Selamat datang di Blog ini

Menebar Dakwah Salafiyyah, Ahlus Sunnah wal Jamma'ah

Senin, 23 Juli 2012

Muhammadiyah Satu Abad, Mau Dibawa ke Mana?

Muhammadiyah Satu Abad, Mau Dibawa ke Mana?

Muktamar ke-46 berlangsung di Yogyakarta pada 3-8 Juli 2010

n Muktamar Satu Abad Muhammadiyah Hidupkan Kembali Kemunkaran Berupa Musik Siteran yang Hampir Punah..

n Acara yang ditampilkan untuk menghiasi muktamar tampak menjauhi Islam?

n Slogan fastabiqul khairat, amar ma’ruf nahi munkar selama ini sudah tenggelam, apalagi memberantas TBC (takhayyul, bid’ah, dan khurafat).

n Mau dibawa ke mana sebenarnya Muhammadiyah dalam umur satu abad ini?

n Ya dibawa seperti berita berikut ini:

Tamu Muktamar Wajib Pakai Blangkon dan Kebaya

SENIN, 28 JUNI 2010 | 09:31 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta -  Ada yang menarik dalam acara penyambutan mukhtamar Muhammadiyah yang akan berlangsung pada 3 Juli mendatang. Para tamu undangan dan peserta Muktamar diwajibkan  hadir pada Kamis (1/7) disambut oleh blankon, sorjan, beskap oleh panitia laki-laki, dan kebaya oleh panitia perempuan yang total berjumlah 1400.
Tak hanya itu, kawasan komplek Universitas Muhammadiyah Yogyakarta akan menampakkan kekentalan khas Jawanya lantaran ada siteran bersama kelompok gamelan yang menyambut para tamu muktamar. “Ini untuk menunjukkan kekhasan Jogja,” kata Ketua Otorita UMY, Husni Amriyanto kepada Tempo, Senin, (29/6). Selain ingin menunjukkan kekhasan Yogyakarta, panitia ingin mematahkan anggapan bahwa mengenakan pakaian Jawa terkesan lamban dan tidak bisa bergerak.
Pasalnya semua panitia sudah siap 100 persen menyiapkan sarana dan prasarana yang telah disiapkan selama acara digelar. “Kami tidak kemrungsung, tidak terburu-buru, jadi pakaian tidak masalah buat panitia,” kata Husni. Ada sekitar 3000 tamu yang akan menginap di kampus UMY. Mereka berasal dari 33 provinsi yang ada di Indonesia.

BERNADA RURIT
Sumber: tempointeraktif
Apa itu siteran?

Menurut KBBI (KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA], si·ter·an adalah musik gamelan Jawa yg menitikberatkan permainan siter

si·ter adalah alat musik petik yang berdawai (bersenar), bentuknya menyerupai cerempung atau kecapi Sunda.
Sumber lain menyebutkan, Penyanyi dalam musik siteran itu biasanya disebut sinden. Grup Siteran bisa terdiri atas tiga personel, masing-masing memegang alat musik kendang, siter dan seorang wanita sebagai sinden. Mereka duduk di panggung.
Bagaimanapun, itu jelas jenis musik dan bisa disertai nyanyian oleh penyanyi, biasanya disebut sinden atau pesinden, yakni wanita yang menyanyi. Sebutan sinden itu sendiri punya makna yang dekat dengan semacam ledek (penari) yang biasanya bersifat menggoda lelaki. Banyak kasus perselingkuhan dengan sinden, bahkan ada anggota dewan dari partai tertentu yang mati bareng sinden yang diselingkuhinya di Tawang Mangu Solo Jawa Tengah beberapa tahun lalu. Jadi sinden hampir identik dengan penyanyi yang bisa dibawa-bawa atau disewa.
Kalau mau sedikit mengaca keadaan, kasus heboh video zina yang masih hangat dalam pemberitaan sampai menjelang muktamar Muhammadiyah adalah diperankan oleh orang-orang yang berkecimpung di musik dan nyanyi ataupun pertunjukan. Bukankah Ariel itu pemain musik yang bernama grup Peterpan yang oleh masyarakat facebook disindir dengan julukan Ariel Peterporn? Bukankah Cut Tari itu pembawa acara musik di televise? Dan kasus heboh sebelumnya, bukankah yang dikenal kumpul kebo, yakni Maria Eva, itu penyanyi musik dangdut?
Pertanyaannya, kenapa justru musik dan semacamnya yang dekat dengan maksiat justru diangkat-angkat oleh Muhammadiyah dalam muktamarnya yang menandai satu abad umur Muhammadiyah?
Kalau ternyata Muhammadiyah justru mengusung musik siteran, apapun alasannya, sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia yang semula dikenal memberantas TBC, Takhayyul, Bid’ah, dan Khurofat, kini justru bisa sebaliknya. Menghidup-hidupkan kemaksiatan yang diharamkan dalam Islam. Musik itu sendiri adalah haram.
Musik haram
Sunnah yang jelas lagi shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh telah menunjukkan atas haramnya mendengarkan alat-alat musik. Al-Bukhari telah meriwayatkan secara mu’allaq (tergantung, tidak disebutkan sanadnya) bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ. (رواه البخاري).
Layakunanna min ummatii aqwaamun yastahilluunal hiro wal hariiro wal khomro wal ma’aazifa.
Sesungguhnya akan ada dari golongan ummatku beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamar, dan ma’azif (musik).” (Hadits Riwayat Al-Bukhari). Hadits ini telah disambungkan sanadnya oleh At-Thabrani dan Al-Baihaqi (jadi sifat mu’allaqnya sudah terkuak menjadi maushul atau muttasholus sanad, yaitu yang sanadnya tersambung atau yang tidak putus sanadnya alias pertalian riwayatnya tidak terputus). Lihat kitab as-Silsilah as-shahihah oleh Al-Albani hadis nomor 91.
Yang dimaksud dengan الْحِرَ al-hira adalah zina; sedang الْمَعَازِفَ al-ma’azif adalah alat-alat musik.
Hadits itu menunjukkan atas haramnya alat-alat musik dari dua arah:
Pertama: Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam يَسْتَحِلُّونَ menghalalkan, maka itu jelas mengenai sesuatu yang disebut itu adalah haram, lalu dihalalkan oleh mereka suatu kaum.
Kedua: Alat-alat musik itu disandingkan dengan yang sudah pasti haramnya yaitu zina dan khamar (minuman keras), seandainya alat musik itu tidak diharamkan maka pasti tidak disandingkan dengan zina dan khamr itu. (Fatawa Islam, Soal dan Jawab juz 1 halaman 916, dengan bimbingan Syaikh Muhammad Shalih al-Munajid. Sumber: www.islam-qa.com).
Kalau mau dihidup-hidupkan kembali oleh Muhammadiyah, mestinya bukan musik siteran yang sudah sekarat itu. Tetapi adalah hal-hal baik yang telah dilakukan oleh para pendahulu Muhammadiyah. Di antaranya memurnikan keyakinan atau aqidah dengan memberantas kemusyrikan, takhayyul, bid’ah, dan khurafat.
Slogan amar ma’ruf nahi munkar yang dulu ramai diucapkan dan dilaksanakan, kini tampak tenggelam baik secara ucapan maupun praktek pengamalan. Demikian pula lafal fastabiqul khairat yang dulu jadi slogan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, kini sunyi senyap tertelan bumi.
Sudah melenyapkan hal-hal yang baik, masih pula menumbuhkan hal yang haram.
Mau dibawa ke mana kalian wahai Muhammadiyah?
Takut mengakui bahwa Islam itu ya’lu, wala yu’la, unggul dan tidak diungguli??!
Kepemimpinan Muhammadiyah yang Muktamar seabad-nya seperti ini, barangkali perlu dijadikan pertimbangan oleh Muktamirin, apakah memang pantas untuk diteruskan. Kalau tidak hati-hati, maka kemungkinan akan lebih jauh lagi dari Islam.
Berbau liberal?
Untuk menandai kesiapan Muktamar saja, ada berita di Radar Jogja tahun lalu sebagai berikut:
Menandai kesiapan Kota Jogja menyambut kegiatan akbar itu, 18 Juli mendatang, panitia akan menggelar pagelaran kolosal Langen Carita dengan tema ”Sumunaring Surya Cahyaning Nagari”. Rencananya, gelaran itu akan disajikan di Stadion Mandala Krida dengan melibatkan 3.000 pemain dari beberapa kelompok masyarakat. “Selain siswa-siswa SD, SMP,dan SMA, juga diikuti ortom Muhammadiyah diantaranya , IRM, IPM, Tapak Suci, Hisbul Wathan, Aisyiyah, NA, AMM, Pemuda Muhammadiyah,” terang Ketua Pelaksana Kegiatan Herman “Doddy” Isdarmadi.
Masyarakat, lanjut dia, juga akan diundang dalam acara ini. Setidaknya akan ada 60 ribu audience yang diundang. Kepada peserta diwajibkan berpakaian santri zaman dulu. Dalam pergelaran itu, akan digambarkan perjalanan Muhammadiyah. Pagelaran ini disutradarai Harsoyo dengan supervisiHanung Bramantyo. (Radar Yogya
[ Rabu, 08 April 2009 ])
Sementara itu Hanung Bramantyo adalah sutradara yang diprotes keras oleh tokoh di MUI Pusat, karena film Perempuan Berkalung Sorban jelas bernuansa feminisme liberal yang diangkat dari novel yang didanai the Ford Foundation. Menurut Indra Yogi, The Ford Foundation terlanjur mempunyai citra yang tidak bagusDi Indonesia, Ford Foundation pernah ikut menerbitkan sebuah buku berjudulGagasan Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran Neomodernisme Nurcholis Madjid, Djohan Effendi, Ahmad Wahib, dan Abdurrahman Wahid yang diterbitkan secara bersama antara Paramadina, Yayasan Adikarya Ikapi, di tahun 1999. Buku tersebut aslinya merupakan disertasi Greg Barton (1995) tentang kemunculan pemikiran liberal di kalangan pemikir Indonesia. (lihat nahimunkar.com, 8:46 pm, Fenomena Sinetron dan Film Indonesia Bertendensi Merusak Citra Islam).
Masalah liberal, bahkan pluralisme agama bukanlah masalah kecil dalam Islam. Bahkan MUI telah mengharamkan faham pluralisme agama itu dalam fatwanya tahun 2005. Namun faham yang diharamkan MUI itu kadang justru menyusup ke lembaga-lembaga Islam, kemungkinan pula Muhammadiyah. Maka perlu waspada. Setidaknya, hal itu telah diperingatkan orang, di antaranya ada tulisan yang cuplikannya seperti berikut ini:
Hati-hati, Dedengkot Pluralisme Agama Gentayangan
di NU dan Muhammadiyah
Buku Fiqih Lintas Agama –FLA– (tulisan 9 orang tim Paramadina, didanai The Asia Foundation yayasan orang kafir, adalah wakaf Yahudi berpusat di Amerika[1]) berisi gugatan-gugatan terhadap hukum Islam bahkan aqidah tauhid, dimaknakan jadi kemusyrikan yakni pluralisme agama, menyamakan semua agama, akan masuk surga semua, dan boleh nikah dengan pemeluk agama apapun serta aliran kepercayaan apapun. Tim penulis Paramadina itu adalah: Nurcholish Madjid, Kautsar Azhari Noer, Komaruddin Hidayat, Masdar F Mas’udi, Zainun Kamal, Zuhairi Misrawi, Budhy Munawar Rachman, Ahmad Gaus AF, dan Mun’im A. Sirry (Edditor).[2]
Ada tokoh yang duduk di MUI (Majelis Ulama Indonesia), duduk di Muhammadiyah, dia alumni Amerika, telah berani mengumumkan bahwa akan dia terapkan pendidikan pluralisme (menyamakan semua agama, semua masuk surga, hanya beda teknis, pen) di sekolah-sekolah, di media massa dan lembaga kemasyarakatan. (Republika, Sabtu 29/6 2002, halaman 14).
Orang yang walau duduk di MUI tetapi selaku ketua umum Muhammadiyah ketika dimintai tandatangan utusan MUI dalam hal usulan ormas-ormas Islam untuk meminta kepada presiden agar aliran sesat menyesatkan dan merusak Islam yakni Ahmadiyah dibubarkan, ternyata dia menolak. Tidak mau bertanda tangan.
Kalau para muktamirin Muhammadiyah Juli 2010 mendatang tidak jeli, maka orang yang kini duduk sebagai ketua umum Muhammadiyah padahal jelas merancang untuk menerapkan pendidikan pluralisme di sekolah-sekolah itu, kalau dia menjagokan kembali sebagai ketua umum Muhammadiyah, jangan-jangan akan terpilih lagi. Itu sangat berbahaya. Alumni Amerika yang mengusung faham pluralisme itu perlu disingkirkan dari tempat-tempat strategis yang mempengaruhi Ummat Islam, bukan malah diberi tempat, mestinya.
Orang Muhammadiyah se-Indonesia bahkan rata-rata Ummat Islam Indonesia pernah dikagetkan oleh pernyataan tokoh Muhammadiyah yang satu ini, bahwa gedung-gedung Muhammadiyah dia persilakan untuk dipakai acara perayaan orang Kristen. Akibat dari pernyataan itu, khabarnya –menurut penuturan sebagian aktivis Muhammadiyah–, orang-orang Kristen kemudian berdatangan untuk menjadikan Gedung Pusat Da’wah Muhammadiyah di Jakarta, untuk ditempati acara Kekristenan. Keruan saja pengurus Muhammadiyah selain dia tidak memperkenankannya.
Kecerobohan tokoh yang satu ini benar-benar memalukan! (nahimunkar.com, 2:09 am).
Di balik itu, ada juga khabar yang menggembirakan, misalnya para muktamirin tidak boleh merokok. Ini adalah langkah yang baik. Sesuatu yang baik itu mestinya jangan sampai dicampur dengan kebatilan. Karena Allah Ta’ala telah tegas melarang pencampuradukan yang haq dengan yang batil, bahkan menyembunyikan yang haq saja tidak boleh. (lihat Al-qur’an Surat al-Baqarah: 42).
Maaf, suara pahit ini bukan lantaran benci atau apalagi iri, namun justru mengikuti saran bahwa teman yang baik itu justru mau mengingatkan apabila ada hal-hal yang perlu diingatkan. Sebaliknya teman yang kurang baik justru diam saja ketika ada hal-hal yang sebenarnya harus diperingatkan. Maka mohon dimaklumi.
(nahimunkar.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar