Selamat datang di Blog ini

Menebar Dakwah Salafiyyah, Ahlus Sunnah wal Jamma'ah

Selasa, 14 Agustus 2012

Bohong Besar, Gus Dur Bela Minoritas!

Assalamu’alaikum warahmarullahi wabarakatuh
Suara-suara yang menyanjung Gus Dur itu kebanyakan tipuan belaka. misalnya, dia disebut-sebut sebagai pembela kaum minoritas. Itu dusta belaka. Dia hanya mau membela kalau itu merusak Islam. Misalnya Ahmadiyah yang nabinya palsu tetapi mengaku Islam, bahkan menganggap kafir bagi yang tidak ikut mereka. itulah yang dia bela. Tapi muslim Denpasar yang dilarang punya kuburan Muslim, dilarang bangun masjid lagi, tak dia bela.
contoh Gus Dur membela kesesatan, berita ini:
Gus Dur Siap Jadi Pembela Ahmadiyah
Sabtu, 19 April 2008 – 11:33 wib
Yuni Herlina Sinambela – Okezone
JAKARTA – Mantan Ketua Umum PBNU KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menyatakan siap menjadi pembela kelompok Ahmadiyah jika nantinya ada proses pengadilan.
“Kalau dibawa ke pengadilan, saya akan jadi saksi ahli. Kalau diperlukan, saya akan jadi anggota tim pembela,” kata Gus Dur usai diskusi di Utan Kayu, Jalan Utan Kayu, Jakarta,
Sabtu (19/4/2008).

Mengenai pernyataan Bakor Pakem yang menyatakan Ahmadiyah sebagai aliran sesat dan terlarang, Gus Dur menyatakan telah terjadi pelanggaran Undang Undang Dasar. Karenanya,
menurut Gus Dur, aliran itu tidak perlu dibubarkan.
“Kalau berdasar UUD, harus dipertahankan kemerdekaan berpikir dan berbicara. Jadi karena itu ahmadiyah tidak usah dibubarkan. Bakor Pakem itu salah, melanggar UUD,” nilai mantan presiden ini.(jri)
Ya, memang dia siap jadi pembela kalau itu merusak Islam, seperti Ahmadiyah dengan nabi palsunya. Sebaliknya, dia tak mau tahu kalau itu yang menderita adalah orang Islam.
buktinya, berkali-kali ada berita, orang Islam di Bali khususnya di Denpasar yang berjumlah 30 persen itu tidak dibolehkan punya pekuburan Muslim. Mereka sudah sering mengeluh, tetapi adakah pembelaan Gus Dur? Muslimin Denpasar tidak boleh mendirikan lagi musholla, apalagi masjid, padahal yang ada sudah tak memadahi. pernahkah Gus Dur kerangkang-rangkang untuk membela Muslimin yang didholimi itu seperti yang ia lakukan di antaranya membela Gereja di Karang Tengah Tangerang, dan membelanya pun dengan melabrak ke masjid, akhirnya diusir oleh masyarakat karena asal bela gereja begitu saja? Jadi secara singkatnya, dia adalah pembela siapa dan apa saja yang merusak dan membenci Islam. sebaliknya, tidak mau tahu kalau itu Islam yang didholimi.
Itu kalau dalam ilmu aqidah, wala’ (kecintaannya) terbalik. Seharusnya cinta kepada Allah, Rasul, Islam, dan Muslimin; tapi justru sebaliknya. jadi wala’ dan bara’nya terbalik.
Maka benarlah perkataan seorang Kiai NU di Madura, KH Kholil Muhammad, “Semoga tidak ada lagi kiai nyeleneh secara pemikiran setelah Gus Dur,”
Banyaknya orang yang menyanjung Gus Dur, barangkali saja filter hidung-hidung manusia sudah banyak yang tidak mampu menyaring secara obyektif. Sehingga mereka sudah berubah jadi berhidung lalat, justru merasa sedap ketika bertemu dengan barang busuk apalagi sangat busuk. Makanya bau busuk yang sangat menyengat itu justru sangat wangi bagi mereka, hingga menyanjungnya dan mengelu-elukannya.
Meskipun demikian, masih ada pula kiyai yang sudah benar-benar muak dengan Gus Dur di antaranya KH Ali Yafie, sampai dua kali mundur ketika Gus Dur memimpin.
Pertama, KH Ali Yafie mundur dari petinggi kiyai NU (struktural) ketika Gus Dur jadi ketua umum PBNU karena Gus Dur minta dana dari YDBKS yayasan yang mengelola judi nasional, SDSB yang dulunya bernama Porkas.
Kedua, KH Ali Yafie mundur dari ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) ketika ternyata Gus Dur naik jadi presiden.
Ada lagi KH Kholil Muhammad, Pengasuh Pondok Pesantren Gunung Jati Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur menilai, pluralisme agama yang diusung Gus Dur sangat berbahaya bagi umat Islam. “Semoga tidak ada lagi kiai nyeleneh
secara pemikiran setelah Gus Dur,” ujarnya.(TEMPO Interaktif, Rabu, 30 Desember 2009 | 23:24 WIB).
Apakah kita akan ikut-ikut jadi lalat yang lebih senang terhadap yang busuk-busuk?
Wassalam
Hajaiz Ahmad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar