- Pernah ada di sini orang sholat tidak menghadap Qiblat karena dia merasa bebas menafsirkan Islam
- Dalam beberapa pertemuan dan diskusi, memang ditemukan bagaimana audiensi diarahkan untuk meyelesaikan masalah bahwa Akal itu lebih utama dibanding al-Qur’an
- Di bulan Ramadhan, baik lelaki maupun perempuan dalam satu ruangan tanpa hijab, laki–laki perempuan tidur bersama dalam satu ruangan, bahkan ada yang berpendapat bahwa tidak wajibnya menggunakan jilbab
- Pernah terjadi anggota pengurus YISC Al-Azhar, Ahmad Nurcholish, menikahi Ang Mei Yong, seorang perempuan Konghucu. Nurcholish sendiri, kebetulan adalah pengurus di Youth Islamic Studi Club (YISC) Al-Azhar. Alkisah, Nurcholish tetap menikahi Ang Mei Yong, dan ia mengajukan surat pengunduran dari kepengurusan YISC. (lihat buku Hartono Ahmad Jaiz, Menangkal Bahaya JIL dan FLA, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2004).
- Setelah kasus tersebut, suasana telah berubah. Menurut Romi Piliando, Ketua Bidang Pendidikan YISC Al Azhar, kurikulum YISC Al Azhar sudah tidak lagi memberikan ruangan kepada budaya hermeunetika dan liberalisme.
- “Pembersihan sistem kurikulum YISC Al Azhar dari paham-paham sesat memang sudah menjadi rekomendasi baik fatwa MUI hingga dari Takmir Masjid Agung Al Azhar sendiri, dan kami juga selalu mengedukasi civitas untuk memahami kesesatan kesesatan seperti liberalism ini,” jelasnya.
Berikut ini tulisan tentang itu dikutip dari hidayatullah.com.
***
Paham Liberal Pernah Masuk YISC Al Azhar
Banyak orang tidak menyadari bahwa fenomena liberalisme juga menunjukkan eksistensi untuk menyusup ke dalam remaja masjid. Youth Islamic Study Club (YISC) Al Azhar adalah salah satu remaja masjid terbesar di Indonesia yang pernah merasakan bagaimana eksistensi gerakan liberalisme hadir menyebarkan pemikirannya melalui remaja masjid.
Pernyataan ini disampaikan Ahmad Qodratu Ketua Umum Yisc Al Azhar periode Januari 2006 – 2007.
“Secara organisasi kaum liberal tidak pernah menyatakan dirinya eksis di YISC Al Azhar, namun secara kajian – kajian diindikasikan memang banyak fakta seperti itu. Kegiatan – kegiatan yang berjalan memang seperti itu. Bahkan pernah ada di sini orang sholat tidak menghadap Qiblat karena dia merasa bebas mentafsirkan Islam,”jelas Ahmad Qodratu kepada hidayatullah.com di sela-sela kegiatan kajian “Islam Versus Liberal”, Ahad, (18/03/2012).
“Dalam beberapa pertemuan dan diskusi, memang ditemukan bagaimana audiensi diarahkan untuk meyelesaikan masalah bahwa Akal itu lebih utama dibanding al-Qur’an,” lanjutnya.
Ahmad Qodratu aktif di YISC merasakan betul pengaruh orang-orang yang berpaham liberal ini.
“Saya berada di YISC Al Azhar sejak tahun 2001, sejak saya menjadi anggota saya merasakan betul bagaimana pemahaman liberal diterapkan, bahkan saya pernah merasakan, di bulan Ramadhan, baik lelaki maupun perempuan dalam satu ruangan tanpa hijab, laki–laki perempuan tidur bersama dalam satu ruangan, bahkan ada yang berpendapat bahwa tidak wajibnya menggunakan jilbab.”
Tak hanya itu, menurutnya, pernah ada pernikahan berbeda agama di YISC Al Azhar.
“Kasus ini sempat dibicarakan di Majalah Tempo,” tuturnya di sela sela kegiatan kajian “Islam Versus Liberal”, Ahad (18/03/2012).
Fauzi Hasan, Ketua umum aktif YISC Al-Azhar periode 2012 – 2013 membenarkan apa yang dijelaskan oleh Ahmad Qodratu.
“YISC Al-Azhar memang pernah ternodai dalam tanda kutip, bahwa YISC memang pernah disusupi, dan diikuti oleh orang – orang liberalis yang menafsirkan ajaran Islam sesuka hati mereka. Namun Alhamdulillah, sedikit demi sedikit kami menyakinkan bahwa tidak ada lagi pemikiran pemikiran tersebut di sini, “ ujarnya.
Sejak peristiwa itu, saat ini, aku Hasan, kajian – kajian di tempat ini sudah tidak ada lagi menomorsatukan rasionalisme atau hermeneutika.
“Garis kami adalah al-Qur’an dan As-Sunnah, say no to liberal,” jelas Fauzi Hasan tegas.
Namun demikian, Fauzi Hasan tetap menjelaskan bahwa YISC Al-Azhar bukanlah remaja masjid yang eksklusif. Yayasan ini terbuka dengan siapa saja, termasuk orang liberal jika mau bergabung.
“Saya pikir tidak ada masalah jika mereka mau bergabung di YISC, dengan alasan mereka tidak boleh menyebarkan, mempengaruhi dan mengajak orang untuk mengikuti pemikiran liberal mereka. Justru saya berharap dengan sistem pendidikan yang kami bangun, kesesatan mereka justru bisa diluruskan dan mereka bisa kembali ke aqidah yang benar, ” ujar lelaki keturunan Bima Nusa Tenggara Barat ini.
Menikah Beda Agama
Menikah Beda Agama
Seperti diketahui, Masjid Al-Azhar, Jakarta pernah menjadi tempat pernikahan beda agama. Kasus pertama terjadi pada Ahmad Nurcholish yang menikahi Ang Mei Yong, seorang perempuan Konghucu. Nurcholish sendiri, kebetulan adalah pengurus di Youth Islamic Studi Club (YISC) Al-Azhar. Alkisah, Nurcholish tetap menikahi Ang Mei Yong, dan ia mengajukan surat pengunduran dari kepengurusan YISC.
Yang bersangkutan akhirnya melakukan nikah “dua metode” difasilitasi Paramadina dan ijab-kabulnya dilakukan di Islamic Study Center Paramadina, Jaksel dan yang bertindak sebagai wali Dr. Kautsar Azhari Noer dan Ulil Abshar-Abdalla sebagai saksi. Sementara, perestuan secara Konghucu dilakukan di ruangan lithan Sekretariat Matakin di Sunter Jakarta Utara.
Yang bersangkutan akhirnya melakukan nikah “dua metode” difasilitasi Paramadina dan ijab-kabulnya dilakukan di Islamic Study Center Paramadina, Jaksel dan yang bertindak sebagai wali Dr. Kautsar Azhari Noer dan Ulil Abshar-Abdalla sebagai saksi. Sementara, perestuan secara Konghucu dilakukan di ruangan lithan Sekretariat Matakin di Sunter Jakarta Utara.
Setelah kasus tersebut, suasana telah berubah. Menurut Romi Piliando, Ketua Bidang Pendidikan YISC Al Azhar, kurikulum YISC Al Azhar sudah tidak lagi memberikan ruangan kepada budaya hermeunetika dan liberalisme.
“Pembersihan sistem kurikulum YISC Al Azhar dari paham-paham sesat memang sudah menjadi rekomendasi baik fatwa MUI hingga dari Takmir Masjid Agung Al Azhar sendiri, dan kami juga selalu mengedukasi civitas untuk memahami kesesatan kesesatan seperti liberalism ini,” jelasnya.
Meski tidak bisa dipastikan, kapan paham liberal pernah masuk di YISC Al Azhar, namun perubahan ‘pembersihan’ eksistensi liberalisme sudah terjadi sejak dipimpin oleh Ahmad Qodratu.
Pasca 4 kepengurusan sejak Ahmad Qodratu hingga Fauzi Hasan, penolakan terhadap liberalisme adalah salah satu hal yang tidak bisa di tawar. [baca: Banyak Remaja Islam Mulai Sadar Bahaya Paham Liberal]
“Kami tidak akan segan untuk mengeluarkan mereka dari keanggotaan YISC Al Azhar, jika mereka berani menyebarkan paham liberal di civitas kami,” ujar Fauzi Hasan.*/thufail
Tidak ada komentar:
Posting Komentar