Majelis
Gelak
Tawa
(Tajuk: Majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XI)
Tidak bisa dipungkiri, saat-saat tertentu kita memang membutuhkan suasana rilek dan santai untuk mengendorkan urat syaraf, menghilangkan rasa pegal dan capek sehabis bekerja. Diharapkan setelah itu, badan kembali segar, mental stabil, semangat bekerja tumbuh kembali, sehingga produktifitas semakin meningkat. Hal itu sah-sah saja dilakukan selama tidak berlebihan dan tidak mengandung hal-hal yang dilarang dalam ajaran agama kita, Islam. Karena sebagaimana diceritakan dalam banyak riwayat, bahwa Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam juga bercanda. Terkadang beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam bercanda bersama para sahabat yang sudah dewasa, terkadang dengan anak kecil, dan juga dengan keluarganya. Ini beliau lakukan kadang-kadang saja, tidak setiap saat dan tetap memperhatikan ajaran-ajaran agama. Meski bercanda, Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam tidak pernah berdusta dalam candanya.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda :
إِنِّـي لَأَمْزَحُ وَلاَ أَقُوْلُ إِلاَّ حَقًّ
Sesungguhnya aku juga bercanda,
akan tetapi aku tidak mengucapkan sesuatu kecuali yang benar saja.
akan tetapi aku tidak mengucapkan sesuatu kecuali yang benar saja.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam juga mengancam orang yang berdusta untuk membuat orang lain tertawa. Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda :
وَيْلٌ لِلَّذِي يُـحَدِّثُ فَـيَكْذِبُ لِـيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ
Celakalah seseorang yang berbicara dusta
untuk membuat orang lain tertawa,
celakalah ia, celakalah ia.
untuk membuat orang lain tertawa,
celakalah ia, celakalah ia.
Ini menunjukkan, larangan melanggar rambu-rambu syariat meskipun saat bergurau, seperti berdusta, membeberkan aib orang lain, dan menjadikannya sebagai bahan tertawaan, lelaki menyerupai wanita, atau sebaliknya.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
قَالَ لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
الْـمُتَشَبِّهِيْنَ مِنْ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ
وَالْـمُتَشَبِّهَاتِ مِنْ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
قَالَ لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
الْـمُتَشَبِّهِيْنَ مِنْ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ
وَالْـمُتَشَبِّهَاتِ مِنْ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
Dari Ibnu Abbas radhiyallâhu'anhu , beliau berkata:
“Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam melaknat kaum lelaki yang meniru wanita
dan kaum wanita yang meniru kaum lelaki”.
(HR Imam al-Bukhari)
“Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam melaknat kaum lelaki yang meniru wanita
dan kaum wanita yang meniru kaum lelaki”.
(HR Imam al-Bukhari)
Dalam bercanda juga tidak boleh melecehkan dan menghina ajaran agama atau orang yang konsisten dengan ajaran agama, seperti melecehkan orang yang memelihara lihyah (jenggot), syariat poligami, dan lain sebagainya. Karena yang seperti ini, dikhawatirkan terkena firman Allâh Ta'âla, yang artinya:
Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu),
tentu mereka akan menjawab:
“Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”.
Katakanlah:
“Apakah dengan Allâh, ayat-ayat- Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”
Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman.
(Qs at-Taubah/9:65-66)
tentu mereka akan menjawab:
“Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”.
Katakanlah:
“Apakah dengan Allâh, ayat-ayat- Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”
Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman.
(Qs at-Taubah/9:65-66)
Berdasarkan penjelasan singkat di atas, jelaslah bahwa perlu hati-hati pada saat bercanda, sehingga tidak terjebak dalam perbuatan dosa. Namun sangat disayangkan, banyak orang yang kurang peduli, bahkan sama sekali tidak peduli dengan hal ini. Sehingga kita saksikan, berbagai pelanggaran biasa dilakukan saat bercanda atau menghibur orang. Mulai dari ucapan bohong, membuka aib, melecehkan agama, lelaki menyerupai gaya perempuan atau sebaliknya, dan bahkan mengucapkan kalimat-kalimat yang diharamkan agama seperti ucapan kufur –iyadzan billah–.
Awalnya, banyak orang yang merasa risih mendengarnya, tapi karena sering dan berulang-ulang terjadi, akhirnya seakan-akan menjadi hal yang biasa –semoga Allâh Ta'âla melindungi kita dan seluruh kaum muslimin dari perbuatan buruk ini–.
Ditambah lagi dengan muncul kesan, bahwa bercanda itu seolah suatu keharusan dalam banyak hal. Sehingga kita saksikan sebagian majlis taklim atau ceramah-ceramah didesain dan dipadukan dengan humor. Sehingga sebagian umat Islam terkondisi dengan keadaan seperti itu. Akibatnya kajian yang ‘gersang’ dari guyonan kurang mendapat penggemar.
Islam memang menganjurkan untuk menghibur orang yang sedang susah, tetapi bukan secara bebas dengan segala cara. Ada koridor yang perlu diperhatikan. Begitu juga dengan orang yang sedang susah, sah-sah saja mencari atau melakukan sesuatu yang bisa menghibur diri, namun hendaklah dilakukan tanpa melanggar larangan Allâh Ta'âla dan Rasul-Nya.
Renungkanlah, menonton lawakan atau canda tanpa batas, sesungguhnya lebih banyak mengandung maksiat dan tidak akan bisa memberikan ketenangan hakiki, melainkan hanyalah kesenangan semu. Kalaupun canda itu tidak mengandung unsur maksiat dan dosa, tetapi ingatlah pesan Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam :
لاَ تُكْثِرُوا الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُـمِيتُ الْقَلْبَ
Janganlah kalian sering tertawa,
karena sering tertawa akan mematikan hati.
karena sering tertawa akan mematikan hati.
Semoga Allâh Ta'âla senantiasa memberikan hidayah kepada kita semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar