Beberapa media on-line memberitakan
bahwa pohon bekas tabrakan ustadz Jefri rahimahullah ditaburi
bunga.[1] Dan
beberapa sumber menyebutkan bahwa sebagian kecil warga mulai menganggap
keramat pohon tersebut. Sumber lain menyebutkan bahwa bunga ditaburkan dipohon
tersebut untuk mendoakan beliau[2].
Benarkah cara mendoakan seperti itu?
Yang menjadi potensi kesyirikan
disingkirkan
Umar bin Khattab radhiallahu
‘anhu memerintahkan agar pohon di mana dilakukan baitur ridwan agar di
tebang. Padahal bisa jadi orang beralasan itu adalah situs sejarah Islam yang
perlu dilestarikan. Akan tetapi untuk mencegah terjadinya kesyirikan dan
anggapan keramat suatu tempat maka beliau memerintahkan agar pohon tersebut
ditebang.
Ibnu Waddhah berkata,
سمعت
عيسى بن يونس يقول : أمر عمر بن الخطاب ـ رضي الله عنه بقطع الشجرة التي بويع
تحتها النبي صلى الله عليه وسلم فقطعها لأن الناس كانوا يذهبون فيصلون تحتها ،
فخاف عليهم الفتنة .
“Aku mendengar Isa bin Yunus
mengatakan , “Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu memerintahkan agar menebang
pohon yang Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam menerima baiat (Bai’atur ridhwan) kesetiaan
di bawahnya (dikenal dengan pohon Syajaratur ridhwan). Ia menebangnya
karena banyak manusia yang pergi ke sana dan shalat di bawahnya, lalu hal itu
membuatnya khawatir akan terjadi fitnah (kesyirikan) terhadap mereka.”[3]
Jika pohon yang merupakan situs sejarah
Islam saja ditebang karena kahwatir jadi potensi kesyirikan, maka bagaimana
dengan pohon bekas tabrakan? Semoga tidak terjadi yang kita
khawatirkan.
Syaikh Muhammad bin shalih Al-‘Utasimin rahimahullah berkata,
ولا أحد
يُتبرك بآثاره إلا محمد صلى الله عليه وسلم ، أما غيره فلا يتبرك بآثاره ، فالنبي
صلى الله عليه وسلم يتبرك بآثاره في حياته ، وكذلك بعد مماته إذا بقيت تلك الآثار
“tidak ada seorangpun (baik
orang, benda maupun tempat, pent) yang boleh untuk tabarruk (ngalap
berkah) kecuali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, adapun yang lain
maka tidak boleh. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam boleh untuk tabarruk
(ngalap berkah) dengan atsarnya (misalnya air liur, rambut dan lain-lain)
ketika hidup, demikian juga setelah beliau wafat jika masih ada atsar tersebut
(adapun meminta-minta di kubur beliau, maka ada dalil yang melarang, pent).”[4]
Kisah pohon dzatu Anwath
Begitu juga dengan kisah pohon dzatu
anwath, yaitu pohon milik orang musyrik di mana mereka menggantungkan
senjata-senjata mereka di pohon tersebut karena dianggap keramat. Maka
Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hal semacam ini.
Dari Abu Waqid al-Laitsi radhiallahu’anhu,
dia berkata,
عَنْ
أَبِى وَاقِدٍ اللَّيْثِىِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَمَّا
خَرَجَ إِلَى خَيْبَرَ مَرَّ بِشَجَرَةٍ لِلْمُشْرِكِينَ يُقَالُ لَهَا ذَاتُ
أَنْوَاطٍ يُعَلِّقُونَ عَلَيْهَا أَسْلِحَتَهُمْ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ
اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ أَنْوَاطٍ. فَقَالَ النَّبِىُّ
-صلى الله عليه وسلم- « سُبْحَانَ اللَّهِ هَذَا كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى
(اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ) وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ
لَتَرْكَبُنَّ سُنَّةَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ »
“Dahulu kami berangkat bersama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju Khoibar. Lalu, beliau
melewati pohon orang musyrik yang dinamakan Dzatu Anwath. Mereka menggantungkan
senjata mereka. Lalu mereka berkata, “Wahai Rasulullah! Buatkanlah untuk kami
Dzatu Anwath (tempat menggantungkan senjata) sebagaimana mereka memiliki Dzatu
Anwath.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Subhanallah!
Sebagaimana yang dikatakan oleh kaum Musa: Jadikanlah untuk kami sesembahan
sebagaimana mereka memiliki sesembahan-sesembahan.” (QS. Al A’raaf: 138). Kalian
benar-benar akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang-orang sebelum kalian.” [5]
Salah faidah dari hadits di atas,
بيان أن
التبرك بالأشجار والأحجار ، والعكوف عليها ، والتعلق بها ، من الشرك الذي وقع في
هذه الأمة ، وأن من وقع فيه فهو تابع لطريق اليهود والنصارى ، تارك لطريق النبي ،
صلى الله عليه وسلم .
“Penjelasan bahwa tabarruk
(ngalap berkah) dengan pohon dan batu, beri’tikaf di situ dan menggantungkan
hati padanya merupakan kesyirikan yang terjadi pada umat ini. Dan mereka yang
terjerumus dalam hal ini, maka mereka mengikuti jalannya Yahudi dan Nashrani,
mereka meninggalkan jalan/petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[6]
@Pogung Lor-Jogja, 19 Jumadis Tsani 1434
H
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
silahkan like fanspage FB dan follow twitter
[2] Link: http://jakarta.okezone.com/read/2013/04/27/500/798658/warga-gelar-tabur-bunga-di-lokasi-kecelakaan-uje
[3] Al-Bida’u
wan-Nahyu ‘Anha, 42. Al-I’tsihâm, 1/346
[4] Majmu’ Fatawa
2/107
[5] HR. Tirmidzi no.
2180. Abu Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Hadits ini
dikatakan shahih oleh Al Hafizh Abu Thahir Zubair ‘Ali Zaiy
[6] Fathul
Majid syarh kitabit tauhid, 139-147
Tidak ada komentar:
Posting Komentar