Selamat datang di Blog ini

Menebar Dakwah Salafiyyah, Ahlus Sunnah wal Jamma'ah

Kamis, 11 Agustus 2011

Makan dan Jual Beli Katak

Pertanyaan :

Assalamu alaikum, apakah ada hadist yang shahih tentang larangan membunuh katak, dan apakah haram memakannya, karena saya pernah mendengar ada hadistnya ?

Jawaban :

Wa’alaikum salam warahmatullah,

Hadits yang melarang membunuh katak diriwayatkan oleh Abu Daud (no. 3871 dan 5269), Nasaai (no. 4355) dan Daarimi (no. 1998)

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عُثْمَانَ أَنَّ طَبِيبًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ضِفْدَعٍ يَجْعَلُهَا فِي دَوَاءٍ فَنَهَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَتْلِهَا


Dari Abdurrahman bin Utsman radhiyallohu anhu bahwa seorang dokter bertanya kepada Nabi Muhammad shallallohu alaihi wa sallam tentang katak dijadikan obat maka Nabi Muhammad shallallohu alaihi wa sallam melarang untuk membunuh katak.


Derajat Hadits :

Imam Abu Daud telah meriwayatkan hadits ini dengan sanad sebagai berikut : Abu Daud —> Muhammad bin Katsir —> Sufyan Ats Tsauri —> Ibn Abi Dzi’b —> Said bin Kholid —> Said bin Musayyib —> Abdurrahman bin Utsman

Sanad hadits Abu Daud di atas semuanya perowi yang tsiqoh (terpercaya) kecuali Said bin Kholid, derajat beliau menurut Ibnu Hajar : shaduq (jujur). Dengan demikian sanad Abu Daud hasan namun Syaikh Albani menghukumnya sebagai hadits shohih, mungkin saja karena beliau melihat beberapa syawahid (pendukung) yang menguatkannya. Kesimpulannya hadits ini adalah hadits yang diterima dan pantas dijadikan hujjah.

Syarah Hadits :

Imam Khaththabi rahimahulloh berkata, “Hadits ini merupakan dalil bahwa katak haram dimakan dan tidak termasuk hewan air yang boleh dimakan…”
Imam Abul Barakaat Ibn Taimiyah dalam kitab beliau Muntaqa Al Akhbar memasukkan hadits ini dalam bab yang beliau beri judul : “Bab Yang Diambil Manfaat tentang Hukum Keharamannya Berdasarkan Perintah untuk Membunuhnya atau Larangan Membunuhnya”. Maksud beliau bahwa kita bisa mengambil faidah haramnya suatu hewan berdasarkan salah satu dari dua sebab yaitu adanya perintah untuk membunuhnya atau adanya larangan membunuhnya.
Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad hafizhahulloh –ketika menjelaskan hadits ini- beliau berkata, “Larangan membunuh katak menunjukkan haramnya dan tidak boleh dijadikan sebagai obat karena seandainya dibolehkan membunuhnya maka boleh saja digunakan untuk obat, karena kaidahnya adalah sesuatu yang boleh dibunuh dan digunakan maka boleh dijadikan sebagai obat dan sebaliknya sesuatu yang tidak boleh dibunuh maka tidak boleh dijadikan sebagai obat dan tidak boleh dimakan. Hal ini menunjukkan bahwa katak tidak boleh dimakan dan ini merupakan pengecualian dari hukum hewan yang hidup di laut. Maka katak tidak boleh dimakan karena Nabi Muhammad shallallohu alaihi wasallam telah melarang membunuhnya karena seandainya boleh dimakan tentu beliau mengizinkan untuk mengambil manfaat darinya sebagai makanan dan obat akan tetapi ketika beliau melarangnya maka jelaslah bahwa katak tidak boleh dimakan dan tidak boleh dijadikan sebagai obat”
Pendapat Fuqaha tentang larangan membunuh katak

Para ahli fiqh berbeda pendapat tentang larangan yang terdapat pada hadits di atas; apakah haram atau makruh?

Pendapat Pertama : Makruh; ini pendapat madzhab Malikiyyah dan sebagian dari Syafi’iyyah dan Hanabilah

Pendapat Kedua : Haram; ini pendapat Jumhur ulama yaitu dari kalangan Hanafiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah. Imam Ibnu Hazm dan Syaikhul Islam Ibn Taimiyah juga sepakat mengharamkannya. Pendapat kedua inilah yang rojih karena hukum asal dari larangan adalah haram,wallohu a’lam

Sebelum kami mengakhiri penjelasan ini maka hal lain yang perlu diingatkan adalah ketika kita mengatakan memakan katak haram berarti kita juga mengharamkan untuk menjadikannya lahan bisnis, sebagaimana sabda Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam,

(وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَيْءٍ حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ )

“…Sesungguhnya jika Allah mengharamkan atas suatu kaum memakan sesuatu maka berarti Allah juga mengharamkan harganya” (HR. Abu Daud dan Ahmad)

Wallohu A’lam bish Shawab wa Huwa Waliyyu At Taufiq

4 komentar: