Selamat datang di Blog ini

Menebar Dakwah Salafiyyah, Ahlus Sunnah wal Jamma'ah

Minggu, 09 Januari 2011

SEKALI LAGI TENTANG IHYA’UT TURATS (1)

Disarikan dari artikel Al-Ustadz Firanda as-Soronji untuk menepis syubhat dan menjawab tuduhan para ghulat



(Bagian 1)

Pengantar

Nasehat al-‘Allamah al-Muhaddits Syaikh ‘Abdul Muhsin bin Hamd al-‘Abbad al-Badr, salah seorang ulama yang paling senior di Madinah, tentang sikap sebagian Ahlus Sunnah di Indonesia yang meng-hajr dan mencela saudara-saudara mereka yang bermu’amalah dengan Yayasan Ihya` at-Turats:


“Aku katakan, tidak boleh bagi Ahlus Sunnah di Indonesia untuk berpecah belah dan saling berselisih disebabkan masalah mu’amalah dengan Yayasan Ihya` at-Turats, karena ini adalah termasuk perbuatan setan yang dengannya ia memecah belah di antara manusia. Namun yang wajib bagi mereka adalah besungguh-sungguh untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat dan amal shalih. Hendaknya mereka meninggalkan sesuatu yang menimbulkan fitnah. Yayasan Ihya` at-Turats memiliki kebaikan yang banyak, bermanfaat bagi kaum muslimin di berbagai tempat di penjuru dunia, berupa berbagai bantuan dan pembagian buku-buku. Perselisihan disebabkan hal ini tidak boleh dan tidak dibenarkan bagi kaum muslimin. Dan wajib atas Ahlus Sunnah di sana (di Indonesia, pen) untuk bersepakat dan meninggalkan perpecahan.” [Jawaban berupa nasehat ini beliau sampaikan di masjid seusai shalat Zhuhur, Kamis, 13 Oktober 2005, atau 10 Ramadhan 1426 H. Pada kesempatan tersebut yang meminta fatwa adalah Abu Bakr Anas Burhanuddin, Abu ‘Abdirrahman ‘Abdullah Zain, dan Abu ‘Abdil Muhsin Firanda Andirja -penyusun risalah ini-. Kami juga telah minta izin kepada beliau untuk menyebarkan fatwa ini sebagai nasehat bagi Ahlus Sunnah yang ada di Indonesia.]


Demikianlah, masalah IT ini tidak kunjung berakhir. Walaupun deretan nasehat dari para ulama telah mengalir namun tampaknya sikap arogan dan merasa paling benar sendiri telah menjadi batu rintangan ditujunya persatuan antara salafiyin. Terlebih lagi setelah segerombolan pemuda juhala’ yang dibakar semangat jahiliyah dan permusuhan, turut mengobarkan fitnah ini dalam rangka menyebarkan fitnah, kedustaan dan permusuhan di antara barisan salafiyin.

Walaupun mereka berpakaian dengan pakaian salafiyin, dan menyusun fakta dan data yang pada hakikatnya kosong dari kebenaran, dengan metode pengumpulan informasi ala CIA kuffar, yang mana metode ini bisa ditiru siapa saja baik kuffar maupun munafiq, yang tujuannya adalah untuk memporakporandakan barisan salafiyyin dan menyibukkan antara sesama ahlis sunnah.

Namun alhamdulillah, adab ilmiah dan munadhoroh ilmiah yang bermartabat telah ditunjukkan oleh al-Ustadz Askari hafizhahullahu. Beliau menunjukkan sikap ilmiah dan bijaksana di dalam perselisihan semacam ini. Dan sikap seperti inilah yang dituju dan diinginkan. Bukannya sikap pada gerombolan juhala’ tak berilmu lagi tak bertakhlak. Yang kesibukannya hanyalah mencari-cari kesalahan dan kesalahan. Yang bisanya hanyalah menyusun copy paste dari sana sini, browse sana sini, kemudian dibumbui dengan ucapan-ucapan tidak bermutu lagi dibungkus dusta dan fitnah. Ya, karena mereka tidak lebih dari ahli dusta dan ahli fitnah…

Untuk itulah kami turunkan kembali uraian al-Ustadz Firanda bin Abidin as-Soronji, salah seorang saudara kami yang sedang menuntut ilmu di kota Nabi, mereguk ilmu dari negeri para ulama, yang menjawab segala syubhat yang dilontarkan dengan ilmiah dan bijaksana. Apabila antum mau menggunakan akal sehat dan fikiran jernih, niscaya akan tampak mana yang shalih dan mana yang thalih, mana yang jernih dan mana yang keruh, tidaklah membahayakan makian dan celaan para pemaki dan pencela. Karena kebanyakan mereka hanyalah bisa memaki dan mencela saja.

Semoga Alloh membalas al-Ustadz Firanda dengan kebaikan yang berlimpah dan semoga Alloh memberikan taufiq-Nya kepada salafiyin agar bias bersatu di atas sunnah dan manhaj salaf. Adapun maker-makar para perusak dakwah, semoga Alloh membalas kejahatan mereka dan memporakporandakan makar-makar busuk mereka.





Syubhat 1 : Sebagaimana dalam artikel Ustadz Askari, bahwa para ulama yang mentazkiyah memberikan jawaban sebagaimana gambaran pertanyaan yang diberikan, dan fihak penanya adalah dari kalangan hizbiyun dan sururiyun…

Jawab : Jika perkaranya seperti yang mereka katakan, maka sungguh malang nasib para ulama kita yang kerap kali ditipu oleh para penanya, apalagi dalam permasalahan besar seperti ini yang menyangkut keselamatan jiwa raga. Konsekuensinya adalah tuduhan bahwa para ulama kita agak “dungu” karena sering ditipu, juga tuduhan bahwa para ulama kita tidak mengerti fiqhul waqi’ sebagaimana perkataan para hizbiyyin. Na’udzu billahi minal hizbiyyah. Mungkinkah Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rohimahullah dan lainnya sembrono dalam masalah besar yang berkaitan dengan penduduk suatu negara?! Atau apakah fatwa mereka keluar tanpa mengetahui realita sebenarnya yang terjadi di negeri ini, padahal ini adalah permasalahan yang diketahui oleh dunia internasional?! Subhanallah, tuduhan di atas benar-benar mengherankan.

Hal ini bukan berarti kami merendahkan sebagian ulama yang berpendapat bahwa jihad tersebut adalah fardhu ‘ain, atau mencela pendapat ulama yang mereka pilih. Sama sekali tidak demikan. Inti yang kami permasalahkan adalah tuduhan-tuduhan yang mengada-ada dan bagaimana seharusnya menyikapi masalah yang masih diperselisihkan oleh para ulama Ahlus Sunnah.

Hendaknya para saudaraku berfikir dan merenungi kembali apa yang telah mereka lakukan. Renungilah jika mereka berada dihadapan Allah kelak. Bayangkan jika saudara-saudara mereka yang mereka tuduh dan mereka cela secara semena-mena menuntuk hak-hak mereka di hadapan Allah.

Begitu juga tatkala sebagian saudara mereka mengambil bantuan dari sebuah yayasan yang diperselilihkan oleh para ulama, apakah yayasan tersebut termasuk Ahlus Sunnah atau hizbi, maka mereka pun mengikuti ulama yang mengatakan bahwa yayasan tersebut adalah yayasan hizbi, kemudian mereka menyatakan bahwa saudara-saudara mereka yang mengambil bantuan dari yayasan tersebut adalah orang-orang hizbi. Bahkan yang lebih parah dari itu adalah menyatakan orang-orang yang bermu’amalah dengan orang-orang yang bermu’amalah dengan yayasan tersebut juga adalah hizbi.



Syubhat 2 : Bukankah kaidah menyatakan al-jarh al-mufassar muqaddam ‘alat ta’diil al-‘aam (kritik yang rinci didahulukan daripada rekomendasi yang sifatnya umum). Para ulama yang men-tahdzir yayasan ini telah mengetahui kesalahan-kesalahan yayasan ini secara terperinci, sedangkan yang memujinya tidak…

Jawab : Pernyataan ini secara tidak langsung menuduh bahwa para ulama kibar tidak mengerti fiqhul waqi’ dan tidak tahu medan dakwah, karena tidak mengetahui kesalahan-kesalahan yayasan ini. Padahal para ulama besar yang memberi rekomendasi terhadap yayasan tersebut antara lain:

1.

Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baaz rohimahullah
2.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin rohimahullah
3.

Syaikh Shalih al-Fauzan –hafizhahullaah-
4.

Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr–hafizhahullaah-. Ulama paling senior di kota Madinah
5.

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Alu Syaikh -hafizhahullaah-, Mufti Arab Saudi saat ini yang menggantikan posisi Syaikh Ibnu Baaz.
6.

Syaikh Shalih bin ‘Abdil ‘Aziz Alu Syaikh -hafizhahullaah-, menteri agama kerajaan Arab Saudi saat ini.
7.

Syaikh Abdullah bin Mani’ –hafizhahullaah-, anggota Komite Tetap untuk Urusan Riset dan Fatwa.
8.

DR. Bakr bin ‘Abdillah Abu Zaid –hafizhahullaah-, anggota Komite Tetap untuk Urusan Riset dan Fatwa.
9.

Prof. DR. ‘Ali bin Muhammad Nashir Faqihi –hafizhahullaah-, dan lain-lain.

Disamping itu, yayasan ini sangat terkenal dan kiprahnya diketahui oleh banyak orang, maka bagaimana mungkin para ulama tersebut menutup mata dari kesalahan-kesalahannya?! Ini mirip dengan cara hizbiyyin dalam menolak fatwa-fatwa para ulama kibar dengan tuduhan mereka tidak mengerti fiqhul waqi’, sehingga fatwa mereka mentah, tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Na’udzu billah minal hizbiyyah.



Syubhat 3 : Bagaimana pun juga, sangat mungkin saja para ulama tersebut tidak tahu keadaan dan realita sebenarnya jum’iyah ini…

Jawab : Kemungkinan itu memang ada, tetapi kecil, tidak bisa dijadikan pijakan. Mengapa antum tidak memakai kemungkinan yang lebih besar, yaitu para ulama memang mengetahui kondisi yayasan ini, sebagaimana argumen di atas? Mengapa justru kemungkinan yang kecil yang antum jadikan pijakan? Mungkinkah para ulama mengeluarkan pernyataan tanpa ilmu dan tanpa mengetahui realita?!! Alasan berikutnya yang menunjukan bahwa para ulama mengetahui kondisi yayasan ini adalah perseteruan antara Syaikh Rabi’ bih Hadi al-Madkhali –hafizhahullah- dan ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq jelas diketahui oleh para ulama kibar, terutama Syaikh Ibnu Baaz. Karena itu, jelas bahwa para ulama kibar mengetahui kondisi yayasan ini.



Syubhat 4 : Sebagian ulama menyatakan bahwa para Syaikh tersebut ruju’ (meralat) rekomendasi mereka…

Jawab : Kita katakan, “Pernyataan tersebut bisa dijawab dari beberapa segi:

1.

Rekomendasi terakhir seluruh para Syaikh yang disebut di atas, bahkan setelah perseteruan antara Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali –hafizhahullaah- dengan ‘Abdurrahman Abdul Khaliq, dan rekomendasi mereka masih ada [Lihat risalah yang berjudul Syahaadaat Muhimmah li ulama’ al-Ummah fi Manhaj wa A’maal wa isdaaraat Jum’iyyah Ihyaa` at-Turats al-Islami]. Bahkan sebagian mereka merekomendasi yayasan ini berulang-ulang -terutama Syaikh Ibnu Baaz dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin-.
2.

Rekomendasi Syaikh Ibnu Baaz rohimahullah yang terakhir adalah pada tanggal 6/5/1418 H, yaitu menjelang wafatnya beliau -yaitu tanggal 27/1/1420 H- [Lihat risalah Syaikh al-‘Allamah al-Muhaddits ‘Abdul Muhsin al-’Abbad yang berjudul al-Hatsts ‘ala Ittibaa’ as-Sunnah wat Tahdziir minal Bida’ wa Bayaan Khathariha, hal 60], dan sebelumnya beliau merekomendasi yayasan ini berulang-ulang. Hal ini menunjukkan bahwa pernyataan beliau ruju’ dan meralat rekomendasi beliau terhadap yayasan ini adalah dusta. Maka siapa saja yang menyatakan mereka telah ruju’, hendaklah ia mendatangkan bukti yang nyata. Demikian juga rekomendasi Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin rohimahullah yang terakhir adalah pada tanggal 24/5/1418 H, menjelang wafatnya beliau. Rekomendasi Mufti Kerajaan Arab Saudi, Syaikh Abdulaziz Alu Syaikh –hafizhahullah- yang terakhir adalah tanggal 11/8/1421 H. Rekomendasi Syaikh Shalih Alu Syaikh pada tanggal 24/10/1423 H.
3.

Selanjutnya, sulit dapat dibayangkan jika mereka memberi rekomendasi secara terang-terangan dan tertulis -bahkan tersiarkan- kemudian mereka ruju’ secara hanya diam-diam dan hanya diketahui oleh segelintir orang. Apalagi terdapat kebiasaan pada sebagian orang untuk tidak menerima taubat seseorang kecuali jika diumumkan. Mungkinkah mereka malu untuk ruju’ di hadapan umum? Semua indikasi ini menunjukkan bahwa mereka tidaklah mencabut fatwa atau rekomendasi mereka. Sekali lagi siapa saja yang menyatakan mereka telah ruju’ maka hendaklah membawa bukti yang nyata. Alhamdulillah, sebagaian Syaikh tersebut masih hidup dan bisa ditanya secara langsung!
4.

Jika para Syaikh tersebut merekomendasi yayasan tersebut pada saat ‘Abdurrahman ‘Abdul khaliq – yang kesalahannya telah terungkap- masih memiliki pengaruh yang besar terhadap yayasan tersebut, maka bagaimana mungkin mereka ruju’ jika pengaruh ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq di yayasan tersebut semakin berkurang untuk saat sekarang ini. Kemungkinan mereka justru semakin memperkuat rekomendasi terhadap yayasan tersebut, karena kesalahan-kesalahan yayasan tersebut menjadi semakin sedikit dan kondisinya semakin membaik.



Syubhat 5 : Berarti antum menyatakan bahwa dengan rekomendasi para Syaikh tersebut maka yayasan tersebut bersih dari kesalahan?! Hal padahal kesalahan yayasan tersebut sangat tampak di depan mata kami!”

Jawab : Rekomendasi para Syaikh tersebut tentu saja tidak menunjukkan bahwa yayasan tersebut tidak ada kesalahannya. Dalam sebagian fatwa para Syaikh -yaitu Syaikh Ibnu Baaz-, tampak jelas bahwa beliau mengetahui kesalahan yayasan tersebut, terutama kesalahan ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq. Bahkan Syaikh Ibnu Baaz telah memberikan bantahan khusus kepada ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq sebagai jawaban atas surat yang dikirimkan oleh ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq kepada Syaikh Ibnu Baaz pada tanggal 8/3/1415 H. Beliau membantah enam kesalahan ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq yang tercantum di dalam buku-bukunya.

Lihat Fataawa wa Maqaalaat Ibn Baaz (VIII/240-245), dengan judul Mulaahazhaat ‘ala Ba’dh Kutub asy-Syaikh ‘Abdirrahman ibn ‘Abdil Khaliq. Berikut ini kami kutip sebagian nasehat Syaikh Ibnu Baaz kepada ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq :

Sejumlah kritikan atas bebarapa buku-buku Syaikh ‘Abdurrahman bin ‘Abdil Khaliq

Dari Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baaz kepada anak yang mulia dan memiliki keutamaan, Syaikh ‘Abdurrahman bin ‘Abdil Khaliq, semoga Allah memberikan taufiq baginya kepada apa-apa yang diridhai-Nya, menambahkan ilmu dan iman kepadanya…, amin.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh,

Amma ba’du,

Telah sampai kepadaku tulisanmu yang mulia pada tanggal 8/3/1415 H melalui saudara yang mulia…, semoga Allah menyampaikan engkau dengan tali petunjuk dan taufiq. Dan seluruh yang engkau paparkan telah dimengerti.

Sungguh sangat menyenangkanku apa yang engkau sebutkan berupa komitmen engkau terhadap jalan para Salaf dari umat ini dari kalangan para sahabat –semoga Allah meridhai mereka- dan para pengikut mereka dengan baik. Hanya saja terdapat sejumlah perkara yang terkadang menyelisihi hal ini, berupa kesalahan atau kealpaan.

Sebagaimana juga menggembirakanku semangatmu dan keinginanmu untuk menjelaskan tentang perkara-perkara yang dinisbatkan kepadamu berupa kesalahan-kesalahan agar engkau meralatnya jika memang benar kesalahan-kesalahan tersebut berasal darimu. Juga menggembirakanku sikapmu memaafkan orang-orang yang telah berbuat tidak baik kepadamu dan sikap engkau yang mengharapkan pahala dari Allah dengan sikap memaafkanmu itu… dan seterusnya, sebagaimana yang telah engkau jelaskan dalam tulisanmu.

Tulisanmu itu sampai (kepadaku) setelah selesainya pertemuan Hai-ah Kibaar ‘Ulamaa` pada daurah yang ke-42, berakhir pada tanggal 30 Shafar 1415 H. Kapan saja dibutuhkan untuk memaparkan risalahmu kepada mereka (para ulama besar) di dalam pertemuan, maka kami akan memaparkannya kepada mereka di daurah yang akan datang insya Allah.

Berikut ini penjelasan kesalahan-kesalahan yang saya dapati dari buku-bukumu sebagai berikut:

1.

Ushuul al-‘Amal al-Jama’i.
2.

Al-Khuthuuth ar-Ra-isiyyah li Ba’tsil Ummah al-Islamiyyah.
3.

Wujuub Tathbiiq al-Huduud asy-Syar’iyyah.
4.

Masyru’iyyatul Jihaad al-Jamaa’i.
5.

Al-Washaayaa al-‘Asyr.
6.

Fushuul minas siyaasah as-Syar’iyyah.
7.

Apa yang saya dapati dari kaset ceramahmu yang berjudul al-Madrasah as-Salafiyyah.

Pertama, engkau katakan dalam bukumu (Ushuul al-Amal al-Jamaa’i) dengan teks sebagai berikut, “Sesungguhnya sebagian orang-orang yang berafiliasi kepada dakwah Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab rohimahullah menyangka bahwa setiap orang yang medirikan sebuah jama’ah (perkumpulan) untuk berdakwah dan berjihad maka orang itu adalah Khawarij dan Mu’tazilah. Sebagaimana mereka juga menyangka bahwa nizham (aturan/sistem) bukanlah termasuk agama Allah dan bahwa berkelompok itu bukanlah termasuk agama Islam.”

Sebagaimana juga engkau menyangka bahwa “Sebagian murid-murid yang berafiliasi kepada Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab rohimahullah telah memberikan kepada pemerintah sekarang ini (yaitu pemerintah Arab Saudi, pen) hak-hak yang tidak diberikan kepada Abu Bakr ash-Shiddiq dan tidak juga kepada al-Faruq ‘Umar bin al-Khaththab, dan kaum muslimin tidak mengenal hak-hak tersebut sepanjang sejarah mereka. Bahkan tidak seorang ulama pun yang terpercaya –sepanjang pengetahuanmu- yang menulis tentang hal ini dalam buku-buku ilmu. (Hak-hak tersebut), yaitu tidak bolehnya beramar ma’ruf dan nahi mungkar kecuali dengan izin penguasa, dan tidak boleh menolak permusuhan kepada negeri-negeri Islam kecuali dengan izin penguasa. Mereka memberikan kepada penguasa sifat-sifat Rabb. Sehingga kebenaran adalah yang disyari’atkan oleh penguasa dan kebatilan adalah yang diharamkan oleh penguasa, dan apa-apa yang didiamkan oleh sang penguasa maka wajib didiamkan.

Di sisi mereka (para ulama yang berafiliasi kepada Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab menyatakan) bahwa apa yang dilalaikan oleh penguasa berupa perkara-perkara agama dan kemaslahatan kaum muslimin maka wajib bagi kaum muslimin untuk melalaikannya dan pura-pura tidak melihatnya agar penguasa tersebut tidak marah.” (Lihat Ushulul ‘Amal al-Jama’i, hal 10-11). Demikianlah yang engkau sebutkan.

Aku tidak mengetahui ada seorang pun dari pengikut Syaikh Imam Muhammad bin ‘Abdil Wahhab rohimahullah yang mengucapkan perkataan yang engkau sebutkan ini. Maka aku mengharapkan kejelasan kitab yang engkau nukil darinya atau seseorang yang menyampaikan hal itu kepadamu. Jika engkau tidak mendapatkannya maka wajib bagimu untuk menjelaskan kesalahanmu tentang penukilanmu ini, bahwa hal itu tidak ada asalnya sama sekali, dan telah jelas pada ketidakbenaran perkataan-perkataan ini dari seorang pun pengikut Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab. Sebaiknya engkau ber-tatsabbut (mengecek terlebih dahulu) di kemudian hari pada setiap yang engkau nukil. Hendaknya yang menjadi tujuan adalah menjelaskan kebenaran dan kebatilan tanpa perlu menyebutkan nama orang yang engkau nukil darinya, kecuali jika terdapat kondisi darurat yang mengharuskan hal itu.

Kedua, engkau berkata di kaset yang berjudul al-Madrasah as-Salafiyyah yang teksnya sebagai berikut, “Sesungguhnya sekelompok ulama di Arab Saudi berada di dalam kebutaan yang nyata dan kebodohan yang parah tentang problematika-problematika yang kontemporer…. Salafiyyah mereka adalah Salafiyyah taqlid yang tidak ada nilainya sama sekali.” Demikianlah perkataanmu…

Ini adalah perkataan yang batil. Sebab para ulama di Arab Saudi mengetahui problematika-problematika zaman ini dan mereka banyak menulis tentang hal tersebut. Dan aku termasuk di antara mereka –alhamdulillah-. Aku telah menulis banyak sekali yang berkaitan dengan hal itu. Dan mereka –dengan karunia Allah- adalah termasuk orang-orang yang paling mengetahui tentang madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Mereka menempuh jalan yang ditempuh oleh para as-Salafus Shalih pada bab tauhid uluhiyyah, tauhid asma’ wa shifat, bab mengingatkan umat dari (bahaya) bid’ah, dan dalam seluruh bab-bab pembahasan yang lainnya. Karena itu, jika engkau tidak tahu tentang mereka maka silahkan membaca kumpulan Ibnu Qasim (ad-Durar as-Saniyyah), fatwa-fatwa guru kami Muhammad bin Ibrahim rohimahullah, dan bacalah apa yang telah kami tulis tentang hal itu dalam fatwa-fatwa kami, dan buku-buku kami tersebar di masyarakat.

Tidak diragukan lagi bahwa perkataanmu tentang ulama-ulama Arab Saudi tidak benar dan merupakan kesalahan yang mungkar. Maka wajib bagi engkau untuk meralat perkataanmu itu dan menyiarkannya di koran-koran setempat di Kuwait dan Arab Saudi. Kami memohon kepada Allah bagi kami dan bagimu hidayah, sikap kembali kepada kebenaran dan istiqamah di atasnya, sesungguhnya Ia adalah sebaik-baik tempat meminta….”

Setelah Syaikh Ibnu Baaz menyanggah kesalahan-kesalahan ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq hingga poin keenam, Syaikh Ibnu Baaz kemudian menutup nasehat beliau dengan berkata, “Dan Allah-lah tempat meminta agar memberi taufiq kepada kami dan kepadamu untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih, dan agar meluruskan hati serta seluruh amalan kita, dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang memberi dan mendapat petunjuk, sesungguhnya Ia Maka Baik dan Maha Mulia.”

Barangsiapa yang ingin mendapat keluasan dalam masalah ini maka silahkan merujuk kepada Fataawa wa Maqaalaat Ibn Baaz (VIII/240-245).

Meskipun demikian, beliau (Syaikh Bin Baz rohimahullah) tetap menganggap bahwa yayasan tersebut masih yayasan Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Maka yang benar adalah sebagaimana penjelasan Syaikh ‘Abdul Malik ar-Ramadhani bahwa pada yayasan tersebut ada kesalahan-kesalahan, sehingga para ulama berbeda pendapat, apakah kesalahan-kesalahan tersebut mengeluarkan yayasan tersebut dari Ahlus Sunnah atau tidak?. Disinilah letak perbedaan ijtihad di kalangan para ulama.





Syubhat 6 : Pendapat para ulama kibar mungkin saja lemah dan keliru, apalagi apabila jawabannya berangkat dari pertanyaan yang digambarkan kepada mereka.

Jawab : Jika para ulama kibar yang memberi rekomendasi saja bisa keliru dan salah, padahal mereka lebih senior dan jumlahnya lebih banyak, maka para ulama yang meng-hizbi-kan yayasan tersebut -yang notabene mereka adalah murid-murid para ulama kibar tersebut, dengan jumlah mereka yang lebih sedikit- tentunya kemungkinan untuk salah dan keliru lebih besar lagi.



Syubhat 7 : Bagaimana pun kebenaran itu disertai dengan dalil. Belum tentu para Syaikh kibar tersebut benar, meskipun mereka lebih senior dan jumlahnya lebih banyak.

Jawab : Taruhlah pendapat para Syaikh yang men-tahdzir yayasan tersebut lebih benar, padahal belum tentu demikian. Maka yang menjadi pertanyaan, bagaimana sikap Antum yang mengetahui bahwa para Syaikh berselisih pendapat dalam masalah ini terhadap saudara-saudara antum yang semanhaj dengan antum, se’aqidah dengan antum, buku antum dan mereka sama, ulama antum dan mereka sama, dan… dan… dan…. Antum sama seperti hampir dalam seluruh perkara. Lalu mereka mengamalkan firman Allah:

“Maka bertanyalah kalian kepada para ulama jika kalian tidak mengetahui.”

Mereka pun bertanya kepada para ulama kibar. Bukankah secara naluri sangat wajar jika seseorang Salafi memilih para ulama yang lebih senior –juga lebih banyak jumlahnya- untuk dijadikan tempat bertanya dan bersandar dalam masalah ini? Layakkah kemudian Antum tuduh mereka sebagai pengikut hawa nafsu atau mata duitan, sehingga kalian meng-hajr dan men-tahdzir mereka? Bertakwalah kepada Allah. Jagalah lisan-lisan kalian. Apakah kalian mengetahui isi hati mereka? Lihatlah, apakah saudara-saudara kalian yang kalian tuduh tersebut adalah orang-orang kaya?

Yang sangat menyedihkan sebagian orang menuduh saudara-saudara mereka yang mengambil dana dari Yayasan Ihya At-Turots untuk kepentingan perut mereka. Berikut ini nukilan sebuah ceramah yang disampaikan oleh salah seorang dari mereka di Yogyakarta (kajian mereka ini dihadiri oleh beberapa ikhwah salafiyin dan kajian tersebut direkam secara keseluruhan -ed) :

((Adanya Jum’iah ini adalah sarana untuk mencari makan, cari penghidupan. Maka barangsiapa yang bergabung dengan mereka (yayasan ini) maka harus siap untuk bersaing. Sesungguhnya persaingan diantara mereka ketat sebagaimana persaingan orang-orang yang berebut jabatan. Bantuan-bantuan uang dana yang akan diturunkan dari jum’yah (yayasan) itu adalah proyek. Proyek pembangunan mesjid, proyek bantuan anak yatim, proyek untuk menggali sumur-sumur, proyek untuk bantuan orang-orang miskin dan sebagainya. Ini adalah proyek, apa maksudnya proyek?, kerjaan, dan kerjaan tentu tidak mungkin tanpa imbalan . Dan proyek-proyek ini tadi mereka kerjakan dengan mengambil keuntungan. Dan sebagian ikhwan mengabarkan kepada kita bagaimana kejinya mereka mempermainkan harta kaum muslimin. Harta muslimin yang diturunkan untuk membangun mesjid atau membantu anak yatim atau kemudahan-kemudahan yang lainnya bagi kaum muslimin kemudian mereka…(kalimat tidak jelas) dan mereka masukan sebagiannya ke dalam kantong-kantong mereka… Kalo pejabat memiliki mobil terbaru keluaran 2006 maka mereka mampu, tidak ketinggalan, karena proyek-proyek mereka juga banyak… persentase yang mereka masukkan ke dalam kantong mereka dari uang kaum muslimin. Bahkan mereka berebut untuk mengambil proyek tersebut ke Jakarta. Maka barangsiapa yang kuat lobinya dan kuat jaringannya, kuat untuk bisa proyek yang baru maka dialah yang akan mendapatkan proyek tersebut. Dan itu bukan uang yang sedikit ya ikhwan, bukan seribu dua ribu, uang jutaan, bahkan mungkin sebagiannya milyaran. Uang siapakah itu?, hartanya kaum muslimin. Makanya dari dulu mana mau mereka melepaskan ini. Ini uang banyak. Dan mereka berupaya untuk mencari fatwa para ulama untuk membenarkan ini. Karena ini adalah kehidupan bagi mereka. Makanya sebagaimana yang dinasehatkan oleh para ulama hendaknya kaum muslimin bertakwa kepada Allah tidak memberikan harta-harta mereka kecuali pada tempat-tempat yang terpercaya dan tidak menitipkannya ke jum’iyah-jum’iyah hizbiyah seperti jum’iyah Ihya At-Turots…))

Dia juga berkata, ((…bantuan itu adalah untuk mesjid, untuk anak-anak yatim dan yang lainnya. Akan tetapi mereka manfaatkan bantuan-bantuan ini sebagai proyek yang mereka ambil keuntungannya. Sebagai contoh saya beritahu. Misalnya ada proyek mesjid datang bantuan dari jum’iyah sekian, mereka berebut mengambilnya. Siapa yang dapat proyek maka dialah yang menanganinya. Maka cari tempat, pokoknya harus dapat tempat. Kalau tempat itu tidak membutuhkan mesjid diupayakan lobi untuk tempat itu butuh. Jadi oke dari masyarakat setempat, yalloh sekarang saya akan bantu mesjid. Bagaimana sayakan sudah bantu kalian mesjid. Ini ada dana, kalian kerjakan yah ini. Bangun, mereka (masyarakat) senang, ya sudah bangun insya Allah kami gotong royong. Keluarlah bantuan. Tapi saya akan membantu kalian dengan catatan bahwa semua kebutuhan, material, pokoknya semua datang dari saya bukan kalian yang membeli. Pokoknya kalian tahu jadi tinggal tunggu di tempat. Maka datang barang-barang itu tadi, material, mereka membangun dan sebagainya sampai jadi mesjid. Jadi mesjid, orang yang bawa proyek sudah mengantongi uang. Dari mana? Gaji buruh!!!. Sebab mesjid itu turun lengkap semuanya dengan gaji para buruh bangunan yang mengerjakan mesjid. Karena sekarang sudah dikerjakan oleh masyarakat, mana dana itu?? Masuk kantong!!…. ini semua permainan… kasihan para syabab yang habis-habisan membela mereka (dengan berkata) “ini tidak hizbiah, mereka itu bukan hizbiyun, mereka salafiyuun..” antum semua tidak tahu permainan di belakang itu… dunia di belakangnya…)). Perhatikanlah betapa kejinya fitnah mereka -ed.

Cermatilah para pembaca yang budiman bagaimana perkataan yang sangat keji ini yang ditujukan kepada saudara-saudara mereka… bukankah ini merupakan tuduhan bahwa orang yang mengambil dana adalah para penipu, tidak amanah, bahkan pencuri!!! Wallahul musta’aan

Lihatlah penjelasan para Syaikh kibar tentang manhaj Ahlus Sunnah dalam menyikapi perselisihan di kalangan ulama Ahlus Sunnah. Lihat pula penjelasan Ibnu Taimiyyah. Semoga Allah memberi petunjuk kepada kami dan kalian.





Syubhat 8 : Meskipun pusat yayasan yang berada di timur tengah tersebut mendapat rekomendasi, namun cabang mereka yang ada di sejumlah negeri kaum muslimin menerapkan praktek-praktek hizbiyyah, sebagaimana pengakuan sebagian Syaikh

Jawab : Kalau benar yang kalian katakan, maka perkaranya bukan pada pusat yayasan tersebut, namun masalahnya kembali ke cabang yayasan tersebut. Sebagai contoh, ada suatu yayasan yang berpusat di timur tengah, yaitu Daarul Birr, pernah direkomendasi oleh para ulama, bahkan Syaikh Rabi’, namun cabang yayasan tersebut yang ada di Indonesia dikomando oleh hizbiyyun, apakah hal ini menunjukkan bahwa Syaikh Rabi’ salah dalam berfatwa?





Syubhat 9 : Berarti pendapat antum ini mengharuskan kita harus diam dari kesalahan yayasan tersebut dan tidak mengingatkan umat dari kesalahannya?

Jawab : Maksudnya bukan demikian. Nasehat adalah perkara yang sangat dituntut. Namun, bagaimana caranya? Apakah harus dengan melontarkan celaan di podium-podium dan masjid-masjid? Apakah harus menyebutkan nama saudara antum dengan diiringi tahdzir? Jika antum yang diperlakukan demikian, bagaimanakah perasaan antum? Lantas kenapa antum tidak sekalian saja men-tahdzir -atau bahkan meng-hajr- Syaikh Fauzan, Syaikh Shalih Alu Syaikh, Muftti kerajaan Arab Saudi, Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbad, dan yang lainnya yang telah memberi rekomendasi kepada yayasan tersebut? Bukankah para Syaikh inilah yang menjadi sebab terbukanya pintu untuk bekerjasama dengan yayasan tersebut, yaitu dengan adanya rekomendasi mereka kepada yayasan ini? Adapun orang-orang yang bermu’amalah dengan yayasan tersebut hanyalah merupakan akibat (dampak) dari rekomendasi tersebut. Kenapa kalian begitu gencarnya memerangi akibat dan tidak memerangi sebab ?





Syubhat 10 : Mereka kan para ulama, mereka mujtahid, mereka diberi udzur meski mereka salah

Jawab : Jika para Syaikh yang lebih memiliki ilmu, lebih mengetahui fiqhul waqi’, dan lebih memperhatikan maslahat umat saja mendapat udzur dari antum, maka saudara-saudara antum yang ilmunya lebih minim dan telah bertanya kepada mereka seharusnya harus lebih mendapat udzur dari antum. Jika antum bisa toleran kepada para Syaikh tersebut, seharusnya antum juga bisa toleran kepada saudara-saudara antum. Apalagi masalah ini adalah masalah khilafiyyah ijtihadiyyah.





(bersambung bagian 2)

Dinukil dari http://www.muslim.or.id

dengan perubahan format tanpa merubah isi dan maksud

Tidak ada komentar:

Posting Komentar