س: أنا أستعمل السبحة للذكر بعد الصلاة، وإن كنت أستعمل أصابعي إلا أنني أرى أنها تعينني في العد، فما رأي فضيلتكم؟.
Pertanyaan, “Aku mempergunakan biji tasbih untuk berdzikir setelah shalat. Meski aku terkadang menggunakan jari untuk menghitung bacaan dzikir namun aku berpandangan bahwa biji tasbih itu sangat membantuku untuk menghitung bacaan dzikir. Apa pendapat anda dalam masalah ini?”
ج: السبحة لها حالان: حال تُستَعمل فقط لعد التسبيح، وهذا في أصح قولي العلماء لا شيء فيه، وهو اختيار ابن تيمية، وهو من جنس العد بالحصى الذي ثبت في السنة،
Jawaban Syaikh Sulaiman bin Abdullah al Majid, “Penggunaan biji tasbih itu ada duamacam:
Pertama, hanya berperan sebagai alat untuk menghitung bacaan tasbih. Biji tasbih dengan fungsi semacam menurut pendapat yang paling kuat dari dua pendapat ulama dalam masalah ini hukumnya adalah tidak mengapa. Inilah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Taimiyyah. Alasannya biji tasbih dalam kondisi ini semisal dengan kerikil yang digunakan untuk menghitung bacaan dzikir dan terdapat hadits yang menunjukkan bolehnya menghitung dzikir dengan menggunakan kerikil.
ولكن الذي يقع في بعض أقاليم العالم الإسلامي هنا وفي غير هذه البلاد أنها تُسْتَعمل أحياناً للعلامة على الصلاح، فإذا رُئِي في بعض البلدان وبعض المدن إنسان يتخذ السبحة فإنهم يسمونه رجلاً صالحاً، رجلاً ملتزماً، رجلاً عابداً، وهو كذلك، فأهل الصلاح هذه هي سيماهم، ولهذا لا ينبغي أن تكون السمة إلا بالسمة الشرعية التي أمر الله بها وأوجبها،
Akan tetapi yang terjadi di berbagai penjuru dunia Islam adalah difungsikannya biji tasbih sebagai tanda orang shalih. Jika terlihat seorang yang membawa biji tasbih maka banyak orang menilai orang tersebut sebagai orang shalih, orang yang komitmen dengan aturan syariat dan ahli ibadah. Itulah realita di masyarakat, ciri orang shalih adalah membawa biji tasbih. Inilah adalah fungsi yang tidak pada tempatnya, tidaklah sepatutnya yang dijadikan sebagai ciri orang shalih melainkan ciri yang berdasarkan syariat. Itulah berbagai hal yang diperintahkan atau diwajibkan oleh Allah.
أما مثل هذه السيمة التي يجعلها بعض الناس بأن يجعل سجادة على كتفه أو مسبحة يحملها بشكل دائم يُعرف أن الصالحين هم الذين يتخذونها فهذا من الرياء الذي نهت عنه الشريعة، وذكر العلماء في النهي عنه حتى في موضوع السبحة،
Sehingga macam kedua dari penggunaan biji tasbih adalah menjadikan biji tasbih tanda orang shalih dengan meletakkan biji tasbih di pundak atau di tangan secara terus menerus sehingga orang shalih lah yang dikenal kemana-mana membawa biji tasbih. Tindakan semacam ini tergolong riya yang dilarang oleh syariah dan para ulama pun menegaskan terlarangnya hal ini ketika membahas penggunaan biji tasbih.
ولهذا إذا كان الإنسان يسبح بها ثم يدخلها أو إذا كان يرى أنها تعينه كثيراً وتحفظ وقته في المجلس ويسبح في البيت فلا بأس ولا حرج. والله أعلم
Sehingga bisa disimpulkan bahwa jika setelah biji tasbih digunakan untuk menghitung bacaan dzikir dimasukkan ke dalam saku, atau seorang itu menilai bahwa biji tasbih sangat membantunya untuk menghitung bilangan dzikir atau waktunya bisa lebih optimal dimanfaatkan ketika berada di suatu tempat atau biji tasbih hanya digunakan ketika di rumah hukumnya adalah tidak berdosa dan tidak masalah”.
Sumber:
http://www.salmajed.com/node/11399
Tidak ada komentar:
Posting Komentar