Hadits dha’if (ضعيف) adalah hadits yang tidak memenuhi persyaratan hadits shahih atau hasan. [Lihat Muqaddimah Ibnu Shalah (hal. 41), Ikhtishar Ulumil Hadits (hal. 44), Taudhihul Afkar (I/247),Musthalahul Hadits (hal. 15), Syarh Mandzumah Al-Baiquniyyah (hal. 45), dan Tadribur Rawi (I/195)]
Hadits maudhu’ (موضوع) adalah hadits yang dibuat-buat dan didustakan atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. [Lihat Muqaddimah Ibnu Shalah (hal. 95),Lamahat ‘an Ushulil Hadits (hal. 305), Musthalahul Hadits (hal. 35), Syarh Mandzumah Al-Baiquniyyah (hal. 45), dan Tadribur Rawi (I/323)]
Hadis maudhu’ (palsu) bisa diketahui ketika dalam sanadnya terdapat salah satu perawi yang pernah dikenal telah berdusta dalam menyampaikan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tidak ada jalur lain, selain dari orang pendusta ini. [Muqadimah fi Musthilah Hadist karya al-Khusyu'i, hlm. 439]
Hal-Hal Yang Menyebabkan Hadits Menjadi Dha’if
Suatu hadits menjadi dha’if (lemah) disebabkan oleh dua hal, yaitu:
Sebab pertama, terputusnya atau gugurnya sanad.
Sanad (سند) adalah jalur untuk sampai kepada matan, atau rangkaian perawi yang menghubungkan kepada matan hadits. [Lihat Taisir Musthalahul Hadits (hal. 18),Musthalahul Hadits (hal. 58), dan Tadribur Rawi (I/27)]
Ada beberapa jenis hadits dha’if yang disebabkan oleh terputusnya sanad, yaitu:
1. Hadits mu’allaq (المعلق), yaitu hadits yang terputus dari sanad awalnya sesudah mukharrij (imam pencatat hadits).
2. Hadits mu’dhal (المعضل), yaitu hadits yang dalam sanadnya terputus dua orang rawi atau lebih, secara berturut-turut.
3. Hadits munqathi’ (المنقطع), yaitu hadits yang dalam sanadnya gugur seorang rawi sebelum sahabat, atau gugur dua orang rawi di dua tempat dengan syarat tidak berturut-turut.
4. Hadits mudallas (المدلّس), yaitu hadits yang sanadnya disembunyikan dan disangkakan pada derajat yang lebih tinggi daripada derajat yang sebenarnya. Orang yang melakukannya disebut mudallis dan perbuatannya disebut tadlis.
1. Hadits mu’allaq (المعلق), yaitu hadits yang terputus dari sanad awalnya sesudah mukharrij (imam pencatat hadits).
2. Hadits mu’dhal (المعضل), yaitu hadits yang dalam sanadnya terputus dua orang rawi atau lebih, secara berturut-turut.
3. Hadits munqathi’ (المنقطع), yaitu hadits yang dalam sanadnya gugur seorang rawi sebelum sahabat, atau gugur dua orang rawi di dua tempat dengan syarat tidak berturut-turut.
4. Hadits mudallas (المدلّس), yaitu hadits yang sanadnya disembunyikan dan disangkakan pada derajat yang lebih tinggi daripada derajat yang sebenarnya. Orang yang melakukannya disebut mudallis dan perbuatannya disebut tadlis.
Tadlis terbagi menjadi dua, yaitu:
a.Tadlis isnad(تـدليس الإسناد), yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi dari seorang rawi yang sezaman dan bertemu dengannya, akan tetapi dia tidak mendengar hadits dari rawi tersebut. Kemudian dia membuat keraguan dengan memakai lafazh yang seolah-olah ia mendengar darinya.
Tadlis isnad terbagi dalam beberapa macam, yaitu:
Pertama, Tadlis taswiyah (تدليس التسوية), yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi mudallis yang mendengar hadits itu dari syaikh atau gurunya yang tsiqah (terpercaya). Rawi yang tsiqah ini menerima hadits dari rawi yang dha‘îf (lemah), kemudian rawi yang lemah ini meriwayatkan hadits tersebut dari rawi lain yang tsiqah. Lalu untuk membaguskan sanad hadits tersebut, si mudallis menggugurkan rawi yang lemah yang berada diantara dua rawi yang tsiqah dengan menggunakan lafazh yang tidak tegas, seolah-olah rawi tsiqah yang pertama menerima hadits itu dari rawi tsiqah yang kedua. Padahal diantara keduanya ada seorang rawi yang dha’if, namun namanya dihilangkan dari urutan sanad.
Kedua, Tadlis ’athaf (تدليس العطف), yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi mudallis yang dia mendengar hadîts itu dari syaikh atau gurunya, kemudian ia iringi dengan rawi yang lain dengan menggunakan huruf ’athaf (yakni huruf wawu: و). Namun, dia tidak mendengar hadits itu dari rawi kedua yang dia ‘athaf-kan.
Ketiga, Tadlis sukut (تدليس السّكوت), yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang mudallis dengan menggunakan lafazh yang tegas. Kemudian dia diam dengan niat memutuskan pembicaraan, setelah itu dia berkata, ”Si Fulan”.
b. Tadlis Syuyukh (تدليس الشيوخ), yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang Mudallis, dimana dia mensifatkan syaikhnya dengan suatu sifat yang tidak dikenal, berupa nama, kunyah, nasab, atau laqab atau gelaran dan lain-lain.
5. Hadits Mursal (المرسل), yaitu hadits yang disandarkan oleh tabi‘in secara langsung kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa menyebutkan nama sahabat yang meriwayatkannya.
Selain Hadits Mursal Tabi’in, Hadits Mursal juga terbagi menjadi:
a. Mursal Khafi(المرسل الخفي), yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi dari seorang rawi yang semasa atau sezaman dengannya, akan tetapi dia tidak pernah bertemu dengannya.
b. Mursal Shahabi(مرسل الصّحابي), yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sahabat yang dia sendiri tidak mendengar secara langsung atau melihat kejadiannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi dengan perantaraan sahabat lain, baik karena ia masih sangat kecil, atau karena masuk Islam belakangan, atau karena sebab lain.
b. Mursal Shahabi(مرسل الصّحابي), yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sahabat yang dia sendiri tidak mendengar secara langsung atau melihat kejadiannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi dengan perantaraan sahabat lain, baik karena ia masih sangat kecil, atau karena masuk Islam belakangan, atau karena sebab lain.
Sebab kedua, tercelanya (cacat) seorang atau beberapa rawi.
Rawi (الراوي) adalah orang yang meriwayatkan hadits.
Hadits dha‘îf yang disebabkan karena cacat dan tercelanya rawi ada sepuluh macam. Lima macam berkaitan dengan ke-‘adalah-an rawinya dan lima macam lagi berkaitan dengan ke-dhabith-an rawinya.
Hadits dha‘îf yang disebabkan karena cacat dan tercelanya rawi ada sepuluh macam. Lima macam berkaitan dengan ke-‘adalah-an rawinya dan lima macam lagi berkaitan dengan ke-dhabith-an rawinya.
Al-‘Adalah (العدالة) yaitu orang muslim, berakal, dewasa, terbebas dari sebab-sebab kefasikan dan rusaknya muru’ah (wibawa). [Lihat Syarh Nukhbatul Fikr (hal. 28-29),Musthalahul Hadits (hal. 17), dan Tadribur Rawi (I/61)]
Adh-Dhabth (الضبط) yaitu seorang perawi yang kuat hafalannya ketika meriwayatkan hadits dengan hafalan yang sempurna dan tanpa keraguan. [Lihat Syarh Nukhbatul Fikr(hal. 28-29), Musthalahul Hadits (hal. 17), dan Tadribur Rawi (I/61)]
Adh-Dhabth (الضبط) yaitu seorang perawi yang kuat hafalannya ketika meriwayatkan hadits dengan hafalan yang sempurna dan tanpa keraguan. [Lihat Syarh Nukhbatul Fikr(hal. 28-29), Musthalahul Hadits (hal. 17), dan Tadribur Rawi (I/61)]
1. Sebab-sebab hadits dha’if yang berkaitan dengan ’adalah-nya seorang rawi,yaitu:
a. Karena dusta dan bohongnya rawi atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamdengan sengaja. Hadits yang diriwayatkannya disebut hadits maudhu’.
b. Karena rawi tersebut dituduh telah berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hadits yang diriwayatkannya disebut hadits matruk.
c. Karena rawi tersebut sering melakukan kesalahan atau buruk kesalahannya dalam meriwayatkan hadits.
d. Karena rawi tersebut sering lalai dalam meriwayatkan hadits, yakni tidak teguh atau kuat di dalam meriwayatkannya.
e. Karena rawi tersebut adalah seorang yang fasik. Hadits yang diriwayatkan oleh rawi dari poin C sampai poin E, haditsnya disebut hadits munkar.
b. Karena rawi tersebut dituduh telah berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hadits yang diriwayatkannya disebut hadits matruk.
c. Karena rawi tersebut sering melakukan kesalahan atau buruk kesalahannya dalam meriwayatkan hadits.
d. Karena rawi tersebut sering lalai dalam meriwayatkan hadits, yakni tidak teguh atau kuat di dalam meriwayatkannya.
e. Karena rawi tersebut adalah seorang yang fasik. Hadits yang diriwayatkan oleh rawi dari poin C sampai poin E, haditsnya disebut hadits munkar.
2. Sebab-sebab hadits dha’if yang berkaitan dengan dhabith-nya seorang rawi,yaitu:
a. Karena rawi tersebut sering waham (ragu-ragu). Hadits yang diriwayatkannya disebut hadits ma’lul.
b. Karena riwayat dari yang tsiqah, menyalahi riwayat dari rawi yang lebih tsiqah. Hadits yang diriwayatkannya disebut hadits syadz.
c. Karena rawi tersebut seorang yang majhul (tidak dikenal) atau mubham (samar-samar).
d. Karena rawi tersebut seorang ahli bid‘ah.
e. Karena rawi tersebut buruk hafalannya.
b. Karena riwayat dari yang tsiqah, menyalahi riwayat dari rawi yang lebih tsiqah. Hadits yang diriwayatkannya disebut hadits syadz.
c. Karena rawi tersebut seorang yang majhul (tidak dikenal) atau mubham (samar-samar).
d. Karena rawi tersebut seorang ahli bid‘ah.
e. Karena rawi tersebut buruk hafalannya.
Bersambung insyaallah
Baca juga,
Taisir Musthalah Hadits (7): Maudhu’
Taisir Musthalah Hadits (5): Penjelasan untuk Sanad yang Terputus, Tadlis & Mudhthorib
Taisir Musthalah Hadits (7): Maudhu’
Taisir Musthalah Hadits (5): Penjelasan untuk Sanad yang Terputus, Tadlis & Mudhthorib
***
muslimah.or.id
Penyusun: Ummu Sufyan Rahmawaty Woly bintu Muhammad
Muraja’ah: Ustadz Ammi Nur Baits
muslimah.or.id
Penyusun: Ummu Sufyan Rahmawaty Woly bintu Muhammad
Muraja’ah: Ustadz Ammi Nur Baits
Maraji’:
1. Al-Ba’itsul Hatsits Syarh Ikhtishar ‘Ulumil Hadits, AL-Hafizh Ibnu Katsir, cetakan Maktabah Al-Ma’arif, Riyadh.
2. Al-Ihkam fi Ushulil Ahkam, Imam Abi Muhammad Ali bin Ahmad bin Sa’id bin Hazm, cetakan Darul Afaq Al-Jadidah, Beirut.
3. Al-Maudhu’at min Al-Ahaditsil Marfu’at, Ibnul Jauzi, cetakan Adhwa’us Salaf, Riyadh.
4. Al-Wadh’u fil Hadits, Dr. ‘Umar Hasan Falatah, cetakan Maktabah Al-Ghazali, Damaskus.
5. As-Sunnah Qabla At-Tadwin, Muhammad ‘Ajaj Al-Khathib, cetakan Maktabah Wahbah, Kairo.
6. As-Sunnah wa Makanatuha fit Tasyri’ Al-Islami, Mushthafa As-Siba’i, cetakan Al-Maktab Al-Islami, Damaskus.
7. Ensiklopedi Amalan Sunnah di Bulan Hijriyyah, Abu ‘Ubaidah Yusuf As-Sidawi dan Abu ‘Abdillah Syahrul Fatwa, cetakan Pustaka Darul Ilmi, Bogor.
8. Fathul Bari bi Syarh Shahih Bukhari, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, cetakan Darul Hadits, Kairo.
9. Hadits Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia, Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf.
10. Irwa’ul Ghalih fi Takhriji Ahadits Manaris Sabil, Muhammad Nashiruddin Al-Albani, cetakan Al-Maktab Al-Islami, Beirut.
11. Manzilatus Sunnah fit Tasyri’ Al-Islami, Muhammad Aman bin ‘Ali Al-Jami, cetakan Darul Minhaj, Kairo.
12. Musthalahul Hadits, Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, cetakan Daar Ibnul Jauzi, Riyadh.
13. Penolakan M. Quraish Shihab Terhadap Hadits Keberadaan Allah (Sebuah Tinjauan Kritik Hadits), Sofyan Hadi bin Isma’il Al-Muhajirin, skripsi kelulusan sarjana Fakultas Tafsir Hadits UIN, Bandung.
14. Qawa’idut Tahdits, Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi, cetakan Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah, Beirut.
15. Shahih Muslim, Imam Abi Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi An-Naisaburi, cetakan Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah, Beirut.
16. Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah, Muhammad Nashiruddin Al-Albani, cetakan Maktabah Al-Ma’arif, Riyadh.
17. Sunan Ibnu Majah, Abi ‘Abdillah Muhammad bin Zaid Al-Qazwini (Ibnu Majah), cetakan Maktabah Al-Ma’arif, Riyadh.
18. Syarh Manzhumah Al-Baiquniyyah, Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, cetakan Maktabah Al-‘Ilmu, Kairo.
19. Syarh Nukhbatul Fikr fi Musthalah Ahlil Atsar, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalaniy, cetakan Darul Mughniy, Riyadh.
20. Syarhus Sunnah, Imam Abu Muhammad Al-Hasan bin ‘Ali bin Khalaf Al-Barbahari, cetakan Maktabah Darul Minhaj, Riyadh.
21. Tadribur Rawi, Al-Hafizh Jalaluddin As-Suyuthi, cetakan Daar Thaybah, Riyadh.
22. Taisir Musthalahul Hadits, Mahmud Ath-Thahhan, cetakan Maktabah Al-Ma’arif, Riyadh.
23. Takhrijul Ihya’ ‘Ulumuddin, Al-Hafizh Abi Fadhl Zainuddin ‘Abdurrahman bin Husain Al-‘Iroqi, cetakan Maktabah Daar Thabariyyah, Riyadh.
24. Tamamul Minnah fit Ta’liq ‘ala Fiqhus Sunnah, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, cetakan Daar Ar-Rayah, Riyadh.
25. Taqribut Tahdzib, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, cetakan Baitul Afkar Ad-Dauliyyah, Riyadh.
26. Dan kitab-kitab lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar