Oleh: Syaikh Hisyam Khayyath
Saya telah mendengar Indonesia dan banyak membaca tentangnya. Akan
tetapi siapa yang mendengar dan membaca berbeda dengan orang yang melihat
langsung dengan kedua matanya.
Alhamdulillah, dengan memuji Allah Ta,ala yang telah memudahkanku
untuk safar ke negeri yang indah dan hijau, negeri yang beralam menawan, menuju
masyarakat yang mulia, menuju negeri Indonesia.
Saya berangkat pada waktu liburan musim panas di tahun 2006 ke
Indonesia. Saya habiskan waktu selama sembilan jam di atas lautan dan angkasa
antara langit dan bumi. Sayapun sampai di bandara Jakarta yang sederhana dengan
pelayanan yang baik. Saya naik taksi menuju salah satu hotel. Di tengah
perjalanan, jumlah manusia yang besar, dan banyaknya kemacetan yang belum
terbiasa, membuat saya tercengang.
Saya bepindah-pindah di pulau Jawa, saya pergi ke Jawa Timur, Jawa
Tengah dan Jawa Barat. Keramahan manusia sungguh membuatku kagum. Sayapun
menjadi seperti mereka, bahkan menjadi bagian dari mereka. Saya mengendarai
sepeda motor, dan becak. Saya memakai pakaian mereka, dan saya sangat suka
mengenakan sarung.
Pada suatu hari, saya berjalan pada suatu daerah di sekitar
Jakarta, saya melihat sebuah rumah yang sangat sederhana. Sayapun ingin sekali
masuk dan mengunjungi pemilik rumah. Ketika saya masuk ke dalam rumah, pemilik
rumah menyambut saya dengan sangat hangat. Kira-kira umurnya sekitar 60 tahun.
Dia dan keluarganya memuliakan saya. Sayapun bertanya kepadanya
tentang kerelaannya dengan rumahnya yang sederhana tersebut. Lalu dia menjawab
bahwa dia sangat berbahagia dan ridha dengan Rabb-nya.
Dia berkata: “Saya memuji Allah Ta’ala, (yang telah menjadikan)
saya dan keluarga saya dalam keadaan muslim yang berada di atas al-haq
(kebenaran).” Kemudian menangislah kedua matanya.
Dia berkata: “Sesungguhnya rumah ini saya warisi dari orang tua
saya yang dulu pernah berkata: “Kefakiran bukanlah aib, akan tetapi yang aib
itu adalah engkau tinggalkan agama Islammu yang hak menuju agama yang engkau
ketahui dalam lubuk jiwamu bahwa agama itu adalah agama yang bathil. Wahai
anakku ingatlah Rasulullah yang telah hidup di dalam sebuah rumah yang hanya
ditopang oleh air dan kurma, dan pernah keluarganya tidak menyalakan api selama
tiga bulan. Sesungguhnya Nabi adalah suri tauladan kita.
Sumber: www.qiblati.com via Facebook Majalah Qiblati
– Menyatukan Hati Dalam Sunnah Nabi
Dipublikasikan kembali oleh : Www.KisahIslam.Net
Facebook Fans Page: Kisah Teladan
& Sejarah Islam
http://kisahislam.net/2013/03/18/kisah-seorang-hakim-yang-berlibur-ke-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar