Selamat datang di Blog ini

Menebar Dakwah Salafiyyah, Ahlus Sunnah wal Jamma'ah

Selasa, 04 Januari 2011

HAKIKAT NABI KHIDIR

Ditulis oleh Ust Badrusalam


Kisah Nabi Khidir ‘alaihissalam sudah sangat terkenal dan masyhur dikalangan kaum muslimin, karena telah ada dalam al qur’an surat al kahfi ayat 60 – 82.


Beliau adalah teman Nabi Musa bin Imran ‘alaihissalam dan tidak benar orang yang mengklaim bahwa beliau bukan teman Nabi Musa bin Imran, sebagaimana yang diriwayatkan oleh imam Bukhary dan Muslim dari Sa’id bin Jubair beliau berkata : saya bertanya kepada Ibnu ‘Abbas bahwa Nufa al bakaaly mengklaim bahwa Musa yang berjumpa dengan Nabi Khidir bukanlah Musa bani Israil akan tetapi Musa yang lainnya. Lalu beliau menjawab :” Musuh Allah itu telah berdusta (sangat salah) “.


Nama beliau adalah Balyaa bin Milkan bin Faaligh bin ‘Aabir bin Syalikh bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh ‘alaihissalam menurut pendapat yang masyhur dari para ahli sejarah (lihat Syarah sahih Muslim 15/134), kunyah beliau adalah Abul’Abbas akan tetapi lebih terkenal dengan gelar Al Khodhir atau Al Khidhr (orang indonesia mengucapkannya dengan Khidir) yang bermakna hijau, disebut demikian karena dia duduk di tanah Yang tandus kemudian tiba-tiba tanah tersebut berguncang dan menjadi hijau sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh imam Bukhary dalam sahihnya (no. 3402).

Apakah beliau seorang Nabi atau wali ?

Kaum muslimin berbeda pendapat dalam hal ini, sebagian mereka berpendapat bahwa beliau adalah malaikat tapi pendapat ini lemah dan aneh sebagaimana yang dikatakan oleh imam Nawawi dan Ibnu Katsir. Sebagian lagi berpendapat bahwa beliau adalah wali dan ini adalah pendapat kaum sufi, akan tetapi pendapat inipun lemah.

Kaum sufi berusaha membela pendapat yang kedua tersebut untuk mengukuhkan pendapatnya yang batil bahwa wali lebih tinggi kedudukannya dari nabi. Subhanallah !!

Sebagian lagi berpendapat bahwa beliau adalah nabi dan ini adalah pendapat ahlussunnah wal jama’ah mereka berhujjah dengan kisah nabi Musa dengan Nabi Khidir ketika membocori perahu, membunuh anak kecil dan menegakkan sebuah dinding rumah yang hampir roboh, kemudian setelah itu Allah Ta’ala mengkisahkan Perkataan Nabi Khidir :

رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِيْ

“ sebagai rahmat dari Tuhanmu, dan bukanlah aku melakukan itu menurut kemauanku sendiri “. (QS Al Kahfi : 82).

Ibnu Katsir berkata dalam al bidayah wannihayah (1/328) :” makna ayat ini ; tidaklah saya lakukan itu menurut kemauan saya, akan tetapi saya diperintahkan untuk itu dan mendapatkan wahyu “.

Hal ini menunjukkan kenabiannya karena Allah menyatakan bahwa tidak ada yang diberi tahu ilmu gaib kecuali rosul yang diridloi, firman-Nya :

عَالِمَ الغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرْ عَلىَ غَيْبِهِ أَحَدًا إِلاَّ مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَّسُوْلٍ

“ (Dia adalah Rabb) yang Mengetahui yang gaib, maka dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada RosulNya yang diridloi ..”. (QS Al jinn : 26-27).

Pendapat inilah yang benar yang wajib diikuti dan dikuatkan oleh para ulama besar seperti Ibnu Hajar Al ‘asqalaany rahimahullah, Ibnu Katsir dan ulama lainnya.

Masih hidupkah Nabi Khidir ?

Sebagian ulama berpendapat bahwa Nabi Khidir masih hidup sebagaimana yang dikatakan oleh imam Nawawi, Ibnu Shalah, As Suyuthy dan Ats Tsa’laby. Akan tetapi dalil mereka sangat rapuh tidak bisa dijadikan hujah. Berikut ini kami paparkan kepada para pembaca dalil mereka beserta bantahannya.

1.Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adi dalam al kamil bahwa ketika Rosulullah di dalam masjid…(lalu disebutkan dalam riwayat ini) seorang laki-laki berkata kepada Anas bin Malik : pergilah dan katakanlah kepada beliau sesungguhnya Allah telah mengutamakan anda atas seluruh para nabi….lalu para sahabat pergi dan melihatnya ternyata dia adalah Khidir.

BANTAHAN

Sanad hadits ini memiliki dua cacat :

Pertama : Abdullah bin Nafi’ lemah tidak dapat diterima, Ali bin Madini berkata : dia suka meriwayatkan riwayat-riwayat yang mungkar “. Bukhary berkata : haditsnya mungkar “.

Kedua : Katsir bin ‘Amru bin Auf seorang perawi

Yang lemah, bahkan tertuduh sebagai pendusta “.

2. Ibnu Asakir meriwayatkan dari jalan waddlah bin ‘Abbad Al kufi dan juga dari jalan Abu Dawud dari Anas bin Malik berkata :” suatu malam aku keluar bersama nabi salallahu ‘alaihi wasallam… (lalu disebutkan didalamnya) seorang lelaki berkata :” selamat datang wahai utusan Rosulullah….katakanlah kepada beliau :” wahai Rosulullah, Khidir mengucapkan salam…”.

Demikian pula diriwayatkan oleh Ibnu Syahin dengan matan yang serupa diatas.

BANTAHAN.

a). adapun jalan wadlah dikatakan oleh imam Baihaqy :” sanad ini sangat lemah”.

b). adapun jalan Abu dawud (namanya Nufai bin al harits al a’ma) dinyatakan pendusta dan pemalsu hadits oleh Ibnu Katsir.

c). adapun riwayat Ibnu Syahin, dalam sanadnya ada rawi yang bernama Abu Salamah Muhammad bin Abdullah, Ibnu Thahir menyatakan bahwa ia seorang pendusta.

3.Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas konon Nabi bersabda :” Khidir dan Ilyas bertemu setiap tahun di musim haji…(HR Ibnu ‘Asakir, Daruqathny dan Al ‘Uqaily).

BANTAHAN

Semua riwayat tersebut berasal dari jalan Muhammad bin Ahmad bin Zaid sedangkan ia seorang yang lemah.

4.Ibnul Jauzy meriwayatkan dari jalan Mahdi bin Hilal dari Ibnu Juraij dari Ibnu Abbas serupa dengan hadits diatas.

BANTAHAN

Imam Sakhawy berkata :” Riwayat Mahdi bin Hilal dari Ibnu Juraij lebih sangat lemah dari pada riwayat Al Hasan bin Rizin dari Ibnu Juraij “. (al maqashidul hasanah 21-22).

5.Ibnu Abi Hatim dan Imam Syafi’I meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata :” ketika Rosulullah Sallallahu’alaihi wasallam wafat dan ta’ziyah berdatangan, ada seorang yang datang, para sahabat mendengar suaranya tapi tidak melihat orangnya, dia berkata :” assalamu ‘alaikum ahlal bait warahmatullahi wabarakatuh ….”. Ali berkata :” Tahukah kamu siapa dia ? Dia adalah Khidir.

BANTAHAN

Ibnu Katsir berkata dalam Al Bidayah wannihayah :” Guru Imam Syafi’I yang bernama Al Qasim Al ‘Umari seorang rawi yang matruk. Ahmad bin Hambal dan Ibnu Ma’in berkata :” Dia tukang berdusta “, Ahmad menambahkan :” dia suka memalsukan hadits “.

Ibnu Katsir melanjutkan :” Juga diriwayatkan dari jalan lain yang lemah, dari ja’far bin Muhamad, dari bapaknya dari kakeknya, tetapi tidak sahih (mursal) “. (1/332).

Ibnu Hajar memasukkan hadits tersebut ke dalam hadits-hadits yang lemah. Lihat Fathul Bary 6/435. dan riwayat-riwayat lain yang menunjukkan bahwa Khidir masih hidup, tapi semuanya lemah dan palsu.

6.Banyaknya cerita dan hikayat tentang orang-orang shalih bertemu dengan nabi Khidir.

BANTAHAN

Pertama : Nabi Khidir tidaklah memiliki tanda khusus, sehingga orang yang melihatnya mengetahui bahwa dia adalah khidir.

Kedua : pengakuan seseorang bahwa dia khidir tidaklah dapat memastikan bahwa ia adalah khidir sebenarnya, karena mungkin saja ia dusta Untuk tujuan tertentu, atau ia adalah setan yang menjerumuskan manusia ke lembah kesesatan.

Dalil Nabi Khidir telah wafat.

Ibnul Jauzi menyebutkan bahwa dalil Khidir sudah tidak ada di dunia lagi adalah empat perkara : yaitu Al Qur’an, As Sunnah, ijma’ dan akal.

1. Dalil dari Al Qur’an yaitu firman Allah :

وَمَا جَعَلْناَ لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الخُلْدَ أَفَإِنْ مِتَّ فَهُمً الخَالِدُوْنَ

“ Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusiapun sebelum kamu (muhamad), maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal ? “. (QS Al Anbiyya : 34).

Ayat tersebut menyebutkan secara gamblang bahwa tidak ada seorang pun yang hidup kekal sebelum Nabi Muhamad Sallallahu ‘alaihi wasallam, ini menunjukkan bahwa Khidir telah tiada.

2. Dalil dari As Sunnah.

a).sabda Rosulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam :

أرأيتكم ليلتكم هذه فإن على رأس مئة سنة منها لا يبقى على ظهر

االأرض ممن هو اليوم عليها أحد

“ Bagaimana pendapat kamu tentang malam kamu ini, sesungguhnya pada penghujung seratus tahun ini, tidak akan ada seorang pun tinggal di atas bumi dari orang-orang yang hari ini masih hidup diatasnya “. (HR Bukhary & Muslim).

Maksudnya setelah seratus tahun dari malam itu, semua orang yang hidup waktu itu akan mati semuanya tanpa terkecuali. Sedangkan sekarang sudah lebih dari 1000 tahun.

b. sabda Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam :

و الذي نفسي بيده لو أن موسى كان حيا ما وسعه إلا اتباعي

“ Demi (Allah) yang jiwaku di tanganNya, seandainya Musa masih hidup, dia harus mengikutiku “. (HR Ahmad, hasan).

Demikian pula jika Nabi khidir masih hidup, pastilah beliau mengikuti Nabi Muhammad, melakukan shalat jum’at, dan berjama’ah di belakang beliau dan berjihad bersama beliau, karena risalah nabi Muhammad adalah untuk seluruh manusia dan jin tanpa terkecuali. Dan tidak ada satupun nukilan bahwa Khidir ada bersama para sahabat, shalat berjama’ah, berjihad dan lainnya.

3. ijma’ ulama peneliti.

Para ulama peneliti dari kalangan ahli hadits dan lainnya menguatkan pendapat bahwa Khidir sudah wafat, sebagaiamana para Nabi dan orang-orang shalih dahulu wafat. Diantara mereka adalah : Imam Ahmad bin Hambal, imam Bukhary, Ali bin Musa Ar Ridlo, Ibrahim bin Ishaq Al Harbi, Abul Husain bin Al Munadi, Ibnul Jauzi, Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim dan banyak lagi yang lainnya.

4. Adapun akal maka dari berbagai segi :

· Orang yang menetapkan kehidupan Khidir menyatakan bahwa Khidir adalah anak nabi Adam. Pernyataan ini tidak dapat diterima karena

Riwayat ini tidak sahih, karena berasal dari jalan Ibnu Ishaq dan ia seorang mudallis, juga ia meriwayat dari orang-orang yang tak dikenal.

Seandainya beliau anak nabi Adam tentulah bentuk tubuhnya sangat tinggi dan sangat besar, karena Allah menciptakan nabi Adam setingi 60 hasta (+_ 30 m), dan manusia terus berkurang tinggi & besarnya sampai seperti sekarang (HR Bukhary dan Muslim).

· Ibnul Jauzi berkata :” seandainya beliau hidup sebelum nabi Nuh, pastilah beliau naik kapal bersama nabi Nuh, padahal tidak ada seorangpun menukilkan hal ini.

· para ulama bersepakat bahwa setelah nabi Nuh turun dari kapal, matilah orang-orang yang bersama beliau dan keturunan mereka, dan tidak tersisa kecuali keturunan beliau.

· pendapat bahwa Khidir masih hidup adalah pendapat atas nama Allah tanpa ilmu, karena seandainya benar tentulah dikabarkan oleh Allah, dan rosul-Nya karena hal itu merupakan perkara luar biasa dan menakjubkan sehingga sepantasnya disebutkan oleh Allah dalam kitabNya.

· bahwa pegagan orang yang berkeyakinan masih hidupnya Khidir, hanyalah hikayat dan cerita dari seseorang yang katanya melihat Khidir, padahal Khidir tidak memiliki tanda husus yang bisa dikenal.

· Jika Khidir masih hidup, tentulah beliau berjihad melawan orang-orang kafir, ribath (berjaga/ronda) di jalan Allah, menghadiri shalat jum’at dan shalat jama’ah bersama Rosulullah dan kaum musimin. Dan hal itu jauh lebih utama dari pada berkelana di padang sahara, dan tempat-tempat sepi.

Keyakinan sesat.

Orang-orang sufi berkeyakinan bahwa wali itu lebih tinggi derajatnya dari para nabi sehingga seorang wali boleh keluar dari syari’at nabi. Mereka berdalil dengan kisah nabi Khidir bersama nabi Musa dari sudut bahwa Khidir adalah wali bukan nabi, sedangkan beliau mempunyai pengetahuan yang tidak diketahui oleh nabi Musa.

Orang-orang sufi menukil dari Abu Yazid Al Bushtamy yang berkata :” demi Allah, panjiku lebih agung dari panji Muhammad sallalahu ‘alaihi wasallam. Panjiku berasal dari cahaya dimana dibawahnya terdapat jin dan manusia yang seluruhnya adalah para nabi “. (lathaiful minan 1/124 karya Asy Sya’rani, lihat sejarah hitam tasawuf hal. 200 karya Dr. Ihsan Ilahi Dzahir).

Seorang sufi menegaskan :

Kedudukan nabi di barzakh

Di atas rosul dan di bawah wali

(Ath Thabaqat Al Kubra 1/68 karya Sya’rany, lihat sejarah hitam tasawuf hal. 200).

Itulah perkataan orang-orang sufi yang amat sesat dan menyelisihi ijma’ ulama yang menyatakan bahwa wali dibawah nabi dan rosul serta tidak boleh seorangpun keluar dari syari’at Rosulullah, barang siapa yang keluar atau meyakini bolehnya seorang wali keluar dari syari’at Rosul maka dia kafir sebagaimana yang dikatakan oleh para ulama islam.

Syeikhul islam Ibnu Taimiyah telah membantah keyakinan tersebut, katanya :” sebagian mereka (orang-orang sufi) berhujah dengan kisah pertemuan Musa dengan Khidir. Mereka menyangka bahwa Khidir telah keluar dari syari’at nabi Musa. Dalam hal ini mereka telah tersesat dengan dua alasan :

Pertama : bahwa Khidir sebenarnya tidak keluar dari syari’at, bahkan apa yang dilakukannya diperbolehkan menurut syari’at nabi Musa. Itulah sebabnya ketika Khidir menjelaskan alasan-alasan tindakannya, nabi Musa membenarkannya. Walaupun pertama kali nabi Musa mengingkari tapi hal itu karena beliau belum mengerti alasan tindakan nabi Khidir, tapi setelah Khidir menjelaskan alasan tindakannya, beliaupun membenarkannya.

Kedua : bahwa Khidir bukan termasuk Umat nabi Musa, ia tidak berkewajiban mengikuti Musa. Bahkan Khidir mengatakan :” saya memiliki suatu ilmu yang diajarkan oleh Allah kepadaku yang tidak kamu ketahui. Dan kamupun memiliki suatu ilmu yag diajarkan Allah kepadamu yang aku tidak ketahui “.

Hal itu karena nabi Musa tidak diutus untuk seluruh manusia, sebab nabi pada waktu itu hanya diutus untuk kaumnya sendiri saja. Sedangkan nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam diutus untuk seluruh jin dan manusia. Maka tidak dibenarkan ada seorangpun yang boleh keluar dari ketaatan kepada nabi Muhamad, baik secara lahir maupun secara batin “.(majmu’ fatawa 13/266).

Ibnu ‘Abdil ‘Izz rahimahullah berkata :” adapun orang yang bergantung kepada kisah Musa dan Khidir dalam rangka membolehkan penggantian wahyu dengan ilmu laduni, maka sebenarnya ia adalah seorang mulhid (kafir) zindiq (menyembunyikan kekafiran).

Sesungguhnya Musa tidak diutus kepada Khidir, demikian pula sebaliknya. Karena itu Khidir bertanya kepada Musa :” kamukah Musa Bani Israil ?”. sedangkan Nabi Muhammad diutus untuk seluruh jin dan manusia.

Seandainya Musa dan Isa hidup, tentu keduanya menjadi pengikut Muhammad. Dan ketika kelak beliau turun ke bumi, ia akan berhukum berdasarkan syari’at Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam.

Oleh karena itu barang siapa yang beranggapan bahwa hubungan dirinya dengan Muhammad ibarat Khidir dengan Musa (maksudnya tidak perlu terikat dengan syari’at Muhammad -pen). atau membolehkan seseorang mempunyai keyakinan demikian, maka hendaklah ia memperbaharui keislamannya dan mengulang syahadatnya karena ia telah keluar dari islam secara total.

Jelas tidak mungkin ia disebut wali Allah, akan tetapi ia adalah wali setan “. (Syarah ‘Aqidah Thahawiyyah hal 511, takhrij Syeikh Al Bany).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar