seorang perawi yang banyak melakukantadliis, dan dalam riwayat ini ia membawakan dengan ‘an’anah.
2.    Nufai’ bin Raafi’ Ash-Shaaigh. ‘Abdullah bin Ahmad dalam Fadlaailush-Shahaabahno. 94 dari jalan ‘Abdullah bin ‘Umar bin Abaan, dari Al-Muhaaribiy, dari Abu Janaab, dari Zubaid, dari ‘Aamir Asy-Sya’biy, dari Nufai’ atau Ibnu Nufai’, dari ‘Aliy secara marfu’. Riwayat ini lemah dikarenakan ‘an’anah Al-Muhaaribiy dan kelemahan Abu Janaab.
Selain dari Al-Haarits, Zaid bin Yutsai’, dan Nufai’ bin Raafi’; riwayat ‘Aliy ini juga mempunyai mutaba’ah dari :
1.    Zirr bin Hubaisy.
Asy-Syaikh Al-Albaniy berkata : “Diriwayatkan oleh Ad-Daulabiy dalam Al-Kunaa2/99, Ibnu ‘Adiy 2/100, ‘Abdul-Ghaniy Al-Maqdisiy dalam Al-Ikmaal 1/14/2, dan Ibnu ‘Asaakir 9/310/1; dari beberapa jalan, dari ‘Aashim bin Bahdalah, dari Zirr, dari ‘Aliy secara marfu’” [Silsilah Ash-Shahiihah 2/468 no. 824].
Sanad riwayat ini hasan. ‘Aashim, ia adalah Ibnu Abin-Nujuud, seorang tsiqah yang sedikit diperbincangkan faktor hapalannya. Haditsnya hasan selama tidak ada pertentangan dan pengingkaran dalam riwayatnya. Adapun Zirr bin Hubaisy, maka ia seorang yang tsiqah.
2.    ‘Aliy bin Al-Husain bin ‘Aliy bin Abi Thaalib.
Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 3665. Sanad riwayat ini sangat lemah karena keterputusan (inqitha’) antara ‘Aliy bin Al-Husain dengan ‘Aliy bin Abi Thaalib, dan kelemahan Al-Waliid bin Muhammad Al-Muwaqqariy (sebagaimana dikatakan oleh At-Tirmidziy sendiri), bahkan ia seorang yang matruk.
Diriwayatkan juga oleh ‘Abdullah bin Ahmad dalam Fadlaailush-Shahaabah no. 245. Sanad riwayat ini lemah karena inqitha’ dan kelemahan Muhammad bin ‘Abdirrahman bin Abi Mulaikah. Ia telah dilemahkan oleh jumhur ahli hadits.
3.    Al-Hasan bin ‘Aliy bin Abi Thaalib.
Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad dalam Zawaaidul-Musnad 1/80 danFadlaailush-Shahaabah no. 141 serta Al-Aajuriiy dalam Asy-Syarii’ah 3/68-69 no. 1376; dari jalan Wahb bin Baqiyyah Al-Waasithiy, dari ‘Umar bin Yuunus Al-Yamaamiy, dari ‘Abdullah bin ‘Umar Al-Yamaamiy, dari Al-Hasan bin Zaid bin Hasan, dari ayahnya, dari, kakeknya, dari ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu secara marfu’ [lihat jugaIthraaful-Musnid oleh Ibnu Hajar, 4/395 no. 6198].
Sanad riwayat ini hasan, seluruh perawinya tsiqah lagi terkenal kecuali Al-Hasan bin Zaid bin Al-Hasan. Ibnu Hajar berkata : Jujur, kadang salah (shaduuq yahimu). Dan ia seorang yang mempunyai keutamaan” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 236 no. 1252]. Sedangkan ‘Abdullah bin ‘Umar Al-Yamaamiy, ia adalah ‘Abdullah bin Muhammad Al-Yamaamiy, dikenal sebagai Ibnu Ar-Ruumiy, termasuk rijaal Muslim.
4.    Al-Khaththaab atau Abul-Khaththaab.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 12/11 dan Ibnu Abi ‘Aashim no. 1419 dari jalan Zaid bin Hubaab, dari Muusaa bin ‘Ubaidah, dari Abu Mu’aadz, dari Al-Khaththaab atau Abul-Khaththaab, dari ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu secara marfuu’. Muusaa bin ‘Ubaidah Ar-Rabdziy dalam sanad ini adalah seorang yang lemah haditsnya [lihatAt-Taqriib, hal. 983 no. 7038]. Adapun Abu Mu’aadz dan Khaththaab, belum diketahui biografinya, wallaahu a’lam.
Hadits ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu ini mempunyai beberapa syawaahid, di antaranya :
a.    Abu Juhaifah radliyallaahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan no. 6904 (Al-Mawaarid no. 2192) dan Ad-Daulabiy dalam Al-Kunaa 1/120 dari jalan Khunais bin Bakr bin Khunais, serta Ibnu Maajah no. 100 dari jalan ‘Abdul-Qudduus bin Bakr bin Khunais); keduanya dari Maalik bin Mighwal, dari ‘Aun bin Abi Juhaifah, dari ayahnya secara marfu’.
Sanad riwayat ini hasan. Khunais bin Bakr bin Khunais disebutkan biografinya oleh Ibnu Abi Haatim dalam Al-Jarh wat-Ta’diil 3/394 tanpa menyebutkan jarh ataupunta’dil. Sejumlah perawi meriwayatkan hadits darinya. Abu ‘Aliy Shaalih bin Jazarah mendla’ifkannya, sedangkan Ibnu Hibbaan mentsiqahkannya [lihat Lisaanul-Miizaanno. 1693]. Sebagaimana disebutkan, riwayat Khunais ini diikuti oleh ‘Abdul-Qudduus bin Bakr bin Khunais. Abu Haatim mengatakan : “Tidak mengapa dengannya (laa ba’sa bih)”. Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat. Ahmad, Ibnu Ma’iin, dan Abu Khaitsamah tidak menghiraukan haditsnya. Ibnu Hajar memberi kesimpulan atas diri ‘Abdul-Qudduus dengan menyebutkan pen-ta’dil-an Abu Haatim (yaitu : laa ba’sa bih). Adz-Dzahabiy memberi kesimpulan ia seorang perawi yang dipercaya [lihat Tahdziibul-Kamaal 18/235-236 no. 3494, Tahdziibut-Tahdziib 6/369 no. 707, At-Taqriib hal. 618 no. 4172, dan Al-Kaasyif 1/660 no. 3421].
b.    Anas bin Maalik radliyallaahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad dalam Fadlaailush-Shahaabah no. 129, Ibnu Abi ‘Aashim no. 1420, At-Tirmidziy no. 3664, Ath-Thahawiy dalam Syarh Musykilil-Aatsaar 5/217 no. 1963, Adl-Dliyaa’ Al-Maqdisiy dalam Al-Mukhtarah no. 2508-2510, dan Al-Aajurriy dalam Asy-Syarii’ah 3/69 no. 1377-1378; semuanya dari jalan Muhammad bin Katsiir, dari Al-Auza’iy, dari Qatadah, dari Anas bin Maalikradliyallaahu ‘anhu secara marfuu’. Sanad riwayat ini lemah karena Muhammad bin Katsiir. Ibnu Hajar berkata : “Jujur, tapi banyak salahnya (shaduuq, katsiirul-ghalath)” [At-Taqriib, hal. 891 no. 6291]. Selain itu, Qatadah membawakan riwayat dengan ‘an’anah sedangkan ia masyhur dalam tadliis.
c.    Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad dalam Fadlaailush-Shahaabah no. 200 dari jalan Muhammad bin Basysyaar, dari Salam bin Qutaibah, dari Yuunus bin Abi Ishaaq, dari Asy-Sya’biy, dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu secara marfu’. Sanad riwayat ini hasan. Muhammad bin Basysyaar adalah tsiqah menurut jumhur ahli hadits. Salam bin Qutaibah bin ‘Amr Al-Baahiliy, ia seorang yang shaduuq [lihatAt-Taqriib, hal. 397 no. 2485]. Yuunus bin Abi Ishaaq, ia termasuk rijaal Muslim. Asy-Sya’biy adalah seorang tsiqah masyhur.
d.    Abu Sa’iid Al-Khudriy radliyallaahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh Al-Bazzaar dalam Kasyful-Astaar 3/168 no. 2492 dan Ath-Thahawiy dalam Syarh Musykilil-Aatsaar no. 1966; dari dua jalan yang kesemuanya dari ‘Aliy bin ‘Aabis, dari Abu Jahhaaf & ‘Abdul-Malik bin Abi Sulaimaan & Katsiir Bayaa’ An-Nawaa, (ketiganya) dari  ‘Athiyyah Al-‘Aufiy, dari Abu Sa’iid Al-Khudriyradliyallaahu ‘anhu secara marfuu’. Sanad riwayat ini lemah. ‘Aliy bin ‘Aabis, Katsiir Bayaa’ An-Nawaa, dan ‘Athiyyah Al-‘Aufiy adalah para perawi lemah.
e.    Jaabir radliyallaahu ‘anhu.
Al-Haitsamiy berkata : “Diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath, dari syaikhnya yang bernama Al-Miqdaam bin Daawud. Ibnu Daqiiqil-‘Ied berkata tentanya : ‘Ia dipercaya, namun dilemahkan oleh An-Nasa’iy dan yang lainnya’. Adapun perawi lainnya termasuk perawi Ash-Shahiih” [Majma’uz-Zawaaid, 9/53 no. 14360].
f.     Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhumaa.
Diriwayatkan oleh Al-Khathiib dalam Taariikh Baghdaad 11/443 & 16/318 dan Al-Aajuriiy dalam Asy-Syarii’ah 3/69 no. 1379; keduanya dari jalan Ibnu Makhlad, dari Yahyaa bin Maarimmah, dari ‘Ubaidullah bin Muusaa, dari Thalhah bin ‘Amr, ‘Athaa’, dari Ibnu ‘Abbaas, secara marfuu’. Namun sanad riwayat ini sangat lemah. Thalhah bin ‘Amr adalah perawi matruuk [lihat At-Taqriib, hal. 464 no. 3047].
g.    Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa.
Asy-Syaikh Al-Albaaniy berkata : “Diriwayatkan oleh As-Sahmiy dalam Taariikh Jurjaan no. 77 dan Ibnu ‘Asaakir 13/23/1. Ibnu Abi Haatim berkata (2/389) dari ayahnya : ‘Hadits ini baathil, yaitu dengan sanad ini…”. Kemudian beliau menambahkan : “Para perawinya tsiqaat, selain ‘Abdurrahmaan bin Maalik bin Mighwal, ia seorang pendusta sebagaimana dikatakan Abu Daawud. Ad-Daaruquthniy berkata : ‘Matruuk” [Ash-Shahiihah, 2/471].
Secara keseluruhan dapat kita lihat bahwa hadits ini adalah shahih tanpa ada keraguan.
Kuhuul (كهول) secara bahasa maknanya adalah orang yang berusia 30 sampai 50 tahun. Ada beberapa makna terkait hal ini sebagaimana dijelaskan para ulama mengenai hadits di atas. Ada pula yang mengatakan maknanya adalah bahwa Abu Bakr dan ‘Umar pemimpin bagi penduduk surga yang saat di dunia meninggal saat mencapai usia tersebut. Ada yang mengatakan maknanya adalah Abu Bakr dan ‘Umar merupakan pemimpin bagi penduduk surga yang berakal lagi baligh, yaitu ini keadaan umum bagi penduduk surga (yang Allah masukkan dalam keadaan berakal dan baligh).[1]
Ada satu faedah penting yang dapat kita ambil dari hadits ini, yaitu tentang keutamaan dua orang syaikh (Abu Bakr dan ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa). Mereka berdua adalahpemimpin orang-orang dewasa dari kalangan ahlul-jannah dari kalangan terdahulu dan kemudian – selain para Nabi dan Rasul – dimana ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu termasuk di antaranya. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan hal itu di depan ‘Aliy bin Abi Thaalib sebagai penegasan keutamaan mereka berdua dibandingkan para pembesar shahabat lain (termasuk ‘Aliy), dan ia (‘Aliy) pun mengakuinya.
Tentu saja ini sejalan dengan perkataan ‘Aliy bin Abi Thaalib saat ditanya siapa shahabat yang paling utama.
عن عمرو بن حريث، قال : سمعت عليا وهو يخطب على المنبر وهو يقول : ألا أخبركم بخير هذه الأمة بعد نبيها، أبو بكر، ألا أخبركم بالثاني فإن الثاني عمر.
Dari ‘Amr bin Hariits, ia berkata : Aku pernah mendengar ‘Aliy berkhutbah di atas mimbar. Ia berkata : “Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang sebaik-baik umat ini setelah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam ? yaitu Abu Bakr. Maukah aku beritahukan kepada kalian yang kedua ? yaitu ‘Umar” [Diriwayatkan oleh Ahmad dalamFadlaailush-Shahaabah no. 398 dengan sanad hasan].
عن محمد بن الحنفية قال: قلت لأبي: أيُّ الناس خير بعد رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم؟ قال: أبو بكر، قال: قلت: ثم من؟ قال: ثم عمر، قال: ثم خشيت أن أقول ثم من؟ فيقول عثمان، فقلت: ثم أنت يا أبتِ؟ قال: ما أنا إلا رجل من المسلمين.
Dari Muhammad bin Al-Hanafiyyah, ia berkata : Aku bertanya kepada ayahku (yaitu ‘Ali bin Abi Thaalib radliyalaahu ‘anhu) : “Siapakah manusia yang paling baik setelah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ?”. Beliau menjawab : “Abu Bakr”. Aku bertanya : “Kemudian siapa ?”. Beliau menjawab : “Kemudian ‘Umar”. Muhammad bin Al-Hanafiyyah berkata : “Kemudian aku takut untuk mengatakan kemudian siapa (setelah ‘Umar). Namun kemudian beliau berkata : “Kemudian ‘Utsman”. Aku kembali bertanya : “Kemudian setelah itu engkau wahai ayahku ?”. Beliau menjawab : “Aku hanyalah seorang laki-laki dari kalangan kaum muslimin” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 4629; shahih].
Sekaligus ini sebagai bantahan bagi kaum Syi’ah yang mengingkari keutamaan Abu Bakr dan ‘Umar. Juga sebagai bantahan klaim mereka bahwa pujian ‘Aliy kepada Abu Bakr dan ‘Umar hanya sebagai perwujudan ke-tawadlu’-annya atau sebagai taqiyyah. Mengenai ke-tawadlu’-an, kita memang tidak meragukannya ada pada diri ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu. Namun itu sama sekali tidak menafikkan hakekat keutamaan keduanya di atas ‘Aliy, sebagaimana itu dikatakan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Aliy. Adapun tentang taqiyyah, Ahlus-Sunnah tidak ada urusan membahas hal itu.
Tulisan ini bukan bertujuan untuk merendahkan kedudukan ‘Aliy bin Abi Thaalibradliyallaahu ‘anhu, atau bahkan membencinya – sebagaimana tuduhan orang Syi’ah yang telah kehilangan akal sehatnya (dengan menuduh : Naashibiy, pembenci Ahlul-Bait) – . Bahkan, tidak sempurna iman seorang muslim jika ia tidak mencintai ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu. Kedudukan beliau menjulang tinggi bersama bintang-bintang di atas langit. Tidak lebih, tulisan ini sebagai wujud pembelaan kepada Abu Bakr dan ‘Umar dimana kaum Syi’ah enggan untuk mengakui kedudukannya, bahkan malah mengkafirkannya !!
Terakhir, dapat kita lihat keamanahan ‘Aliy bin Abi Thaalib dalam menyampaikan hadits keutamaan Abu Bakr dan ‘Umar radliyallaahu ‘anhum. Hal sebaliknya, kita lihat pada kaum Syi’ah yang mengklaim cinta pada ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu. Alih-alih untuk menyampaikan, mengakuinya pun tidak.
Demikian takhrij hadits ini di-up load-kan. Walau bukan takhrij yang bersifat daqiiq, saya berharap ada manfaatnya. Wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa’ – 1431].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar