Oleh: Ustadz Hartono Ahmad Jaiz *
-hafizhahullah-
Siapa saja yang membuka-buka buku Ensiklopedi Tematis Al-Qur’an terbitan Kharisma Ilmu, Jakarta, 2005 dan 2006, pasti akan menemukan beberapa hal yang aneh. Di antaranya:
- Gambar sepasang lelaki dan wanita, yang wanita menggelendoti lelaki, dengan caption (keterangan gambar) berbunyi: ciri-ciri wanita surga. (Ensiklopedi Tematis Al-Qur’an, jilid 5 halaman 103).
- Judul Hakekat Iman dihiasi dengan gambar pemeluk agama Kristen yang sedang berupacara lengkap dengan tanda salibnya. (Ensiklopedi Tematis Al-Qur’an jilid 1, halaman 65).
- Siapa membaca surat Yasin akan mendapatkan pahala sebanding dengan melakukan haji 20 kali. (Ensiklopedi Tematis Al-Qur’an, jilid 2, halaman 113).
- Berobat dengan menggunakan air bekas wudhu bisa menyembuhkan tujuh puluh penyakit. (jilid 6 halaman 30).
Hadits-hadits palsu itu ditampilkan tanpa periwayatan yang jelas, diambil dari kitab mana tak disebutkan, dan tanpa ada penjelasan tentang derajat haditsnya. Padahal hadis-hadis itu jelas palsu, telah dijelaskan oleh banyak ulama hadits.
Itulah buku Ensiklopedi Tematis Al-Qur’an yang sedang jadi bahan sorotan para ulama, tokoh Islam, dan umat Islam pada umumnya, menjelang Ramadhan 1427 Hijriah (Agustus-September 2006 M).
Di antara media massa yang telah memuat ketidak-akuratan buku ini adalah: Majalah Sabili, 25 Agustus 2006 yang beredar dua minggu sebelumnya, Harian Republika Jakarta dalam rubrik Suara Publika (surat pembaca), berjudul Ensiklopedi Al-Qur’an menyesatkan (Republika, Selasa, 22 Agustus 2006, halaman 4). Harian Pelita Jakarta, Prof. KH Ali Mustafa Yaqub, MA: Ensiklopedi Tematis Al-Qur’an Bahayakan Aqidah Umat Islam (Harian Pelita, Senin 28 Agustus 2006 halaman 7).
Direktur Kharisma Ilmu Jakarta, penerbit Ensiklopedi Al-Qur’an, Abdul Aziz Muhammad, telah memberikan tanggapan kepada Republika dan Sabili yang beredar Jumat 25 Agustus 2006.
Tentang Buku Ensiklopedi Al-Qur’an
Buku 6 jilid bergambar ilustrasi-ilustrasi foto maupun lukisan dan kaligrafi itu terjemahan dari buku Bahasa Arab, Al-Mausu’ah Al-Qur’aniyah, karangan Muhammad Kamil Hasan al-Mahami, terbitan Al-Maktab Al-‘Alamiy, Lith-Tiba’ati Wan Nasyri, tanpa disebut di kota mana dan tahun berapa, dalam buku terjemahan ini.
Buku ini diterjemahkan oleh Ahmad Fawaid Sjadzili (http://fawaidku.blogspot.com/) yang pernah menulis artikel di situs JIL islamlib.com (2004) marhaban (ucapan selamat) atas kedatangan Nasr Hamid Abu Zayd, orang Mesir yang divonis murtad oleh Mahkamah Agung Mesir, di antaranya karena menganggap Al-Qur’an produk budaya. Nasr Hamid telah difasakh dari isterinya, kemudian keluar dari Mesir dan berada di Belanda. Orang yang seperti inilah yang dipuji oleh penerjemah buku ini, dengan judul tulisan Memanusiakan Alquran; Marhaban Abu Zayd! (islamlib.com, 30/08/2004). Menurut situs JIL (islamlib.com), Ahmad Fawaid Sjadzili adalah Alumnus Fakultas Ushuluddin, IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Pernah nyantri di Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-guluk Sumenep, Madura. Peniliti Lakpesdam-NU dan Mahasiswa Program Pasca Sarjana UIN Jakarta.
Buku ini diterbitkan oleh PT Kharisma Ilmu di Jakarta, telah beredar sejak 2005 dua kali terbit (8000 eksemplar, menurut hasil wawancara wartawan Majalah Tabligh Muhammadiyah), dengan kata pengantar sekretaris umum MUI, Drs Ichwan Sam, pakai stempel MUI.
Nama-nama besar terpampang di buku 6 jilid ini. Keterangan dari wawancara tersebut, nama-nama besar itu sebagai konsultan. Di antaranya ditulis:
Pembaca Ahli: Prof. KH. Alie Yafie (Rektor Institut Ilmu Al-Qur’an, Jakarta), Prof. Dr. H. Moh. Ardani (Guru Besar Ilmu Tasawuf UIN, Jakarta), Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA (Guru Besar Ilmu Tafsir UIN, Jakarta; Rektor PTIQ, Jakarta), Prof. Dr. H. Ahmad Bachmid, Lc (Guru Besar Bahasa dan Sastra Arab UIN, Jakarta).
Dewan Editor: Dr. Ahsin Sakho Muhammad (Ketua), Dr. H.A. Sayuti Anshari Nasution, MA, dan Dr KH Ahmad Munif Suratmaputra, MA.
Dalam hal nama-nama besar itu, Ali Mustafa Yaqub dari MUI mengaku kepada Harian Pelita, ia sebelumnya dihubungi penerbit untuk dicantumkan sebagai anggota tim pembaca ahli, namun dirinya menolak untuk ditulis sebagai tim pembaca ahli.
Membahayakan Aqidah Umat
Heboh tentang buku 6 jilid berjudul Ensiklopedi Tematis Al-Qur’an memang wajar. Karena buku ini wujudnya rancu sedang isinya merancukan, bahkan sampai merancukan aqidah. Padahal aqidah justru merupakan sesuatu yang paling berharga dan harus dipertahankan kemurniannya sampai mati, karena merupakan keyakinan yang menjadi bekal akan masuk surga. Bila aqidahnya rancu, tak jelas, tidak murni mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, atau bahkan ragu-ragu, maka akan mencelakakan si empunya aqidah itu di akherat kelak.
Ulama dari Komisi Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia), KH Ali Mustafa Ya’qub sampai menyatakan: “Ensiklopedi Tematis al-Qur’an bahayakan akidah umat Islam. Buku yang diterbitkan Kharisma Ilmu itu banyak kejanggalan. Peredarannya dikhawatirkan dapat membahayakan akidah umat Islam. Buku edisi luks tersebut banyak penyimpangan dari pemahaman Islam selama ini sehingga jika tidak ditarik dari peredaran akan menimbulkan keresahan.” (Pelita, Jakarta, Senin 28 Agustus 2006/ 3 Sya’ban 1427H, halaman 7).
Ali Mustafa Yaqub berpendapat, buku tersebut jauh dari ilmiah, bahkan tidak lebih dari dongeng belaka yang dapat membahayakan akidah umat Islam.
Menimbulkan Kerancuan Baik Aqidah Maupun Syari’ah
- Buku aslinya tidak berilustrasi. Tetapi buku terjemahan ini hampir setiap halaman ada ilustrasinya, sampai ilustrasi yang mengiringi teks tentang Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika malam Isra’ dan Mi’raj, apakah beliau melihat Tuhan. Ada gambar seorang kurus berambut cepak berpakaian ihram menoleh agak ke kanan, di atas depannya ada lafal Alloh (tulisan kaligrafi dilingkupi garis-garis melambangkan cahaya) diberi keterangan di pinggir buku, ilustrasi cahaya (Nuur) Allah Subhanahu wa Ta’ala. (jilid 1, halaman 60). Itu semua tidak ada pada buku aslinya, Menurut Wawancara Heri B Jauhari (reporter Majalah Tabligh dengan Abdul Aziz Muhammad (direktur PT Kharisma Ilmu) Via telepon, Jakarta 19 Agustus 2006 pukul 11.30.
- Ilustrasi-ilustrasi itu ada foto, lukisan, kaligrafi, atau modifikasi-modifikasi. Misalnya ilustrasi yang diberi keterangan: Yang terpenting dalam keimanan adalah hati dan akal, berupa foto orang yang kepalanya terlihat otaknya, dan dadanya terlihat gambar hatinya dilewati cahaya kilatan longkek-longkek, lalu di atas dada kiri ada lafal kaligrafi Alloh, mencahayai ke hatinya, dan di sebelah kanan kepalanya ada kaligrafi Allah menyinar ke otaknya. (jilid 1, halaman 68). Apakah memang Allah di atas dada kiri dan di sebelah kanan kepala? Ini masalahnya.
- Ilustrasi-ilustrasi mengenai kehidupan akherat, sampai wanita surga diujudkan foto wanita (jilid 5 halaman 139). Kalau nanti wanita yang difoto itu ternyata bukan wanita surga, pasti pembuat ini semua harus bertanggung jawab kepada orangnya dan pembaca, serta terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Benar-benar masuk surga pun tetap jadi masalah, karena tentu beda dengan di dunia.
- Foto (ilustrasi) orang-orang non Islam dengan salibnya, yang sedang kebaktian, mengiringi teks yang judulnya hakekat iman (jilid 1 halaman 65).
- Judul Hakekat Iman, penjelasannya tidak jelas, lalu ditambah kalimat samar: Pertanyaan sama juga terdapat dalam agama Kristen. Di halaman itu dipampangkan gambar pemeluk agama Kristen yang sedang berupacara lengkap dengan tanda salibnya. (Ensiklopedi Al-Qur’an jilid 1, halaman 65). Ini benar-benar merancukan aqidah. Kalimat samar: Pertanyaan sama juga terdapat dalam agama; seakan aqidah Islam sama dengan keyakinan Kristen, sama benarnya, dan bahkan Kristen-lah yang jadi contoh. Karena judul Hakekat Iman itu gambarnya justru orang-orang Kristen sedang berupacara (kebaktian?) lengkap dengan tanda salibnya. Sangat menyesatkan! Ensiklopedi Al-Qur’an kok seperti ini.
- Sub Judul Tamu Surga, gambarnya ada sesosok orang yang anti agama yaitu Karl Max (jilid 1 halaman 92).
Hadits Palsu
- Memuat ungkapan palsu: Para mufassir umumnya sepakat bahwa ayat-ayat tersebut (surat Al-Insaan, pen) turun berkaitan dengan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib dan isterinya, Fathimah Az-zahra’. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (QS Al-Insaan/ 76: 5-10). Lalu dikisahkan sebab turunnya Al-Qur’an itu, tentang Imam Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fathimah bernazar, apabila kedua putranya sembuh akan berpuasa selama tiga hari. Dalam kisah panjang ini (penyebutan Imam Ali, Imam Husen dan orang-orang Syi’ah lainnya kadang diberi tambahan as –alaihis salam- di belakangnya, bukan kebiasaan Ahlus Sunnah tapi kebiasaan orang Syi’ah. Buku ini pakai kebiasan Syi’ah itu, di samping mengambil tokoh-tokoh Syi’ah sebagai rujukan tanpa menyebutkan sumbernya) Imam Ali utang gandum ke orang Yahudi. Proses utang dengan syarat agar Ali memintal wol jadi benang. Utangan gandum diberikan kepada Fathimah. Anaknya sembuh. Mereka berdua puasa memenuhi nazar puasa 3 hari. Terus gandum diproses jadi roti. Tapi tiap hari ada orang yang minta-minta menjelang buka, maka Ali dan keluarganya selama 3 hari hanya berbuka air. Hari keempat mereka berkunjung ke rumah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Melihat kondisi mereka (Ali, Fathimah, al-Hasan, dan al-Husain) sangat lemah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kontan menangis. Saat itulah Malaikat Jibril menurunkan surah al-Insan. (lihat Ensiklopedi Al-Qur’an, jilid 5, halaman 132-134). Buku ini telah berdusta, dengan ungkapan, Para mufassir umumnya sepakat bahwa ayat-ayat tersebut (surat Al-Insaan, pen) turun berkaitan dengan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib dan isterinya, Fathimah Az-zahra’. Kedustaan itu di antaranya bisa dilihat keterangan Imam Al-Qurthubi,Berkata At-Tirmidzi Al-Hakim Abu Abdillah dalam Nawadiril awal: Ini (kisah tentang Ali dan keluarganya kelaparan sampai hari keempat hanya minum air sedang rotinya diberikan orang) adalah hadis yang dipoles dan dipalsu, telah diekstrimkan oleh pembicaranya sehingga merancukan bagi pendengar. (Tafsir Al-Qurthubi juz 19, halaman 120).Imam Al-Qurthubi menegaskan,Aku katakan: Yang benar bahwa ayat itu diturunkan mengenai semua orang yang baik dan orang yang mengerjakan perbuatan baik, maka ayat itu umum. Telah menyebutkan An-Naqqosy, Ats-Tsa’labi, Al-Qusyairi dan bukan hanya satu mufassir mengenai kisah Ali, Fathimah dan jariyah (budak wanita) mereka satu hadis yang tidak shohih dan tidak tsabat (tidak kuat riwayatnya). (Tafsir Al-Qurthubi juz 19 halaman 117).
- Selain menjunjung Ali ra dengan sebutan Imam Ali disertai kisah palsu seperti tersebut di atas, dikutip-kutip pula pendapat tokoh Syi’ah, Abu Abdillah. Kutipannya sebagai berikut: Imam Abu Abdillah ra berkata: “Anak durhaka dapat melakukan kebajikan apa pun yang dikehendakinya, tetapi tidak mungkin masuk surga.” (Ensiklopedi Al-Qur’an jilid 3 halaman 52). Ungkapan itu masih diulas oleh penulisnya di halaman lain: …kendati melaksanakan amal kebajikan di dunia, seorang anak tidak akan masuk surga selama tidak berbakti kepada kedua orang tua. (jilid 3, halaman 54). Pertanyaan yang perlu diajukan: Apakah dosa besar selain syirik, dalam hal ini tidak berbakti kepada kedua orangtua, mutlak menghalangi untuk masuk surga, hingga disebut tidak mungkin masuk surga? Apakah tidak berbakti kepada kedua orang tua itu menghapus seluruh keimanan dan amal sholih?
- Memampangkan cerita yang diakui dan disebut berbau fiktif, disertai gambar orang berkain ihrom, kepalanya kepala keledai. Diceritakan, Awam bin Hausyah ra, salah seorang sahabat, bercerita: “Suatu ketika, aku singgah di sebuah pemukiman. Tak jauh dari pemukiman itu, terdapat kuburan. Setiap habis waktu Asar, kuburan itu terbelah dan dari dalamnya keluar seorang laki-laki berkepala keledai. Ia berteriak nyaring tiga kali. Kemudian, orang itu masuk kembali ke kuburan yang kemudian tertutup kembali seperti sediakala…. (Ensiklopedi Al-Qur’an jilid 3 halaman 57, 58, 59). Cerita itu panjang, tanpa menyebut sumbernya dan derajat keshahihannya. Lalu diberi keterangan: Memang, kisah tersebut berbau fiktif, namun di dalamnya terkandung banyak pesan berharga (jilid 3 halaman 59). Pantas saja, buku ini walau dinamakan Ensiklopedi Al-Qur’an, maka menimbulkan komentar, di antaranya dilontarkan oleh Prof KH Ali Mustafa Yaqub: “Buku tersebut jauh dari ilmiyah, bahkan tidak lebih dari sebuah dongeng belaka yang dapat membahayakan akidah umat Islam.” (Harian Pelita, Jakarta, Senin 28 Agustus 2006, halaman 7).
Mengaburkan Syari’at Pernikahan dan Puasa
- Mendefinisikan nikah dengan pengertian yang mengaburkan syari’at nikah. Ditulis uraian: hanya saja, keberadaan dua orang saksi berikut tanda tangannya, pencatatan akad nikah, dan syarat-syarat lainnya, seperti pemajuan dan pengakhiran pemberian maskawin, hanyalah persoalan formalitas. Prinsip perkawinan adalah adanya kesepakatan kedua belah pihak, atau dalam istilah yuridis disebut dengan Ijab dan Kabul. Kesepakatan masing-masing pihak untuk melangsungkan pernikahan ini disaksikan langsung oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala (Ensiklopedi Al-Qur’an jilid 3 halamnan 63-64). Betapa kaburnya prinsip perkawinan model buku ini. Apakah ini meniru model kaum Liberal di Majalah Syir’ah terbitan Jakarta yang menampilkan pelacuran tetapi berdalih nikah yang disaksikan langsung oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala? Buku Ensiklopedi Al-Qur’an ini jelas mengaburkan syari’at pernikahan tentang syarat dan rukun nikah. Hanya tidak terang-terangan memasukkan nikah mut’ah model Syi’ah saja rupanya. Namun dari uraian tentang nikah yang seperti itu, berarti menafikan atau menganggap sepi rukun nikah secara syar’i, yang mewajibkan adanya kedua calon yang akan nikah, adanya wali, 2 orang saksi, mahar (maskawin), dan ijab kabul. Yang dianggap prinsip hanya ijab kabul. Perkataan disaksikan langsung oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala tanpa menekankan 2 orang saksi sama dengan menafikan syari’at tentang saksi. Tidak disebutkannya wali sama dengan menafikan wali. Ya mut’ah lah kurang lebihnya.
- Mendefinisikan puasa sama sekali jauh dari kesempurnaan pengertian. Ensiklopedi Al-Qur’an ini mendefinisikan: Puasa adalah menahan diri dari makan dan minum dalam rentang waktu tertentu. Puasa umat Islam dilakukan pada bulan Ramadhan (jilid 1 halaman 181). Lalu ada keterangan lain: Dewasa ini, sejumlah bijak bestari dan pemikir sengaja melakukan puasa diam selama satu atau dua hari dalam seminggu. Bahkan mereka menganjurkan keluarganya untuk melakukan hal itu, baik karena alasan ibadah atau latihan jiwa (jilid 1 halaman 188). Ini model kejawen, kebatinan atau apa? Tetapi nama buku ini Ensiklopedi Al-Qur’an. Maka Ali Mustafa Yaqub tak segan-segan mengecamnya sebagai buku yang membahayakan aqidah umat. Tentang definisi puasa itu sendiri sudah membuyarkan pengertian puasa. Karena hanya mencegah makan dan minum dalam rentang waktu tertentu. Padahal puasa dalam Islam itu mencegah makan, minum, bersetubuh, dan hal-hal yang membatalkan puasa, dari terbit fajar hingga tenggelam matahari (maghrib). Lha kalau hanya menahan makan minum dalam rentang waktu tertentu, apakah itu memenuhi syarat sebagai puasa dalam Islam? Benar-benar ensiklopedi menyesatkan! Bandingkan dengan ensiklopedi umum, bahkan terbitan bukan dari Islam, dan namanya tidak mencatut Al-Qur’an. Tetapi dalam memberikan pengertian, relatif jauh lebih sempurna dibandingkan dengan Ensiklopedi yang menyesatkan ini. Definisi puasa dalam Ensiklopedi Umum: Puasa atau Saum atau Siam, ialah menahan diri (imsak). Pelaksanaannya: Tidak melakukan hal-hal tertentu (makan, minum, memasukkan sesuatu ke dalam tenggorokan, muntah dengan sengaja, bersetubuh) mulai fajar hingga matahari terbenam. Dikerjakan selama bulan Ramadhan penuh. Jika karena suatu sebab jumlah hari berpuasa kurang, kekurangan itu harus ‘ditebus’ (Ensiklopedi Umum, Prof. Mr AG Pringgodigdo, Penerbitan Kanisius, 1977, halaman 477). Betapa bedanya antara Ensiklopedi Umum ini yang walaupun umum, tetapi tidak memotong-motong pengertian dalam Islam; sedang Ensiklopedi Al-Qur’an terbitan Kharisma Ilmu Jakarta itu justru mengaburkan pengertian dalam Islam.
Hadits palsu, membaca surat yasin sebanding dengan 20 kali berhaji
- Memuat hadits palsu, siapa membaca surat Yasin akan mendapatkan pahala sebanding dengan melakukan haji 20 kali. (Ensiklopedi Al-Qur’an, jilid 2, halaman 113).Hadits palsu itu dikemukakan dalam Ensiklopedi Al-Qur’an tanpa diberi periwayatnya apalagi derajat haditsnya. Bunyinya: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: Surah Yasin menghindarkan segala keburukan dari pembaca atau penghafalnya serta memenuhi segala kebutuhannya. Barangsiapa membacanya, akan mendapatkan pahala sebanding dengan melakukan ibadah haji 20 kali; barangsiapa mendengarkannya, akan mendapatkan pahala sebanding dengan menginfakkan seribu dinar (emas) di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala; dan barangsiapa menulisnya kemudian meminumnya (setelah dimasukkan ke dalam air minum), akan memasukkan seribu obat, seribu cahaya, seribu keyakinan, seribu keberkahan, dan seribu rahmat ke dalam rongganya.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan, “Serta menghilangkan seluruh penyakit dari (rongga)nya.” (Ensiklopedi Al-Qur’an jilid 2 halaman 113-114).Hadits itu hadits palsu menurut Imam As-Syaukani dalam Al-Fawaid Al-Majmu’ah fil Ahaditisil Maudhu’ah, Al-Maktab Al-Islami, Beirut, cetakan 3, 1407H, halaman 300.Kalau membaca Surat Yasin pahalanya sebanding dengan ibadah haji 20 kali, maka nilai beribadah haji itu hanya seperdua puluh membaca Surat Yasin. Sehingga mengandung pengertian, ibadah haji mesti berulang-ulang. Karena yang namanya membaca Al-Qur’an itu perlu diulang-ulang selama hidup. Tidak cukup sekali dua kali dalam hidup ini. Lha kalau membaca Yasin pahalanya 20 kali ibadah haji, maka ibadah haji harus diulang-ulang berapa kali banyaknya? Padahal, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya seorang lelaki, apakah (berhaji itu) setiap tahun Ya Rasulallah? Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diam. Pertanyaan itu sampai tiga kali. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, kalau aku katakan ya, maka pasti diwajibkan (setiap tahun) dan kalian pasti tidak akan mampu. (Hadits Riwayat Muslim nomor 1337). Lantas untuk mencapai 20 kali, kapan? Benar-benar hadits palsu itu memutar-balikkan Islam. Namun kenapa Ensiklopedi Al-Qur’an ini menjajakannya?
- Hadis-hadis palsu tanpa dijelaskan bahwa itu palsu. Contohnya: Berobat dengan menggunakan air bekas wudhu bisa menyembuhkan tujuh puluh penyakit (jilid 6 halaman 30). Padahal hadis itu jelas palsu, telah dijelaskan oleh banyak ulama hadits sebagai berikut:Air bekas wudhuDari Abi Umamah: “minum air bekas wudhu orang mukmin itu ada obat untuk 70 penyakit, yang paling rendahnya adalah penyakit sedih.” Di dalam sanadnya ada Al-‘Akasyi, dia itu pembohong dan pembuat hadits palsu. (Tadzkiratul Maudhu’at juz 1 halaman 1693, kanzul ‘Umal oleh Al-Muttaqi Al-Hindi juz 9 halaman 541, Al-‘ilalul mutanahiyyah oleh Ibnul Jauzi juz 1 halaman 352-353, Al-fawaidul Majmu’ah fil Ahaditisl Maudhu’ah oleh As-Syaukani juz 1 halaman 263).
- Berbau syi’ah dengan mengemukakan perkataan-perkataan Imam Ja’far, Abu Abdullah murid Imam Ali, menyebut Ali ra dengan Imam Ali, menyanjung Fatimah dengan meriwayatkan dia tahu sebelum meninggalnya (tanpa memberi keterangan dalam kitab apa rujukannya dan riwayat siapa), dan menutup uraian penting dengan perkataan Imam Ja’far Shadiq mengenai isi atau penafsiran Al-Qur’an, sebagai inti dari keseluruhan uraian dalam 6 jilid itu, di jilid 6 halaman 15.
- Memberikan kesimpulan sistematika Al-Qur’an justru melandaskan kepada kelompok sempalan yaitu Mazhab Jabbariyah dan Mazhab Qadariyah, lalu ditutup dengan ungkapan Imam Ja’far al Shadiq, yang ditafsiri oleh orang (Syi’ah pula?) Hasan Mustafavi (Jilid 6, halaman 14-16).
- Mengarahkan kepada pemahaman relativisme, kebenaran itu relatif, dengan memberikan kesimpulan berlandaskan ucapan Imam Ja’far Al-Shadiq (yang biasanya diklaim sebagai Imam Syi’ah): Kitab Allah meliputi empat perkara: Ibarat, isyarat, lathoif, dan haqoiq. Ibarat bagi orang awam, isyarat bagi orang khusus, lathoif bagi para wali, dan haqoiq bagi para nabi (jilid 6 halaman 15).
- Tidak mengindahkan riwayat dan derajat periwayatan. Dan dalam pengantarnya dikemukakan bahwa buku ini kaya dengan opini dan dibanggakan pula sebagai maha karya. Kenapa tidak mengindahkan periwayatan dan derajat periwayatan? Bahkan membanyakkan opini saja malah dibanggakan? Kalau dibanggakan dengan sebutan maha karya, dan dinamai bernama ensiklopedi –alias kitab besar sebagai rujukan– saja Ensiklopedi Al-Qur’an, mestinya benar-benar dapat dipercaya karena berlandaskan Al-Qur’an. Tetapi ternyata cerita berbau fiktif pun dimuat panjang lebar, dihiasi dengan ilustrasi lagi. Hadits-hadits palsu pun dipampangkan di sana-sini tanpa dijelaskan bahwa itu palsu dan tak ada rujukannya.
Sungguh tidak sesuai dengan namanya, Ensiklopedi Al-Qur’an. Tidak sesuai pula dengan nama-nama yang dipampang di setiap jilidnya yaitu rektor-rektor perguruan tinggi Ilmu Al-Qur’an yang satu khusus lelaki PTIQ –Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an, dan satunya lagi khusus wanita IIQ –Institut Ilmu Al-Qur’an (tadinya khusus wanita, kemudian sudah ada lelakinya). Tidak sesuai dengan nama jabatan Sekretaris Umum MUI. Tak sesuai pula dengan titel-titel profesor doktor yang membidangi ilmu Al-Qur’an. Mungkin hanya sesuai dengan yang tasawuf dan berbau Syi’ah serta berfaham liberal yang aqidahnya campur aduk tak keruan.
Jadi buku ini jauh panggang dari api, kalau dikatakan sebagai maha karya. Jauh pula dari penegasan sambutan Sekretaris Umum MUI: “Atas nama pribadi maupun Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Pusat, kami sangat menyambut baik terbitnya buku ini. Semoga dengan kehadiran buku ini bisa mengisi kekosongan kepustakaan yang terkait dengan tafsir tematis al-Qur’an dalam bahasa Indonesia.” (jilid 1, Sambutan DP MUI).
Justru yang tampaknya sesuai adalah yang disuarakan oleh anggota Komisi Fatwa MUI yang dimuat Harian Pelita dengan judul besar Ensiklopedi Tematis Al-Qur’an Bahayakan Aqidah Umat Islam (Pelita, 28 Agustus 2006, halaman 7). Jadi bukan Maha Karya tapi maha kaya dengan masalah yang membahayakan aqidah umat Islam. Itu menurut orang MUI sendiri.
Solo, Rabu 6 Sya’ban 1427 H (30 Agustus 2006).
* Wartawan dan Penulis Buku-buku Islami
Milis PENGAJIAN-KANTOR
Dikirim oleh: Sukriansyah
Dikirim oleh: Sukriansyah
Kamis, 7 September 2006
Sumber: http://www.ilma95.net/ensiklopedi-tematis_al-quran.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar