Menyerahkan Zakat Kepada Saudara yang Fakir
Soal: Saya memiliki seorang saudara laki-laki dan saudara perempuan yang menikah dengan laki-laki fakir dan terlilit hutang. Apakah saya boleh menyerahkan zakat harta saya seluruhnya kepada mereka berdua? Bilamana uang zakat tersebut dapat menutupi hutang mereka berdua. Dan apakah mereka punya hak dari harta zakat?
Jawab: Tidak ada larangan menyerahkan zakat kepada mereka berdua jika keduanya muslim dan benar-benar terlilit hutang hingga uang zakat tersebut dapat menutupi hutang yang tidak sanggup mereka lunasi. Sebab mereka berdua termasuk salah satu dari delapan jenis orang yang berhak menerima zakat yang disebutkan Allah dalam surat at-Taubah ayat 60. (Syaikh Ibnu Baz)
Hukum Menyerahkan Zakat Kepada Ibu Kandung
Soal: Apakah boleh menyerahkan zakat kepada ibu kandungnya sendiri?
Jawab: Seorang muslim tidak boleh menyerahkan zakat hartanya kepada kedua orang tuanya sendiri, dan tidak boleh pula menyerahkannya kepada anak-anak kandungnya sendiri. Bahkan kewajibannya terhadap kedua orang tua dan anak-anaknya adalah menafkahkan sebagian hartanya kepada mereka jika mereka membutuhkannya. Sementara ia tergolong mampu menafkahkan hartanya untuk mereka. Wabillahi taufiq. (Syaikh Ibnu Baz)
Kriteria Miskin dan Fakir
Soal: Siapakah orang miskin yang berhak menerima zakat? Dan apa bedanya antara fakir dan miskin?
Jawab: Orang miskin adalah orang fakir yang tidak dapat menutupi kebutuhan hidupnya dengan cukup. Sementara fakir lebih rendah lagi keadaannya daripada miskin. Keduanya termasuk salah satu dari delapan jenis orang yang berhak menerima zakat yang disebutkan Allah dalam surat at-Taubah ayat 60, berbunyi:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. 9:60)
Siapa saja yang punya pemasukan yang dapat memenuhi kebutuhan makan, minum, pakaian dan tempat tinggalnya, baik berupa tunjangan, usaha, gaji atau sejenisnya maka ia tidak disebut fakir atau miskin dan tidak boleh menyerahkan zakat kepadanya. (Syaikh Ibnu Baz)
Hukum Menyerahkan Zakat Kepada Saudara Kandung atau Paman
Soal: Bolehkah menyerahkan zakat kepada saudara kandung yang membutuhkan (miskin, punya pekerjaan namun penghasilannya tidak mencukupi) dan bolehkah menyerahkan zakat tersebut kepada paman yang miskin? Apakah boleh seorang wanita menyerahkan zakat hartanya kepada saudaranya laki-laki atau perempuan atau kepada pamannya?
Jawab: Tidak masalah seorang menyerahkan zakatnya kepada saudara, paman atau bibi yang fakir, saudara lelaki maupun perempuan. Demikian juga boleh menyerahkannya kepada segenap kerabat yang fakir berdasarkan dalil-dalil umum. Bahkan menyerahkan zakat kepada kaum kerabat terhitung sedekah dan penyambungan tali silaturahim. Dan berdasarkan sabda nabishallallahu 'alaihi wasallam: “Bersedekah kepada fakir miskin hanya terhitung sedekah, namun bersedekah kepada kerabat terhitung sedekah dan penyambungan tali silaturrahim”. Kecuali kedua orang tua, termasuk kakek nenek dan seterusnya, anak lelaki maupun perempuan serta cucu dan seterusnya, ia tidak boleh menyerahkan zakat kepada mereka. Meskipun mereka fakir. Namun kewajibannya terhadap mereka adalah memberi nafkah kepada mereka dari hartanya jika ia sanggup dan tidak ada orang yang lain menanggung nafkah mereka kecuali dia seorang. (Syaikh Ibnu Baz)
Menyerahkan Zakat Kepada Mujahidin Afghanistan
Soal: Ada seorang yang dapat dipercaya mengatakan bahwa ia sanggup menyampaikan zakat kepada seorang syaikh yang dapat dipercaya untuk kemudian dibagikan kepada mujahidin Afghanistan. Apakah saya boleh menyerahkan zakat emas saya kepada orang itu? Atau adakah penyaluran lain yang lebih baik? Terutama sangat sulit bagi saya sebagai seorang wanita untuk mencari orang yang berhak menerimanya.
Jawab: Dibolehkan menyerahkan zakat kepada mujahidin Afghan sebagaimana yang dijelaskan dalam fatwa alim ulama. Hal itu karena para mujahidin tersebut sekarang tengah memerangi kaum kafir. Apabila seseorang mendapatkan orang yang dapat dipercaya untuk menyerahkannya kepada mujahidin Afghanistan atau mengirimnya langsung, maka ia boleh menyerahkan zakatnya kepada orang tersebut. Dengan demikian telah gugur kewajiban atas dirinya dan pahalanya ada di sisi Allah. (Syaikh Ibnu Jibrin)
Menyerahkan Zakat Kepada Saudara Perempuan
Soal: Saya mempunyai seorang saudara perempuan yang telah berkeluarga, keadaannya sangat memprihatinkan. Apakah saya boleh menyerahkan zakat harta kepadanya untuk menaikkan taraf hidupnya dan membantunya untuk mendidik anak-anaknya? Lebih-lebih suaminya sudah tidak mengacuhkan dirinya lagi dan kami sudah kehabisan akal untuk memperbaiki keadaan suaminya itu!
Jawab: Jika saudara perempuan Anda itu benar-benar miskin sementara suaminya tidak memberi nafkah kepadanya dan Anda telah kehabisan akal untuk memperbaiki keadaannya serta tidak ada orang yang mampu memaksanya untuk memberi nafkah, maka boleh menyerahkan zakat kepada saudara perempuan Anda tersebut sekadar kebutuhannya. (Syaikh Ibnu Baz)
Menyerahkan Zakat Kepada Orang yang Hendak Menikah
Soal: Seorang pemuda yang taat beragama ingin segera berumah tangga. Sudah barang tentu ia membutuhkan bantuan biaya untuk penyelenggaraan pernikahannya itu. Apakah saya boleh menyerahkan sebagian zakat saya kepadanya untuk membantunya melangsungkan pernikahan?
Jawab: Boleh menyerahkan zakat kepada pemuda tersebut untuk membantunya melangsungkan pernikahan apabila ia tidak mampu membiayainya. Wallahu waliyut taufiq. (Syaikh Ibnu Baz)
Hukum Menyerahkan Zakat Kepada Suami yang Miskin
Soal: Bolehkah seorang istri menyerahkan zakat hartanya kepada suaminya sendiri, jika suaminya itu seorang fakir?
Jawab: Seorang istri boleh menyerahkan zakat kepada suaminya yang fakir untuk menutupi kefakirannya itu berdasarkan firman Allah subhaanahu wata'ala:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
”Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. 9:60) (Lajnah Da’imah)
Hukum Menyediakan Permadani dan Merenovasi Masjid dari Uang Zakat
Soal: Apakah boleh mengalokasikan uang zakat untuk membeli permadani masjid, merenovasinya dan sejenisnya. Sebagai catatan, tidak ada seorangpun yang mampu mengurusinya sementara penduduk sekitar masjid adalah orang-orang fakir.
Jawab: Tidak syak lagi bahwa pengurusan masjid berkaitan dengan Departemen Agama yang merupakan lembaga yang bertanggung jawab untuk mengurus dan memperbaiki masjid-masjid, termasuk menyediakan permadani dan mencukupi kebutuhan masjid. Jika Departemen Agama tidak mampu untuk mengurus seluruh kebutuhan masjid karena mengurus urusan yang lebih penting serta menunda pengurusan masjid, sementara penduduk tidak sabar menunggu, maka hendaknya mereka segera memperbaiki masjid tersebut dari harta mereka. Adapun zakat terkhusus untuk delapan jenis orang yang telah ditentukan Allah dalam firman-Nya:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
”Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. 9:60)
Dari situ jelaslah bahwa masjid bukanlah salah satu dari delapan jenis yang disebutkan dalam ayat. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada nabi kita Muhammad, kepada keluarga serta sahabat-sahabat beliau. Wabillahi taufiq. (Lajnah Da’imah)
Menyerahkan Zakat Kepada Orang yang Terkena Hukum Pidana dan Terlilit Hutang
Soal: Apakah boleh menyerahkan zakat kepada orang yang terkena hukum pidana atau terkena denda (diyat) dan orang yang terlilit hutang bilamana mereka meminta bantuan?
Jawab: Allah telah menjelaskan orang-orang yang berhak menerima zakat dalam firman-Nya:
”Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. ” (QS. 9:60)
”Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. ” (QS. 9:60)
Di antara orang yang berhak menerima zakat tersebut adalah orang yang berhutang. Orang yang berhutang ada dua jenis:
(Pertama) Yang berhutang demi mendamaikan dua orang yang bersengketa. Yaitu orang yang menjadi penengah untuk mendamaikan dua kelompok besar yang bertikai. Misalnya antara dua kabilah besar atau dua keluarga besar yang bersengketa tentang darah dan harta hingga menjurus kepada permusuhan, kemudian si penengah tersebut menanggung pembayaran harta yang dipersengketakan untuk meredam permusuhan di antara mereka. Maka dibolehkan menyerahkan zakat kepada si penengah tersebut sejumlah uang yang ditanggungnya meskipun ia orang kaya. Hal itu jika uang yang dipakai oleh si penengah tersebut uang pinjaman, jika uangnya sendiri, maka tidak boleh menyerahkan zakat kepadanya.
(Kedua)Orang yang berhutang untuk menebus dirinya dari orang kafir, atau untuk perniagaan yang dibolehkan atau yang diharamkan kemudian ia bertaubat. Jika ia seorang fakir, maka dibolehkan menyerahkan zakat kepadanya untuk melunasi hutangnya sekalipun karena Allah. (Lajnah Da’imah)
Hukum Menyerahkan Zakat Kepada Satu Keluarga
Soal: Apabila seorang ingin mengeluarkan zakat hartanya yang jumlahnya sedikit, misalnya dua ratus riyal. Manakah yang lebih utama, menyerahkannya kepada satu keluarga (yang berhak menerima zakat) atau membagi-bagikannya kepada beberapa keluarga. Berilah kami jawaban semoga Anda mendapat pahala.
Jawab: Jika jumlah zakat yang akan dikeluarkan jumlahnya sedikit, tentu saja menyerahkannya kepada satu keluarga yang membutuhkan lebih utama dan afdhal. Sebab membagi-bagikannya kepada beberapa keluarga sementara jumlahnya sedikit tentu saja manfaatnya juga berkurang. (Syaikh Ibnu Baz)
Tidak Boleh Menyerahkan Zakat Kepada Ibu dan Orang yang Meninggalkan Shalat
Soal: Apakah saya boleh menyerahkan sejumlah harta kepada ibu saya dan menganggapnya sebagai zakat? Perlu diketahui bahwa ayah saya masih memberi nafkah kepadanya dan keadaannya juga baik-baik saja, alhamdulillah?
Demikian pula saya mempunyai seorang saudara laki-laki yang mampu bekerja dan belum menikah, sementara dia tidak menjaga shalat lima waktu (semoga Allah memberi petunjuk kepadanya), apakah saya boleh menyerahkan zakat kepadanya? Berilah saya jawaban semoga Allah senantiasa menjaga Anda.
Jawab: Anda tidak boleh menyerahkan zakat Anda tersebut kepada ibu Anda, sebab ibu bapak tidak termasuk orang yang berhak menerima zakat. Dan juga ibu Anda tersebut telah tercukupi kebutuhannya oleh bapak Anda.
Sementara saudara lelaki Anda itu, maka tidak boleh menyerahkan zakat kepadanya selama ia masih meninggalkan shalat. Sebab shalat merupakan rukun Islam yang terpenting setelah syahadatain. Dan juga orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja kafir hukumnya. Ditambah lagi ia seorang yang berkemampuan dan sanggup berusaha. Bilamana ia membutuhkan nafkah, maka orang tuanyalah yang berhak memenuhinya, sebab orang tuanyalah yang bertanggung jawab atas dirinya dalam hal nafkah selama mereka berkemampuan. Semoga Allah memberi hidayah kepadanya dan membimbingnya kepada jalan yang benar serta melindunginya dari keburukan dirinya, dari godaan setan dan teman-teman yang jahat. (Syaikh Ibnu Baz)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar