Selamat datang di Blog ini

Menebar Dakwah Salafiyyah, Ahlus Sunnah wal Jamma'ah

Kamis, 05 Juli 2012

Perginya Syeikh Muhammad Jamil Zainu Rahimahullah

Inna lillahi wa inna Ilaihi Rajiun.
Sedih dan sebak sungguh hati saya di kala mendengar berita ini. Berita yang sangat mengejutkan. Seorang ulama’ sunnah yang mulia dan sangat dikasihi telah menghadap Ilahi. Syeikh Muhammad Jamil Zainu Rahimahullah, pengajar di Darul Hadis Khairiyah, Makkah al-Mukarramah telah wafat pada hari Jumaat lalu, 8 Oktober 2010/29 Syawal 1431 H, setelah sholat Isya’, jenazah Syeikh Muhammad Jamil Zainu disholati oleh jama’ah di Masjidil Haram, Makkah.
Berita wafatnya baru saya ketahui melalui laman blog sahabat saya yang dikasihi di Indonesia iaitu akh Rikrik Aulia Rahman, http://rumahku-indah.blogspot.com/2010/10/hikmah.html
Nampak hadir di hari itu ramai alim ulama, para penuntut ilmu dan kaum muslimin. Suasana haru menyelimuti mereka kerana kehilangan al-alim rabbani al-kabir al-ustaz diusia yang ke 87 tahun, rahimahullahu.
Syeikh Muhammad bin Jamil Zainu merupakan di antara murid Syeikh al-Albani yang paling saya minati dan kagumi peribadinya. Ilmunya sangat luas. Karya-karya yang dihasilkannya sungguh begitu indah dan bermanfaat sekali. Gaya penulisannya begitu hebat. Antara karyanya yang sangat saya minati ialah berjudul Qutufun Minas Syamail Muhammadiyah (Meniti Jejak-jejak Keperibadian Rasulullah) – Edisi bahasa Melayu dengan judul Mengenal Peribadi Rasulullah SAW terbitan Perniagaan Jahabersa.
Semoga Allah meredhainya dan menempatkannya dalam keluasan jannahNya. Amin.
Insya Allah, saya akan paparkan biografinya di entri akan datang
.
Rujukan lain selain link blog sahabat saya di atas:
Dicatat oleh M.A.Uswah pada 4:26 AM
Sumber:
بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له .وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله. أما بعد
10 OKTOBER 2010
Meneladani Syaikh Muhammad Jamil Zainu rahimahullahu
المدرس في دار الحديث الخيرية بمكة المكرمة
(Pengajar di Darul Hadits Khoiriyah Mekkah Mukaromah)
Hari sabtu siang itu, dalam kajian keluarga yang dihadiri juga oleh sebagian muhajir, tema kajian dihari itu adalah Kitabu Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullahu. Seperti kebiasaan kajian sebuah kitab, penulis memulai dengan menyampaikan biografi penulis kitab. Rencananya penulis akan menyampaikan biografi Syaikh Ibnu Abdil Wahab rahimahullahu dari kitab Masyahir Ulama Najed, dan entah kenapa, tiba-tiba penulis teringat buku Syaikh Muhammad Jamil Zainu rahimahullahu yang berjudul “Firqatun Najiyah”, penulis ingat bahwa di kitab tersebut Syaikh Muhammad Jamil Zainu rahimahullahu membahas secara singkat biografi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dengan disertai hikmah, pelajaran dan nasihat-nasihat beliau.
Selesai kajian, sampailah berita duka kepada penulis perihal meninggalnya Syaikh Muhammad Jamil Zainu rahimahullahu. Berita yang sangat mengagetkan, justru setelah kami mengambil faidah dari kitab beliau. Kata berita itu bahwa Jum’at kemarin, waktu setempat, tepat tanggal 1 bulan 11 tahun 1431 H, setelah shalat isya, jenazah Syaikh Muhammad Jamil Zainu disholatkan oleh jama’ah di Masjidil Harom. Nampak hadir dihari itu banyak alim ulama, para penuntut ilmu dan kaum muslimin. Suasana haru menyelimuti mereka karena kehilangan al-alim rabbani al-kabir al-ustadz diusia yang ke 87 tahun, rahimahullahu.
Pelajaran Dari Riwayat Hidup Beliau Rahimahullahu
Perjalanan Syaikh Muhammad Jamil Zainu mendapatkan hidayah tauhid sangat menarik untuk disimak. Beliau telah menceritakan perjalanan panjangnya ini dalam beberapa kitabnya, diantaranya apa yang disebutkan dalam kitab:
كيف اهتديت إلى التوحيد والصراط المستقيم
“Bagaimana Perjalanan Ku Kepada Tauhid Dan Jalan Yang Lurus”.
Syaikh dan Para Pemimpin Bid’ah Khawatir Kehilangan Pengikut dan Murid-Muridnya
Beliau rahimahullahu berkata:
لما علم الشيخ الذي كنت أدرس عليه أنني ذهبت إلى السلفيين واستمعت إلى الشيخ محمدناصر الدين الألباني غضب غضباً شديداً لأنه يخشى أن أتركه وأتحول عنه
“Ketika syaikh (sufi) yang biasa mengajariku mengetahui bahwa saya pergi belajar kepada Salafiyyin dan mendengarkan pelajaran yang disampaikan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, maka marahlah dia dengan marah yang sangat, karena dia khawatir saya meninggalkannya dan beralih darinya”.
Penulis berkata: “Inilah yang juga sering kami lihat dari para syaikh hizbiyyah, ya syaikh !!”.
Syaikh-Syaikh Ahli Bid’ah Senang Menggunakan Hadits Yang Lemah Bukan Hanya Dalam Fadhail Amal Bahkan Dalam Masalah Aqidah !!!
Beliau rahimahullahu berkata:
وفي اليوم الثاني أعطاه ولدي الكتاب فوجد أن القصة غير صحيحة ، فلم يعترف بخطئهوقال : هذه من فضائل الأعمال يؤخذ فيه بالحديث الضعيف!! أقول : إن هذه ليست منفضائل الأعمال كما يزعم الشيخ ، بل هي من العقيدة التي لا يحوز الأخذ فيها بالحديثالضعيف علماً بأن الإمام مسلم وغيره يرون عدم الأخذ بالحديث الضعيف في فضائلالأعمال . والقائلون من المتأخرين بجواز الأخذ بالحديث الضعيف في فضائل الأعمالبشروط عديدة قلّ أن تتوفر
Dan pada hari kedua, anak saya menyerahkan kitab ini kepada syaikh itu. Ternyata ia membaca di dalamnya bahwa hadits itu adalah tidak shahih, tetapi syaikh itu tidak mau mengakui kesalahannya dan malah ia berkata, “(Hadits) ini adalah termasuk fadha’ilul a’mal yang mana bisa menggunakan hadits-hadits dhaif !!!”. Saya katakan padanya, “Hadits ini tidak termasuk fadha’ilul amal sebagaimana yang dikatakan oleh syaikh, bahkan hadits ini termasuk masalah aqidah yang tidak boleh digunakan dengan menggunakan hadits-hadits dhaif”. Perlu diketahui bahwa Imam Muslim dan selainnya memandang ketidakbolehan menggunakan hadits-hadits dhaif sekalipun dalam masalah fadha’ilul a’mal. Dan ulama-ulama zaman sekarang yang memandang bolehnya menggunakan hadits-hadits dhaif dalam masalah fadha’ilul a’mal mensyaratkan syarat yang ketat dan semua syarat itu kenyataannya sulit diwujudkan”.
Penulis berkata: “Inilah yang juga sering kami lihat dari para syaikh hizbiyyah, ya syaikh !!”.
Syaikh-Syaikh Ahli Bid’ah Justru Menolak Hadits Shahih Jika Bertentangan Dengan Pemahaman Kelompoknya !!!
Beliau rahimahullahu berkata:
فقال عنه الكوثري : طرقه واهية ( أي ضعيف ) لذلك لم يأخذ به علماً بأن الحديث ذكرهالإمام النووي في كتابه الأربعين النووية ، ورقمه التاسع عشر ، وقد روى الحديث الإمامالترمذي وقال عنه حسن صحيح واعتمده النووي وغيره من العلماء، فعجبت من الكوثريكيف رد الحديث ، لأنه خالف عقيدته، فازددت بغضاً فيه وفي عقيدته ، وازددت حباً فيمحبة السلفيين وعقيدتهم
“Berkata tentang hadits itu Al-Kautsari: “Jalan (sanad) hadits itu ada kelemahannya (yaitu dhaif), oleh sebab itu tidak dipakai. Padahal ketahuilah hadits ini disebutkan oleh Imam An-Nawawi dalam kitabnya Arba’in An-Nawawiyah pada no hadits 19. Dan sungguh hadits ini diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dan ia berkata tentangnya: “Hasan Shahih”. Hadits ini juga telah dipakai oleh Imam Nawawi dan imam lainnya. Yang lebih mengherankan lagi, bagaimana Al-Kautsari menolak hadits ini hanya karena hadits ini menyelisihi aqidahnya?!. Saya pun semakin marah kepadanya dan kepada aqidahnya, dan bertambahlah rasa cintaku kepada salafiyyin (orang-orang salafi) dan aqidah mereka”.
Penulis berkata: “Inilah yang juga sering kami lihat dari para syaikh hizbiyyah, ya syaikh !!”.
Syaikh-Syaikh Jahat itu mulai memperingatkan teman-temannya agar menjauhi pembawa-pembawa sunnah
Beliau rahimahullahu berkata:
وعندما رآني شيخي لم أقتنع بالكتب التي أعطاها لي ، هجرني وأشاع عني ( وهابي احذروه)
“Dan Ketika syaikh itu melihatku tidak puas dengan kitab yang dia berikan kepadaku. Ia mulai menjauhiku dan menyebarkan (kepada orang lain) bahwa saya, “Seorang Wahhabi, hati-hati terhadapnya !!!”.
Penulis berkata: “Inilah yang juga sering kami lihat dari para syaikh hizbiyyah, ya syaikh !!”.
Ahlus Sunnah Semakin Mantap Dengan Hidayah Yang Diberikan Allah Kepadanya Alhamdulillah
Beliau rahimahullahu berkata:
وأنني أحمد الله الذي هداني للتوحيد وعقيدة السلف الصالح ، وبدأت أدعو إلى التوحيدوأنشره بين الناس أسوة بسيد البشر الذي بدأ دعوته في مكة بالتوحيد ثلاثة عشر عاماً ،وتحمل مع أصحابه الأذى فصبر ، حتى انشر التوحيد ، وتأسست دولة التوحيد بفضل الله .
“Dan Saya pun memuji kepada Allah, yang telah memberiku petunjuk kepada Tauhid dan aqidah salafus Shalih. Dan saya pun mulai berdakwah menyeru kepada Tauhid dan menyebarkannya diantara manusia. Mengikuti sayyid seluruh manusia yang memulai dakwahnya di Makkah dengan Tauhid selama 13 tahun (Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam –pentj). Bersama para sahabatnya beliau bersabar, hingga akhirnya menyebar tauhid dan berhasil mendirikan Negara Tauhid, dengan pertolongan dari Allah”.
Penulis berkata: “Inilah yang juga yang sekarang kami mulai, ya syaikh !!”.
اللهم اغفر له و ارحمه و عافه و اعف عنه
Syaikh Jamil Zainu Dikenal Mengkritik Shalawat Nariyah.
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu menjelaskan bahaya Shalawat Nariyah itu dalam kitabnya Minhajul Firqah An-Najiyah.
Inilah kutipannya:

Masalah Shalawat Nariyah

Di samping tarekat-tarekat yang ternyata tidak syar’i karena rata-rata menggunakan tawassul yang tidak syar’I dan beberapa penyimpangan lainnya, dan bahkan sering jauh dari Islam yang murni, ada pula shalawat-shalawat bid’ah yang sangat populer di masyarakat tradisional, tidak ketinggalan pula di kalangan sebagian Nahdliyin atau orang NU. Di antara shalawat bid’ah yang sangat terkenal, bahkan dipasang di rumah-rumah atau bahkan di mobil dan dibaca di mana-mana adalah Shalawat Nariyah.
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu menjelaskan bahaya Shalawat Nariyah itu dalam kitabnya Minhajul Firqah An-Najiyah sebagai berikut:
Shalawat Nariyah telah dikenal oleh banyak orang. Mereka beranggapan, barangsiapa membacanya sebanyak 4.444 kali dengan niat agar kesusahan dihilangkan, niscaya akan terpenuhi.
Ini adalah anggapan batil yang tidak berdasar sama sekali. Apalagi jika kita mengetahui lafadh bacaannya, serta kandungan syirik yang ada di dalamnya. Secara lengkap, lafadh Shalawat Nariyah itu adalah sebagai berikut:
“اللهم صلِّ صلاة كاملة، وسلِّم سلاماً تامّاً على سيدنا محمد، الذي تنحل به العقد وتنفرج به الكرب، وتقضى به الحوائج، وتنال به الرغائب وحسن الخواتيم، و يُستسقى الغمام بوجهه الكريم، وعلى آله وصحبه وسلم في كل لمحه ونفس بعدد كل معلوم لك.”
“Ya Allah, limpahkanlah keberkahan dengan keberkahan yang sempurna, dan limpahkanlah keselamatan dengan keselamatan yang sempurna untuk penghulu kami Muhammad, yang dengan beliau terurai segala ikatan, hilang segala kesedihan, dipenuhi segala kebutuhan, dicapai segala keinginan dan kesudahan/pungkasan yang baik, dan diminta hujan dengan wajahnya yang mulia, dan semoga pula dilimpahkan untuk segenap keluarga dan sahabatnya sebanyak hitungan setiap yang Engkau ketahui.”
1. Aqidah tauhid yang diserukan Al-Qur’anul karim dan diajarkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada kita menegaskan kepada setiap muslim agar meyakini bahwa hanya Allah semata yang kuasa menguraikan segala ikatan. Yang menghilangkan segala kesedihan. Yang memenuhi segala kebutuhan dan memberi apa yang diminta oleh manusia ketika berdo’a.
Setiap muslim tidak boleh berdo’a dan memohon kepada selain Allah untuk menghilangkan kesedihan atau menyembuhkan penyakitnya, bahkan meski yang dimintanya adalah seorang malaikat yang diutus atau nabi yang dekat (kepada Allah).
Al-Qur’an mengingkari berdo’a kepada selain Allah, baik kepada para rasul ataupun para wali. Allah berfirman:
قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِهِ فَلَا يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنْكُمْ وَلَا تَحْوِيلًا(56)أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا(57)
Katakanlah, ‘Panggillah mereka yang kamu anggap (tuhan) selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya daripadamu dan tidak pula memindahkannya. Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmatNya dan takut akan siksa-Nya; sesungguhnya siksa Tuhanmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.” (Al-Isra’: 56-57)
Para ahli tafsir mengatakan, ayat di atas turun sehubungan dengan sekelompok orang yang berdo’a dan meminta kepada Isa Al-Masih, malaikat dan hamba-hamba Allah yang shalih dari jenis makhluk jin.
2. Bagaimana mungkin Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam akan rela, jika dikatakan bahwa beliau kuasa menguraikan segala ikatan dan menghilangkan segala kesedihan. Padahal Al-Qur’an menyeru kepada beliau untuk memaklumkan:
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ(188)
Katakanlah, ‘Aku tidak kuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, niscaya aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (Al-A’raf: 188)
ُ وجاء رَجُلإلى الرسول فقال لهٌ : مَا شَاءَ اللَّهُ , وَشِئْت , فَقَالَ : أَجَعَلْتنِي لِلَّهِ نِدًّا ؟ , قل مَا شَاءَ اللَّهُ وَحْدَهُ . (رواه النسائي بسند حسن)
“Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam lalu ia berkata kepada beliau, ‘Atas kehendak Allah dan kehendakmu’. Maka Rasulullah bersabda, ‘Apakah engkau menjadikan aku sebagai sekutu (tandingan) bagi Allah? Katakanlah, ‘Hanya atas kehendak Allah sendiri.’” (HR. An-Nasa’i dengan sanad hasan).
Di samping itu, di akhir lafadh Shalawat Nariyah tersebut, terdapat pembatasan dalam masalah ilmu-ilmu Allah. Ini adalah suatu kesalahan besar.
Kenapa kita membaca shalawat-shalawat bid’ah yang merupakan perkataan manusia, kemudian kita meninggalkan shalawat Ibrahimiyah yang merupakan ajaran Al-Ma’shum (Muhammad) Shallallahu Alaihi wa Sallam?[1]
منهاج الفرقة الناجية – (ج 1 / ص 67)
الصلاة النارية
الصلاة النارية معروفة عد كثير من الناس و أن من قرأها 4444 مرّة بنية تفريج كرب أو قضاء حاجة تُقضى له ، و هذا زعم باطل لا دليل عليه ، و لا سيما إذا عرفت نصها و رأيت الشرك ظاهرا فيها و هذه صيغتها:
“اللهم صلِّ صلاة كاملة، وسلِّم سلاماً تامّاً على سيدنا محمد، الذي تنحل به العقد وتنفرج به الكرب، وتقضى به الحوائج، وتنال به الرغائب وحسن الخواتيم، و يُستسقى الغمام بوجهه الكريم، وعلى آله وصحبه وسلم في كل لمحه ونفس بعدد كل معلوم لك.”
1. إن عقيدة التوحيد التي دعا إليها القرآن الكريم و علمنا إياها رسول الله صلى الله عليه و سلم تحتم على كل مسلم أن يعتقد أن الله وحده هو الذي يحل العقد و يُفرِّج الكرب و يقضي الحوائج و يعطي ما يطلبه الإنسان حين يدعوه ، و لا يجوز لمسلم أن يدعو غير الله لتفريجهمه أو شفاء مرضه ، و لوكان المدعو مَلكا مُرسلاً أو نبيا مُقرّبا ، و هذا القرآن يُنكر دعاء غير الله من المرسلين و الأولياء فيقول : “قل ادعوا الذين زعمتمْ من دونه ، فلا يملكون كشْفَ الضُّرّ عنكم و لا تحويلا ، أولئك الذين يدعون يَبْتغون إلى ربهم الوسيلة أيُّهم أقرب و يرجون رحمته و يخافون عذابه إن عذاب ربك كان محذورا” (سورة الإسراء)
ققال المفسرون : نزلت في جماعة كانوا يدعون المسيح، أو الملائكة أو الصالحين من الجن. (ذكره ابن كثير)
منهاج الفرقة الناجية – (ج 1 / ص 68(
2. كيف يرضى رسول الله صلى الله عليه و سلم بأن يُقال عنه يحل العُقد و يُفرّج الكرب و القرآن يأمره و يقول له : “قل لا أملك لنفسي نفعا و لا ضرّا إلا ما شاء الله و لو كنتُ أعلم الغيب لاستكثرتُ من الخير و ما مسَّني السُّوء إنْ أنا إلا نذيرٌ و بشير لقوم يُؤمنون” (سورة الأعراف)
و جاء رجل إلى الرسول صلى الله عليه و سلم فقال له : “ما شاء الله و شئت، فقال : أجعلتني لله ندّا ؟ قل ما شاء الله وحده “(رواه النسائي بسند حسن)
الندُّ : المثيل و الشريك
3. و لو حذفنا كلمة “به” ووضعنا بدلا عها كلمة “بها” لكان معنى الصيغة حيح بدون العدد السابق، و تكون كالآتي: ” اللهم صل صلاة كاملة ، و سلم سلاماً تاماً على محمد ، التي تُحلّ بها العقد(أي بالصلاة) ” لأن الصلاة على النبي صلى الله عليه و سلم عبادة يُتوسل بها لتفريج الهم و الكرب.
4. لماذا نقرأ هذه الصلوات البدعية من كلام المخلوق، و نترك الصلاة الابراهيمية و هي من كلام المعصوم.
*****
(nahimunkar.com)

[1] Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Minhajul Firqah An-Najiyah wat Thaifah Al-Manshurah,diterjemahkan Ainul Haris Umar Arifin Thayib Lc, Jalan Golongan Selamat, Darul Haq, Jakarta, cet. I, 1419 H, hlm. 173-176. Lihat pula di buku Hartono Ahmad Jaiz, aliran dan Paham Sesat di Indonesia, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, cetakan 7, 2004M, halaman 266-268.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar