حزب التحرير منهم وعليهم
HIZBUT TAHRIR : DARI MEREKA DAN UNTUK MEREKA
[BANTAHAN TERHADAP TUDUHAN ”MUJADDID” TERHADAP IMAM IBNU BAZ DAN DAKWAH SALAFIYAH – BAGIAN 1]
Oleh : Abu Salma bin Burhan at-Tirnatiy
PENDAHULUAN
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا، ومن سيئآت أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمداً عبده ورسوله، صلى الله عليه وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين.
Telah sampai kepada saya sebuah tulisan yang sangat buruk dan jelek, yang ditulis oleh salah seorang simpatisan Hizbut Tahrir yang fanatik dan jahil dari Malang, yang berkedok di balik nama ‘Mujaddid’ (baca : “Mudzabdzab” = orang yang goncang), yang tulisannya ini dipenuhi kebodohan, kezhaliman, kedengkian dan hasad terhadap Ahlus Sunnah dan ulamanya, yang disebarkannya melalui forum www.gemapembebasan.**.** (baca : gemapembid’ahan)…
Membaca apa yang ditumpahkan oleh si “Mudzabdzab” ini, semakin tampak jelaslah akan kebodohannya terhadap agama ini dan kerusakan metodenya yang penuh dengan kedustaan dan iftiro’ (fitnah). Si “Mudzabdzab” ini sangat gemar sekali berdusta, menfitnah dan berkhianat dalam rangka mencapai tujuannya. Kaidah al-Ghoyah tubarrirul Wasilah (Tujuan membenarkan segala cara) sepertinya menjadi manhaj dan pola pemahamannya.
Sungguh apa yang ditulisnya akan menjadi bumerang bagi dirinya, dan ia akan memercikkan air panas ke wajahnya sendiri dan menjilat ‘muntah’nya kembali, karena kebodohannya sangat tampak sekali dan bahkan karakter ini telah menjadi ciri khasnya. Saya akan menunjukkan tanaaqudl (kontradiktif) si’”Mudzabdzab”’ ini, dan sikapnya yang lancang terhadap para ulama ahlus sunnah. Saya melihat, bahwa apa yang dimuntahkan oleh si ‘mudzbdzab’ ini tidak berbobot ilmiah sama sekali, bahkan argumentasinya dibangun di atas zhon al-Bathil dan konklusi-konklusi prematur tak berdasar yang berangkat dari akalnya yang pendek.
Diantara Sunnatullah dalam kehidupan ini adalah adanya ujian bagi orang-orang yang berpegang teguh dengan as-Sunnah dan al-Atsar di sepanjang masa, yang datang dari musuh-musuh atau orang-orang yang memendam kebencian (hasad). Mereka senantiasa menjelek-jelekkan para ulama serta merendahkan martabat mereka. Akan tetapi –walillahi hamdu- Allah Subhanahu wa Ta’ala tetap memelihara dan menjaga mereka, dan Allah akan senantiasa menampakkan kebenaran dan menentukan akhir yang baik bagi orang-orang yang bertakwa.
Ulama-ulama salaf dahulu pernah berkata, “Diantara ciri ahlul bid’ah adalah mencaci maki dan mencela Ahli Atsar.”
Al-”Mudzabdzab” al-Hizbi berkata di dalam tuduhannya terhadap Imam Ibnu Baz dan Salafiyin :
1- Tentang masalah mengikuti manhaj salaf dalam masalah Aqidah dan Syari’at perlu dilihat dan kita kaji terlebih dahulu !? Karena pada faktanya ketika ada fatwa seorang sahabat yang berbeda dengan “pemahaman akal” seorang Ulama Salafi, maka ia cenderung mengambil pendapatnya sendiri dengan ‘mencampakkan’ fatwa sahabat tersebut, seperti pada kasus Ibn Baz :
- Seseorang pernah menyusun buku tentang memelihara janggut. Didalamnya dia menyebutkan pendapat Ibn Hurairah, ibn Umar, maupun sahabat2 lainnya tentang kebolehan memotong sebagian janggut jika panjangnya melebihi satu genggam. Maka Ibn Baz berkomentar : “Walaupun ini pendapat Abu Hurairah dan pendapat Ibn Umar, hanya saja yang didahulukan adalah firman Allah SWT dan sabda Rasulullah SAW” !! (Majalah Hidayatullah edisi 03\XVII\Juli 2004; hal. 40-41)
Kalau demikian faktanya, lalu mana slogan memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salaf Ash-Sholeh (Sahabat, tabi’in dan Tabi’ut tabi’in) ! Jika anda dan kelompok anda dengan berani mengklaim’ bahwa ‘pemahaman Ibn Baz, Utsaimin, Albani dll lebih baik dari pendapat dan fatwa para sahabat yang mulia ini’ !! Dan menyatakan bahwa mereka (para ulama salafi) lebih mengetahui hadis Rasul SAW dibandingkan para sahabat yang mulia ini, yang senatiansa menemani, melihat dan mendengar perkataan, perbuatan, serta taqrir Rasul SAW !?!
Lalu dengan beraninya, ia berkilah bahwa ‘hadis itu belum sampai kepada Sahabat tersebut, tapi sudah sampai pada Albani, Utsaimin, Ibn Baz dll dari kalangan Salafiyun’ !!!? Seakan2 anda menyatakan bahwa para ulama salafi ini mengklaim diri mereka ‘lebih nyalaf’ dibandingkan para Salaf As-Sholeh itu sendiri !?!
Dan banyak kasus Ulama Salafi lebih mengunggulkan pendapatnya sendiri, ketika pada saat yang bersamaan terdapat pendapat dari Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in yang berbeda dengan pendapat mereka !! Sebagaimana contoh berikut : “Pada suatu pelajaran, Abdullah Ibn Baz pernah menyatakan bahwa pernikahan dengan ahlul kitab dengan persyaratan. Sebagian mahasiswa yang mengikuti pelajaran itu berkata : “Wahai Syeikh, sebagaian Sahabat melarang hal itu !”. Beliau menoleh kepada Mahasiswa itu, lalu berkata : “Apakah perkataan Sahabat menentang Al-Qur’an dan As-Sunnah !!. Tidak berlaku pendapat siapapun setelah firman Allah SWT dan sabda Rasul-Nya“ (Majalah Hidayatullah edisi 03\XVII\Juli 2004; hal. 40-41).
Lalu bagaimana bisa, anda mengklaim mengambil manhaj Salaf dalam memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah, sementara pada saat yang bersamaan anda dan kelompok anda menolak dan mencampakkan pendapat mereka !?! Seraya melontarkan kata2 keji yang menodai kemulian para Sahabat ini yang telah ditetapkan dengan nash Al-Qur’an dan Al-Hadis, dengan ucapan : “Hadis shahih ini belum sampai pada mereka’, atau ‘apakah kamu akan memilih pendapat sahabat atau hadis Rasul SAW’ “!!
Sehingga menurut orang Salafi ini, seakan2 mereka para sahabat ini adalah orang awam yang tidak pernah mendengar apalagi mendapat hadis dari Rasul SAW !!? Waliyadzubillah.
Tanggapan :
Ketika saya membaca ulasan si “Mudzabdzab” di atas, saya hanya bisa tertawa sekaligus bersedih di dalam hati, melihat begitu bodohnya syabab Hizbut Tahrir ini. Di antara syabab HT yang pernah berdiskusi dengan saya, si “Mudzabdzab” ini adalah syabab HT yang paling jahil, paling pendengki dan paling fanatik. Argumentasi yang dikemukakannya di dalam membantah atau mengkritik salafiyin sangatlah tidak relevan dan terkesan penuh dengan iftiro’ dan ikhtiro’. Pengagungannya terhadap akal dan pemahamannya sangat kentara, sehingga metode berfikirnya dipenuhi dengan kecacatan dan keganjilan yang sangat jelas, sehingga para pembaca budiman akan melihat bagaimana tanaqudh-nya orang jahil satu ini.
Saya katakan : dalam pernyataannya di atas, si “Mudzabdzab” ini secara tidak malu mempertontonkan dagelannya yang rusak. Pengambilan konklusi si “Mudzabdzab” ini sangat jauh dari nilai-nilai ilmiah, bahkan saya katakan, metode pengambilan konklusinya dibangun di atas kebodohan, ‘kegelapan’ dan kebencian, tidak berbobot ilmiah sama sekali. Berikut ini akan saya jawab dan tanggapi pernyataan dan tuduhan kejinya.
******
PASAL 1
PEMAHAMAN AKAL SALAFIYUN VERSUS HIZBUT TAHRIR
Si “Mudzabdzab” al-Hizbi berkata :
“Karena pada faktanya ketika ada fatwa seorang sahabat yang berbeda dengan “pemahaman akal” seorang Ulama Salafi, maka ia cenderung mengambil pendapatnya sendiri dengan ‘mencampakkan’ fatwa sahabat tersebut”
Maka saya jawab : Ucapan anda tidak memiliki fakta, karena fakta yang anda ucapkan di atas adalah bukan fakta, namun imajinasi anda sendiri yang anda bangun dengan penuh kedengkian dan kebodohan. Saya tidak heran ketika anda menyebutkan kata “pemahaman akal”, karena kata-kata ini adalah slogan hizb anda yang hizb anda membangun agama dengannya. Sesungguhnya para masyaikh ahlus sunnah atau salafiyun dan kaum awwamnya, dididik untuk merendahkan akalnya di bawah syara’ dan tidak pernah mensuperioritaskan akalnya di atas syariat. Terlebih dalam masalah aqidah, ahlus sunnah menyatakan bahwa akal tunduk patuh terhadap syariat, walaupun syariat itu ‘seolah-olah’ menyelisihi akal manusia yang lemah lagi rendah.
Jika kita menelaah kitab-kitab aqidah para ulama salaf, dinyatakan dengan gamblang bahwa aqidah adalah tauqifiyah, tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar’i, tidak ada medan ijtihad dan berpendapat di dalamnya, dan tidaklah berperan akal seorang manusia di dalamnya, karena akal tunduk dan patuh terhadap aqidah dan sumber-sumbernya hanya terbatas di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Sebab tiada seorangpun yang mengetahui tentang Allah, tentang apa-apa yang wajib bagi-Nya dan apa yang harus disucikan dari-Nya melainkan Allah sendiri. Dan tidak ada seorangpun sesudah Allah yang lebih mengetahui diri-Nya selain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Oleh karena itu manhaj salaf di dalam mengambil aqidah terbatas hanya pada al-Qur’an dan as-Sunnah serta ijma’ as-salafus sholih.(1)
Sekarang, mari kita bandingkan dengan ‘pemahaman akal’ para pembesar HT. Perhatikanlah baik-baik :
Taqiyudin an-Nabhani rahimahullahu berkata di dalam Nizhomul Islam(2) :
“Oleh karena itu iman kepada Allah diperoleh dari jalan akal, dan harus menjadikan perkara keimanan ini melalui jalan akal, yang dengannya menjadi kokoh bagi kita untuk beriman kepada perkara-perkara ghoibiyah dan segala hal yang diberitakan Allah.”
Hal yang tidak jauh berbeda diutarakan pula oleh Fathi Muhammad Salim dalam al-Istidlal bizh zhonni fil Aqoo`id (3) yang berkata:
“Aqidah adalah sesuatu yang telah menjadi ikatan hati, artinya aqidah itu benar-benar tercakup di dalamnya secara sempurna dan meyakinkan dengan tidak ada rasa ragu sama sekali. Ini artinya hati tersebut mengambil ide atau akidah tersebut, menguatkannya dan menyesuaikannya dengan akal, meskipun terikat penyerahan, sehingga dasar I’tiqod itu adalah bulatnya ikatan hati untuk menyepakati akal, jadi asalnya adalah kemantapan hati tetapi harus sesuai dengan akal. Jika dua hal ini terpenuhi, maka ia disebut aqidah.”
Wahai “Mudzabdzab”, sungguh saya tidak heran jika anda menuduh para masyaikh salafiyin dengan menyebutkan kata ‘pemahaman akal’, yang anda katakan ”jika ada pendapat yang menyelisihi ‘pemahaman akal’ mereka, maka mereka cenderung mengambil pendapatnya sendiri dan mencampakkan fatwa sahabat.” Saya tidak heran, karena tuduhan anda ini : Pertama, berangkat dari kebodohan, dan kedua, biasanya seorang yang menuduhkan suatu perbuatan kepada orang lain, sesungguhnya penuduh itulah yang biasanya sering melakukannya sehingga ia merasa dengan pemikirannya yang seperti itu orang lain melakukan serupa. Oleh karena hizb anda yang sering ‘mengagungkan’ akal dan melebih-lebihkannya, maka anda tidak segan-segan membuat tuduhan ‘akal-akalan’ yang sesungguhnya lebih layak dialamatkan kepada anda dan hizb anda.
Ucapan anda : ”maka ia cenderung mengambil pendapatnya sendiri dengan ‘mencampakkan’ fatwa sahabat tersebut” adalah suatu kedustaan dan iftiro’ yang berangkat dari konklusi dan pemahaman yang dangkal dan tak berdasar. Insya Allah akan saya beberkan lebih panjang lagi setelah ini.
******
[Bersambung Bagian 2 –Insya Alloh-]
Catatan Kaki :
1 Lihat Aqiidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah Mafhumuha Khosho’ishuha wa Khoshoishu Ahliha, Syaikh Muhammad bin Ibrohim al-Hamd, cet. II, 1419/1998, Dar Ibnu Khuzaimah, hal. 18; dan at-Tauhid lish Shoffil Awwal al-‘Aali, DR. Sholih bin Fauzan bin Abdillah al-Fauzan, hal. 5; Lihat pula kitab-kitab aqidah ahlus sunnah lainnya.
2 Lihat Nizhomul Islam, Taqiyudin an-Nabhani, cet. VI, 1422/2001, Hizbut Tahrir, hal 11.
3 Lihat Al-Istidlaalu bizh Zhonni fil Aqoo`id, Terj. “Hadits Ahad dalam Aqidah”, Fathi Muhammad Salim, cet. I, 2001, Penerbit al-Izzah, hal. 131
Tidak ada komentar:
Posting Komentar