Tiga Kyai Seleb Pengusung Bid’ah dan Kasus Pengakuan Perempuan
« الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ ». (أبو داود ، والترمذى – حسن غريب – عن أبى هريرة)
“Seorang laki-laki itu bergantung dengan agama teman gaulnya, maka hendaklah salah seorang melihat siapa yang menjadi teman gaulnya.” (Hadits riwayat Abu Dawud dan At-Tirmidzi berderajat hasan gharib, dari Abu Hurairah)
Dua Kyai Seleb berakrab-akrab ria, tahu-tahu kedua-duanya sama-sama tersebar kasus adanya perempuan yang mengaku dimainkannya. Berikut ini sorotannya, bahkan tiga sosok.
Setidaknya, ada tiga kyai kondang yang selain populer juga dikabarkan punya kedekatan dengan sejumlah cewek. Kedekatan itu pada dasarnya “mendekati zina”, namun dengan istilah macam-macam. Seperti, teman tapi mesra (TTM), kawin mut’ah alias nikah semalam, yang itu jelas telah diharamkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam; bisa juga berupa pengakuan telah melangsungkan nikah siri (tidak dicatat Naib KUA –Kantor Urusan Agama) padahal cuma hubungan spesial (berpacaran). Dalam Islam, berpacaran adalah perbuatan mendekati zina, bahkan dapat kejeblos pada zina itu sendiri. Demikian juga dengan TTM dan nikah mut’ah yang jelas telah diharamkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kyai Seleb I
Sebelum heboh kasus Kyai Seleb II yang disangka berselingkuh dengan sejumlah wanita, telah lebih dulu muncul kehebohan tentang sepak terjang seorang kyai kondang yang konon menikahi seorang janda dengan tata cara yang dia bikin-bikin mirip nikah mut’ah, digauli, kemudian ditinggalkan begitu saja.
Perilaku sang kyai seleb ini diungkap oleh majalah GATRA edisi 13 April 1996. Sumber utama majalah tersebut adalah Dewi Wardah, janda almarhum Amir Biki, yang tewas pada kasus Tanjung Priok 12 September 1984. Dewi Wardah adalah wanita yang berhasil dibujuk sang kyai untuk melangsungkan nikah semalam, untuk ditiduri, kemudian dilupakan begitu saja.
Peristiwa nikah semalam antara Kyai Seleb I dengan Dewi Wardah terjadi pada tanggal 19 April 1995, di hotel Equatorial, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Hotel Equatorial kini sudah berganti nama, namun tetap berada di lokasi yang sama. Menurut penuturan Dewi, malam itu sang kyai meneleponnya untuk menyaksikan acara latihan manasik haji di hotel tersebut. Karena sungkan, dan dalam rangka menghormati tokoh publik, maka Dewi pun memenuhi undangan kyai yang dijuluki Kyai Pajero, karena ia terlihat ke mana-mana mengendarai mobil mewah Mitsubishi Pajero dengan nomor polisi B 1 XZ.
Ketika acara latihan manasik haji yang dipimpin sang kyai masih berlangsung di lantai bawah, Dewi Wardah diajak masuk ke salah satu kamar hotel di lantai atas. Di dalam kamar, Dewi dirayu sang kyai untuk menjadi istri ketiganya. Kepada Dewi, sang kyai mengumbar janji manis akan membiayai salah seorang anak Dewi yang saat itu sedang menempuh pendidikan di pesantren pimpinan sang kyai.
Tentu saja Dewi Wardah amat sangat terkejut. Dalam keadaan masih terkejut, Dewi akhirnya mengiyakan permintaan sang kyai. Waktu itu Dewi sempat mengusulkan kepada sang kyai agar orangtuanya diberitahu berkenaan dengan rencana pernikahan ini. Namun, sang kyai mengatakan tak perlu wali, tak perlu saksi.
Usai meyakinkan Dewi sehingga bersedia dinikahi, sang kyai pun turun ke lantai bawah hotel untuk memberi ceramah. Sementara itu, Dewi tetap berada di dalam kamar sendirian. Tak berapa lama, sang kyai kembali ke kamar tempat Dewi menunggu. Sang kyai tidak sendirian, tetapi bersama seorang lelaki yang disebutnya sebagai wali nikah.
Laki-laki yang disebut sebagai wali nikah bagi Dewi ini, kemudian menjabat tangan sang kyai seraya mengucapkan sejumlah kalimat dalam bahasa Arab. Di antara rangkaian kalimat dalam bahasa Arab itu, ada penggalan kata yang diingat Dewi, yaitu qobiltu nikahaha (aku terima nikahnya). Dengan adanya penggalan kata tadi, Dewi meyakini bahwa kejadian yang sedang dialaminya saat itu adalah bagian dari prosesi pernikahan, meski tidak ada mahar dan tidak ada saksi. Bahkan tidak ada wali, karena lelaki yang dibawa ke kamar oleh sang kyai itu sebenarnya bukan wali Dewi. Kenal pun tidak. Di ruangan itu hanya ada mereka bertiga: Dewi Wardah, Kyai Seleb I dan sosok asing yang dibuat-buat menjadi wali nikah bagi Dewi.
Laki-laki asing yang dibuat-buat menjadi wali nikah Dewi-Kyai Seleb I itu, usai prosesi ‘pernikahan’ langsung beranjak pergi, meninggalkan kedua ‘mempelai’ di dalam kamar hotel itu. Sedangkan sang kyai, usai menikmati ‘malam pertama’ langsung beranjak pulang dini hari sebelum Subuh menjelang, seraya meninggalkan Dewi sendirian.
Setelah itu, Dewi tak lagi berjumpa dengan sang kyai. Beberapa bulan (sejak kejadian 19 April 1995) kemudian sekitar September 1995 mereka bertemu, disaksikan orangtua Dewi. Ketika itu Dewi minta cerai, dan mendesak sang kyai untuk membuat surat cerai di atas kertas segel, sebagai bukti mereka pernah terikat suami-istri. Akhirnya, pada 11 Oktober 1995 Dewi diberi surat cerai dan uang tunai sebesar Rp 5 juta.
Peristiwa nikah semalam yang dialami Dewi, tersimpan rapat di dalam sanubarinya. Barulah ketika media massa memberitakan ada kedekatan antara sang kyai dengan Ida Leman, janda cerai mati yang kemudian menerjuni dunia sinetron dan bisnis busana muslimah, hati Dewi mendidih. Dorongan melindungi sesama wanita dari rayuan hidung belang, muncul dengan kuat. Maka, ia pun memberanikan diri membeberkan pengalamannya menikah semalam dengan sang kyai. Tujuannya, agar tidak ada lagi korban-korban lain.
Saat itu, Kyai Seleb I merupakan salah satu narasumber acara keagamaan antara lain Hikmah Fajar di salah satu stasiun teve swasta. Setelah kasus pernikahan semalam terkuak, pihak direksi stasiun teve swasta tadi menghentikan penayangan Hikmah Fajar yang memunculkan kyai tersebut. Keputusan penghentian penayangan program tersebut semata-mata untuk menghindari kemungkinan munculnya protes dari pemirsa.
Pertanyaannya, mengenai tingkahnya mengusung bid’ah di mana?
Ya itu, membuat-buat aturan sendiri tentang pernikahan, tanpa wali tanpa saksi. Masih pula membuat-buat seakan-akan seorang sosok asing dijadikan wali. Padahal bukan wali, bukan hakim. Ya jelas bid’ah dan berbahaya. Kalau diterus-teruskan, apakah tidak akan menjadikan pernikahan yang disyari’atkan oleh Allah Ta’ala ini sebagai manin-main belaka? Sedang wanita-wanita kemungkinan akan jadi korbannya, dan korban dari para pengikut pembuat bid’ah pemburu nafsu itu.
Kyai Seleb II
Kyai Seleb I tersebut di atas merupakan salah satu pendukung Kyai Seleb II yang paling setia, gigih dan emosional. Keduanya tidak hanya punya kedekatan, tetapi juga kesamaan. Terutama dalam kaitan terbongkarnya skandal medok (main perempuan) alias madon.
Skandal medok Kyai Seleb II terbongkar, karena Aryanti yang mengaku pernah digaulinya merasa ditelantarkan setelah sang kekasih gelapnya ini jadi Pemimpin Bangsa. Aryanti pun membuka kisah asmara mereka ke publik, antara lain sebagaimana dipublikasikan majalah Panji Masyarakat nomor 20 Th. IV yang beredar sejak 06 September 2000. Salah satu tempat kencannya adalah Hotel Equatorial, Tanah Abang, Jakarta Pusat, tempat sang karibnya menggauli Dewi Wardah.
Ketika perselingkuhan Kyai Seleb II dengan Aryanti terkuak, masyarakat menyangka Aryanti satu-satunya selingkuhannya. Ternyata konon masih ada beberapa nama lain. Antara lain seorang wanita muda bernama Puteri, yang saat itu konon masih bersuamikan seorang penerbang, dari Jakarta. Ada wanita bernama Siti Farikha janda dari Desa Angin-angin, Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
Aryanti berkenalan dengan Kyai Seleb II pada semester kedua tahun 1995 (apakah ini menirukan lakon Kyai Seleb I tak tahulah. Saat itu lakon Kyai Seleb I belum terbongkar, sedang kejadiannya juga dalam waktu berdekatan, kemudian kasus Kyai Seleb I baru terbongkar 13 April 1996). Perkenalan Aryanti dengan Kyai Seleb II ini melalui Haji Sulaiman. Komunikasi antara keduanya berlangsung melalui telepon, terutama pagi hari usai Subuh. Barulah ketika Oktober 1995, ketika Kyai Seleb II ada acara ke Bali, Aryanti minta diajak. Kyai Seleb II pun mengabulkan. Maka, berangkatlah Aryanti dan anak perempuannya yang masih di bawah umur, juga Haji Sulaiman ke Bali.
Selama di Bali, mereka menginap di rumah Ibu Gedong Bagus Oka (tokoh Hindu Bali. Tampaknya Kyai Seleb II ini lebih akrab dengan tokoh-tokoh kafirin dibanding tokoh Islam apalagi yang menegakkan Sunnah. Sehingga dia tenang-tenang saja menginap di rumah tokoh kafirin bahkan membawa isteri orang pula). Di tempat inilah hubungan haram pertama kalinya terjadi, menurut pengakuan Aryanti. Ketika pertama kali diajak begituan, Aryanti tentu saja menolak. Karena, hubungan mereka belum diikat tali pernikahan. Apalagi, saat itu Aryanti masih terikat pernikahan dengan M. Yanur. Namun, ketika itu sang kyai seleb yang wala’nya kepada tokoh kafirin ini berhasil meyakinkan Ayanti: “Nggak apa-apa, nanti kita tobat.” Maka, Aryanti pun luluh. Dan terjadilah peristiwa yang sangat menggembirakan syaithon. Itu pengakuan Aryanti yang tersebar di media massa.
Menurut pengakuan Aryanti, hubungan haramnya dengan Kyai Seleb II terus berlanjut di berbagai tempat. Yaitu di Putri Duyung Cottages (Ancol, Jakarta Utara), Hotel Equatorial (Tanah Abang, Jakarta Pusat, tempat ‘ihik’-nya Kyai Seleb I tersebut), Hotel Horison Bekasi, dan paling sering di Hotel Harco (jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat). Hubungan terlarang ini kian erat apalagi setelah Aryanti resmi bercerai dengan M. Yanur pada 22 Oktober 1996.
Hubungan Aryanti dengan sang kyai mengalami anti klimaks, ketika pada tahun 1997 Aryanti memergoki Kyai Seleb II sedang memeluk Puteri di kantor Ormas terkemuka. Sejak itu hubungan keduanya mulai renggang. Kyai Seleb II selalu menolak bertemu dengan Aryanti, hingga hubungan mereka pun terputus. Pada Oktober 1997, Kyai Seleb II untuk pertama kalinya terserang stroke. Hubungan Aryanti dan Kyai Seleb II terputus total. Hingga akhirnya, dua tahun kemudian, Oktober 1999, Kyai Seleb II dilantik menjadi pemimpin bangsa.
Kyai Seleb II jadi pemimpin bangsa, berarti Aryanti termasuk di dalamnya. Tetapi Aryanti merasa dikhianati, sehingga atas pengakuannya itu kisah asmara terlarang di antara keduanya terungkap ke publik. Ini semua tentu tidak lepas dari kuasa Allah SWT, antara lain untuk membuka mata sebagian orang yang selama ini terlalu mengkultuskan Kyai Seleb II.
Sayangnya, meski berbagai peristiwa dan fakta sudah digelar ke publik, masih ada saja yang mengkultuskannya. Ada yang mengusungnya menjadi pahlawan nasional, bahkan ada yang berencana menjadikan kuburannya makam keramat sekaligus objek wisata religi, dan menelan biaya Rp 180 milyar. Astaghfirullah…, betapa bodohnya.
Pertanyaannya pula, mana dia mengusung bid’ah?
Dalam kisah ini sendiri sudah dapat dibaca, dia itu tokoh yang “mencontohi” untuk berwala’ kepada kafirin. Dan pengaruhnya itu besar, terutama di kalangan liberal, bahkan pluralisme agama, menyamakan semua agama. Ini adalah bid’ah besar yang dapat mengeluarkan dari Islam, hingga MUI (Majelis Ulama Indonesia) memfatwakan haramnya sekulerisme, liberalism agama dan pluralism agama.
Kyai Seleb III
Kyai seleb ketiga dikenal dengan gelar Kyai Sejuta Umat. Meski bergelar “hanya” sejuta, namun honornya bernilai puluhan juta rupiah sekali manggung, dan harus dibayar di muka. Itu belum termasuk akomodasi dan transportasi.
Sebelum kisah asamaranya dengan Aida Saskia terungkap ke publik sejak awal Oktober 2010 ini, jauh sebelumnya, sekitar satu dasawarsa lalu, Tabloid Citra pernah menjadikan foto mesra sang kyai sejuta umat ini sebagai cover depan. Pada cover depan itu, sang kyai sedang merangkul bahu Nia Daniaty, yang kini menjadi istri Farhat Abbas.
Nia Daniaty selama ini dikenal sebagai penyanyi lagu-lagu melankolis, pemain sinetron dan film layar lebar, dan pernah menikah dengan laki-laki asal Brunei Darussalam.
Publikasi itu tentu saja merugikan sang kyai. Namun entah kenapa, insiden itu tak membuatnya terpuruk. Dari sudut Nia Daniaty, publikasi itu boleh jadi membawa keberuntungan. Setidaknya ia batal menjadi ‘korban’ sebagaimana terjadi pada pengakuan Aida Saskia kini.
Aida Saskia kini berusia 25 tahun. Ia mengaku, sembilan tahun lalu, ketika usianya masih 16 tahun, ia berkenalan dengan sang kyai sejuta umat ini. Saat itu Aida sang penyanyi dangdut ini sedang mengisi sebuah acara, di Bogor. Tentu saja saat itu Aida tidak menduga sang kyai kondang juga ada di acara tersebut. “Di situ kami bertemu dan beliau meminta nomor telepon saya. Dari situ beliau sering menelepon saya hingga akhirnya meminta bersilaturahim ke rumah…”
Setiap berkunjung ke rumah orangtuanya, menurut Aida, sang kyai banyak membawa buah tangan seperti durian, rambutan dan makanan lainnya. Sampai pada suatu ketika, di hadapan Aida dan kedua orangtuanya, sang beliau itu menyampaikan maksudnya untuk menikahi Aida. Namun karena usianya masih sangat muda, Aida pun menolak.
Meski ditolak, upaya sang kyai tidak berhenti sampai di situ. Sang kyai kondang ini pun terus mendekati Aida dengan berbagai cara, merayu ibu, bapak dan kakek Aida. Karena Aida tak pernah menanggapi ajakan menikah, beliau pun akhirnya menghilang dan menjauhi Aida.
Masih menurut pengakuan Aida, sebelum akhirnya pergi meninggalkan Aida, di antara keduanya sempat terjalin hubungan mesra. “Saya dekat selama satu tahun lebih. Dia suka gandeng tangan aku di jalan. Tidak hanya itu saja, saya pun sering diminta menemani beliau sampai menginap bareng di luar kota. Jujur, saya malu karena itu bukan keinginan saya…” (okeZone News – Jum Okt 08, 2010 10:24 WIT)
Aida sebenarnya malu mengungkap hubungan terlarangnya dengan sang kyai. Namun ia beralasan, hal itu dilakukannya agar tidak ada Aida-Aida yang lain jadi korban. Kemunculan Aida membuka kisah lama dengan beliau itu memang sudah dipersiapkan dengan matang. Ia punya bukti berupa foto dan lain-lain. “Saya melakukan ini atas kemauan saya sendiri. Semoga dengan bicara ini, masyarakat tidak lagi dibohongi dengan isi ceramahnya. Saya baru ngomong sekarang karena sudah tidak kuat dan ini saatnya meledak…” (okeZone News – Jum Okt 08, 2010 09:55 WIT).
Ungkapan Aida: “Semoga dengan bicara ini, masyarakat tidak lagi dibohongi dengan isi ceramahnya”; itu perlu dicermati.Soalnya, sebenarnya selama ini masyarakat sudah dibohongi oleh penceramah kondang itu, namun belum tersebar protes yang kuat. Karena kalau diprotes mungkin justru menjadi fitnah. Sehingga dikhawatirkan timbul madhorot.
Masa’? selama ini beliau telah membohongi masyarakat? Mana bisa? Mana buktinya?
Ya. Anda mau bukti? Beliau itu pengusung bid’ah pula. Beliau berceramah dalam hal-hal yang menyangkut hal ghaib di antaranya tentang malaikat pun tanpa dalil yang pasti, bahkan dimainkan dengan dibuat-buat dialog bikinan. Sehingga dia seakan-akan tahu persis keadaan Malaikat, lalu melafalkan ucapan-ucapan sebagai ucapan Malaikat. Padahal untuk berbicara hal ghaib, harus dengan dalil yang pasti. Lha ini malahan mensandiwarakan Malaikat. Apa itu tidak membuat bid’ah lalu mengusungnya ke mana-mana?
Belum lagi para muballigh kampungan yang meniru beliau, tahu-tahu memain-mainkan Malaikat pula, karena sudah ada contoh dari beliau itu. Belum lagi Kyai Seleb II yang bahkan menghumorkan Malaikat dan Akherat dalam humornya tentang sopir metromini tukang ngebut dan juru dakwah, dihumorkan bahwa surganya lebih bagus yang sopir tukang ngebut. Alasannya, karena mengakibatkan para penumpang berdoa, sedang juru dakwah, ketika khutbah mengakibatkan orang mengantuk. Tingkah menghumorkan hal ghaib dalam agama seperti itu jelas bid’ah yang sangat tercela. Ini dapat dibaca selengkapnya di buku Mengungkap Kebatilan Kyai Liberal karya Hartono Ahmad Jaiz, 2010.
Para pengusung bid’ah dan tersandung pengakuan perempuan itu tampaknya lebih terbirit-birit ketika menghadapi pengakuan perempuan. Padahal, kasus perempuan itu yang didhalimi “hanyalah” perempuan. Sementara itu ketika yang didhalimi justru agama Allah, dengan cara membuat-buat syari’at baru, yang dalam Islam disebut bid’ah, itu yang didhalimi justru agama Allah. Artinya adalah mendhalimi Allah, sekaligus menyesatkan manusia. Kenapa mereka (dan sebangsanya yang gemar mengusung bid’ah selama ini) justru tampaknya tidak takut, bahkan sering lebih ngotot, bahkan bersekongkol untuk memprovokasi massa untuk ngotot?
Mereka jangan-jangan lebih takut kepada makhluk lemah namanya perempuan, daripada Yang Maha Kuat yakni Allah ‘Azza wa Jalla.
Kembali kepada kasusnya, kasus Aida jangan-jangan mengikuti fenomena gunung es: tampak kecil di atas permukaan, namun sesungguhnya jauh lebih besar di bawah permukaan. Seharusnya, beberapa fakta seperti dicontohkan melalui tiga kyai seleb dan pengusung bid’ah tadi, dapat menyadarkan masyarakat, dapat membuka mata masyarakat, agar tidak salah memfigurkan (menokohkan) seseorang, agar tidak salah memilih panutan.
Sebagai semacam isyarat, masyarakat bisa berpegang pada kata-kata yang memperingatkan, bahwakesalehan tidak bisa berdampingan dengan ambisi kemewahan. Kalau ada sosok berpenampilan saleh namun pada saat bersamaan ia suka bahkan ambisi dengan kemewahan –mobil mewah, rumah mewah, doyan perempuan muda dan cantik– maka waspadalah. Karena, boleh jadi, ia hanyalah seorang penipu ulung. Sudah banyak buktinya. Oleh karena itu jangan sampai salah pilih. (tede/ haji).
(nahimunkar.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar