“Mengapa Mereka Keluar dari Jama’ah 354?”
Mengungkap Jawaban atas pertanyaan
“Mengapa Mereka Keluar dari Jama’ah 354?”
Apakah mereka barisan sakit hati?
Di antara sebab-sebab ketergelinciran “Jama’ah 354″ dalam pemasalahan bai’at dan imamah dan permasalahan syari’ah yang lainnya adalah tidak pernah meletakkan pondasi suatu perkara agama ini secara bahasa dan secara istilah syari’at yang memiliki batasan-batasan tertentu, serta memiliki konswekuensi tertentu pula, menurut pemahaman salafu as-sholih. Sehingga yang terjadi adalah Jama’ah354 membangun ta’rif dalam perkara agama ini sesuai dengan keyakinannya atau mimpinya sendiri, tanpa terbimbing oleh pemahaman salafu as-sholih. ( Jamaah354 cuma sekedar mengaku-ngaku di atas manhaj salafu as-sholih tetapi prakteknya banyak hal menyelisihi para salafu assholih[1])). Inilah yang dimaksud oleh para ulama menetapi kaidah berkeyakinan dahulu, baru berdalil/mencari-cari pendalilan sekenanya , seharusnya adalah;
(استدل ثم اعتقد)، لا تعتقد ثم تستدل فتضل
“Berdalil dahulu, baru berkeyakinan, bukan berkeyakinan terlebih dahulu baru berdalil, makanya tersesat”
Wal hasil mereka banyak terjatuh di dalam masalah bid’ah yang tercela[2], atau bahkan terjerembab dalam lumpur jenis syirik akbar yaitu dari jenis syirik keto’atan[3] dengan alasan sudah menjadi ijtihad keamiran 354!!?
Semua ini terjadi karena tidak dipelajarinya secara khusus baik melalui asrama/dauroh atau menjadi kurikulum pondok/ma’had terhadap kitab-kitab tauhid, ushulu al-bid’ah, ushul al-fiqh, Kitab fiqh, Kitab siroh, mustholahu al-hadits[4], Kitab-kitab syarah hadits, Kitab ushuli fi tafsir, Kitab-kitab tafsir Al-qur’an yang mu’tabar, Kitab Lughoh dll (atau yang boleh membacanya hanyalah Ulama paku bumi[5]?, kalau mubaligh paku usuk/plentis/kelas bawah tidak boleh, sehingga membacanya dengan sembunyi-sembunyi dan kalau sampai ketahuan, maka bisa-bisa dianggap ilmunya tidak manqul), padahal kitab-kitab tersebut diatas telah menjadi standard pelajaran di ma’had-ma’had darul hadits di Saudi Arabia atau negara lainnya serta ma’had-ma’had di Indonesia yang bermanhaj salaf dan terbimbing oleh ulama-ulama ahlu assunnah zaman ini.
Sementara ta’lim/pelajaran Jama’ah354 yang ada adalah belajar hanyalah mengaji Al-qur’an dan Al-hadits apa yang diklaim secara manqul-musnad-muttashil[6], Jama’ah354 hanya menerima tanpa pasal-pasal/membahas secara detail hasil pemangkulan/pentashihan/tarjih dari penderesan Dewan Ulama 100 yang diklaim telah mangkul langsung dari H. Nurhasan Al-’ubaidah atau tarjih hukum syari’at dari Dewan Ulama Sepuluh[7] yang didominasi oleh KH.Kasmudi Assidqi[8]…
Duhai Alangkah Sempit, Terkungkung Dan Tertindasnya
Keluasan Ilmu Agama Di Jama’ah Ini
Duhai Alangkah Dibuat Sulitnya Syari’at Ibadah Yang Mudah ini
Duhai Alangkah Mudahnya Uang Itu Mengalir Kekantong Sang Amir
Hanya Dengan Stempel Ijtihad[9]
Semua Nash Al-Qur’an Dan As-Sunnah Hanya Dilihat Dari Kacamata Jama’ah354
Dan Yang Indah Diperuntukkan Baginya Dan Yang Buruk Untuk Orang Lain,
Wal Hasil, Kitab Ma’ariju Al-Qobul Dibajak Tanpa Akhlaq
Dan Diarahkan Untuk Jama’ahnya
Duhai Alangkah Sedihnya Syaikh Hafidz Bin Ahmad Alhakami Bila Menyaksikannya
Hingga Hampir-Hampir Surgapun Sudah Dikapling Hanya Untuknya Saja,
Bahkan Ahli Tauhid-Pun Tidak Punya Peluang Masuk Surga
Karena Bukan Ahli Jama’ah354
Bagaimana mungkin apa-apa yang diklaim sebagai Ilmu manqul-musnad-muttashil ternyata menyelisihi pemahaman/manhaj para salafus sholih (mereka adalah para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia, Tabi’in dan tabi’I at-tabi’in) yang telah dipuji oleh Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ يَجِيءُ أَقْوَامٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَمِينَهُ وَيَمِينُهُ شَهَادَتَهُ* رواه البخاري 2458
Sebaik-baiknya manusia adalah golonganku, kemudian orang-orang sesudahnya, kemudian orang-orang sesudahnya, kemudian akan datang beberapa kaum yang mendahulukan persaksiannya pada sumpahnya dan mendahulukan sumpahnya pada persaksiannya (berani berdusta-pent) HR.Bukhori
Apakah mereka “Jama’ah354″ memiliki jalur isnad di luar Salafu as-sholih, yakni para sahabat dan dua generasi sesudahnya? Ini mustahil, terkecuali hanyalah sebuah pemahaman manqul-musnad-tetapi munqoti‘ disalah satu seorang perowi mereka.
Dan akhir-akhir ini para Ulama Paku bumi malah berbondong-bondong ria kuliah di IAIN. Bagaimana mungkin para pengajar/mudarris pondok pesantren/ma’had yang telah mencetak ribuan muballigh yang dikirim ke seantero Negeri bahkan sampai ke manca negara[10], adalah MahasiswaBaru (maba) IAIN di Kediri? Apakah mereka akan mendapatkan Ijazah/Isnad hadits di IAIN? Bagaimana mungkin para takfiry itu bisa kuliah di IAIN? Dibalik itu Tentunya ini adalah untuk sekedar mengejar sebuah prestise dengan mengejar gelar “si Fulan,S Ag”
Alangkah indahnya bila ma’had/Ponpes Jama’ah354 menggelar semua pelajaran Kitab-kitab mu’tabar warisan para ulama salaf dan kholaf yang meliputi berbagai bidang ilmu diantaranya kitab-kitab tauhid, ushulu al-bid’ah, ushul al-fiqh, Kitab fiqh, Kitab siroh, mustholahu al-hadits, Kitab-kitab syarah hadits, Kitab ushuli fi tafsir, Kitab-kitab tafsir Al-qur’an yang mu’tabar, Kitab Lughoh dan lain-lain. Bukankah Jama’ah354 ini telah mengirimkan kader-kader di Ma’had Harom Makkah as-Syarif (semacam Universitas Terbuka di Makkah), dengan seniornya Ustadz Kholil Albusthomi, mereka sudah belajar hampir sepuluh tahun dibawah asuhan ulama salaf, tentunya ilmu mereka sudah banyak, sebaiknya mereka pulang ke Indonesia dan menggelar pelajaran berbagai cabang Ilmu Agama, daripada membiarkan para ulama paku bumi blakra’an/berkeliaran kuliah di IAIN yang manhajnya tidak jelas.
Tetapi hal itu mustahil. Mengapa?
Jawabnya mudah, bahwa dengan menggelar semua pelajaran Kitab-kitab warisan para ulama salaf dan kholaf diatas, ini akan menjadi senjata makan tuan atau bagaikan memelihara anak macan, berarti akan membentuk kader-kader yang pintar lagi kritis terhadap agamanya dan mereka akan banyak bertanya mempersoalkan Aqidah dan Manhajnya yang ditetapi saat ini, yakni “Jama’ah354″. Dan ini bisa membahayakan kelangsungan hidup pembinaan “Qur’an Hadits Jama’ah 354″ ila yaumi al-qyamah
Mereka para kader-kader itu akan bertanya sekitar;
- Mengapa hadits-hadits dho’if bisa di jadikan hujjah di Jama’ah354 ini?
- Mana dalil yang rojih, sehingga menetapkan Kaidah kalau tidak manqul, maka amalannya tidak sah, Islamnya tidak sah? Apakah manqul-musnad-muttashil adalah cukup sebagai satu-satunya syarat diterimanya sebuah periwayatan hadits?
- Manqul dikenal secara bahasa tetapi di manakah kitab mustholah hadits yang membahas manqul secara istilah, apalagi sampai memiliki konsekwensi pada bidang aqidah?[11]
- Mengapa para sahabat tidak mengkafirkan para khowarij, tetapi kita mengkafirkan secara mutlaq orang di luar Jama’ah354 secara mutlaq tanpa ada perincian kekafirannya[12] ( apakah termasuk kafir harby, dzimmi, kafir mu’ahad (dibawah perjanjian keamanan negara))
- Mengapa para sahabat sholat di belakang orang khowarij, sementara kita menganggap tidak sah sholat di belakang orang luar Jama’ah354, apalagi jum’atan.
- Manakah dalilnya sholat munfarid? Atau membangun sholat jama’ah bithonah dengan memajukan teman di samping kirinya untuk diam-diam dijadikan imam sementara sedang bermakmum di belakang orang luar Jama’ah354? Apakah ini bukan termasuk membikin syari’at baru?[13]
- Apakah kedudukan kita lebih mulya di hadapan Alloh dibandingkan para shohabat Nabi?
- Mengapa semua barisan para ‘Ulama Ahlussunnah (ijma’ dari semua mazhab-seperti perkataan seorang Mujaddid[14] Syaikh Islam Muhammad bin abdi Al- Wahhab[15] ) bahwa bai’at hanya diberikan kepada penguasa muslim, sementara kita mengatakan boleh/bahkan wajib bai’at kepada sembarang orang (yang penting sudah bai’at, bahkan KH.Kasmudi sempat meledek “lha kamu sudah pernah bai’at sama siapa?”[16]) dengan dukungan dari Syaikh Doktor Shodiq Amin sendirian dengan dalil bai’at aqobah dan dalil safar?[17] Apakah Syaikh ini orang Jama’ah? Setahu saya ia adalah tokoh Ikhwanu al-muslimin Mesir bukan ulama ahlu as-sunnah? Manakah pendapat yang lebih kuat pendapat kita ataukah pendapat jajaran Para Ulama Ahlusunnah?
- Mengapa keberadaan amir disembunyikan/dibithonahkan? Mana dalil penguatnya?[19] Mana praktek Amir bithonah ini di zaman pendahulu ummat ini?
- Mengapa dengan bangga (atau tanpa memperingatkan terhadap analogi yang salah) sebagian mereka mengatakan bahwa praktek infaq persenan, sama dengan prakteknya Umat Katolik (menganggap katolik adalah ajaran kristen yang murni?) Padahal Rosululloh jelas-jelas melarang tasyabbuh?[20]
- Mengapa praktek penyerahan surat taubat, mirip dengan pengakuan dosa ala nashroni? Dimana dalilnya? Bukankah lagi-lagi ini namanya tasyabbuh yang dilarang? Apakah dengan alasan ijtihad Amir, kita dapat menyelisihi sunnah?
- Dan masih banyak permasalahan yang lain.
Demikianlah, bila pertanyaan ini kita lontarkan kepada para pembesar Jama’ah354 saat ini, tidak akan kita temui jawaban yang memuaskan disertai dali-dalil yang rojih, dan akhirnya jawabannya berkisar pada;
- sebagian mereka akan terdiam
- menjawab sekenanya dengan emosi: “Kamu sudah meragukan keamiran H.Abdul ‘Aziz, tobat dan kalau perlu mengulangi bai’at, kamu sudah terpengaruh salafi”
- jawaban spektakuler: “Kamu silahkan keluar dari Jama’ah354, tetapi jangan mempengaruhi yang lain!!?”
- “Pembahasan cukup sekian, kamu sudah terpengaruh Pak.Mauluddin“
Inilah alasan yang membuat banyak teman-teman yang keluar secara terang-terangan atau karena beberapa alasan masih bertahan di Jama’ah354 seraya menyembunyikan manhajnya dan menunggu waktu yang tepat untuk keluar dari hizibnya dan hijrah ruju’ ke manhaj salafu as-sholih[21], ini semua dilakukan sebagai konsekwensi dari pendalilan yang rojih. Mereka telah mengetahui sebenarnya mana yang haq dan mana yang bathil, jauh dari hawa nafsu dan bukan karena barisan yang sakit hati sebagaimana yang telah dituduhkan.
Sumber: 354hijrah.blogspot.com
[1] Contohnya, dengan gampangnya mengkafirkan/memurtadkan orang lain, menganggap tidak sah sholat bermakmum di belakang orang luar jamaah354 apalagi sholat jum’at,dll
[2] Seperti masalah bai’at kepada sembarang orang yang penting bai’at walupun tidak memiliki kekuasaan dan wilayah sedikitpun, masalah surat taubat, takbiran jama’i dll
[3] Lihat artikel “Tidak Sah Sholat bermakmum dengan orang luar Jam’ah dan kalau terpaksa diniatkan Sholat Munfarid/sholat sendiri/ bahkan membangun sholat berjama’ah di dalam sholat berjama’ah dengan cara memajukan sedikit teman di sebelah kiri di jajaran makmum untuk diangkat secara diam-diam/bithonah untuk menjadi imam sholat…..”
[4] Hanya baru tahun-tahun terakhir ini para muballigh paku bumi membahas hadits dengan menyebutkan shohih atau dho’if sebuah hadits yang tidak pernah terdengar pembahasan tersebut di zaman H.Nurhasan, atau menyebutkan rujukan silsilah hadits as-shohihah karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-albany dalam materi teks bulanan, tetapi pembahsannya mengikuti hawa nafsunya sendiri tanpa bimbingan para ulama salaf, karena kaidah ibadahnya/pakemnya adalah pokoknya apa-apa yang sudah dimanqulkan/klaim manqul di zaman H.Nur Hasan adalah sebuah harga mati itulah yang dianggap paling murni dan paling benar.
[5] Mareka adalah jajaran para muballigh level utama di jama’ah354 yang dipersiapkan untuk mengawal kemurnian ilmu manqul H.Nurhasan Al-’Ubaidah, disebut “Paku Bumi” bagaikan fungsi gunung sebagai paku bumi agar bumi tidak bergeser, sebagaimana firman Alloh subhanahu wa ta’ala
وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ (19) سورة الغاشية
Dan (apakah engkau tidak melihat) gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?
Demikian pula fungsi mereka yaitu, mengawal Ilmu Manqul Qur’an Hadits Jama’ah Nur Hasan Al-’ubaidah agar tidak bergeser dari kemurniannya. Alangkah tingginya perumpamaan ini, namun tidak seimbang dengan keilmuan yang disandangnya. Oleh karenanya ingatlah peringatan Allah Subhana Wata’ala;
وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا (37) سورة الإسراء
Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.
[6] Sehingga banyak kita saksikan pengajian Al-qur’an dan Al-hadits di Jama’ah354, sang Muballigh pengajar menyampaikan makna yang salah (karena tidak mengetahui kaidah bahasa Arab) dan menjelaskannya dengan syarah cerita ngalor ngidul…apa ini yang namanya mangkul, sangat kontradiksi dengan para ustadz ahlu-as-sunnah/ulama ahlu assunah zaman mereka menjelaskan al-qur’an dan al-hadits dengan rinci, sarat dengan pembahasan ilmiah, penerapan hukum-hukumnya serta mengambil faedah-faedah di dalamnya, mereka adalah para syaikhnya mangkul/talaqy, lihatlah biografi mereka, dan manakah biografinya KH.Kasmudi Assidqy agar dapat kita lihat dan bandingkan kapasitasnya.
[7]Dan kalau ada yang sudah mulai mempermasalahkannya (misalkan ditanyakan mengapa menyelisihi fatwa para ulama Makkah Madinah sendiri, maka si penanya mulai dicurigai terpengaruh Pak Mauluddin!!?)
[8] Dia adalah salah seorang Anggota Dewan Ulama sepuluh jama’ah354 yang paling domiman (karena dianggap paling berilmu) memutuskan hukum syari’at ( kalau di Negara Tauhid Saudi Arabia Mungkin seperti ketua lajnah ad-daimah li al-buhutsi al-’ilmiah wa al-ifta’ atau Ketua Haiatu min kibari al-’ulama atau kalau di Indonesia seperti Ketua Komisi Fatwa MUI-atau semisalnya), ia juga sebagai wakil Amir pusat (wakil malik/sulthon/raja) yang paling dominan ( apa lagi posisi Amir354 saat ini bukanlah seorang ulama dan tidak mau memutuskan masalah hukum atau perselisihan di Jama’ah354 , sehingga semua urusan hukum/perselisihan diserahkan kepada Dewan ‘ulama sepuluh ), sekaligus sebagai Wakil Ketua Dewan Penasihat DPP LDII- Saya jadi teringat cerita babat Kerajaan Tanah Jawa, biasanya sebuah kerajaan dikudeta oleh Mahapatihnya sendiri, karena ternyata sang mahapatih lebih mendominasi dan berkuasa…..he..he..he apalagi kalau sekedar mengkuteda raja/amir ludruk/ketoprak humor, tentunya lebih mudah lagi, Subhanalloh, Allohu al-musta’an….Agama ini bukanlah sebuah permainan ya akhi…
[9] Sampai-sampai para penasihat daerahan bulanan (pertemuan Nasional Bulanan setiap minggu pertama) pusat Kediri mengatakan ” setoran Infaq Persenan (2,5-10% dari penghasilan) yang bapak-bapak bawa setiap bulan dari tiap-tiap Jama’ah di daerah-daerah adalah bukti sambungnya Jama’ah kepada Amir (kalau tidak sambung dianggap tidak Jama’ah seperti bohlam lampu walaupun dekat dengan generator tetapi kalau tidak disambung dengan kabel,maka tidak akan menyala) dan kefahaman jama’ah dapat diukur dari infaq persenannya”…duhai alangkah mata duitannya orang ini, ia telah mengukur agama dengan nilai rupiah.
[10] Dengan motto spektakuler “Dadio Gurune Jagat” artinya “jadilah gurunya dunia” Namun begitu seorang muballigh berdakwah di Saudi Arabia, kemudian dikatakan ” Katanya kamu ahlu as-sunnah, mengapa bisa berhujjah dengan hadits-hadits dho’if?” maka sang muballigh pun bingung dan langsung terdiam dengan seribu bahasa, ia tidak bisa menjawab, karena tidak ada dalam daftar menu Ilmu manqulnya”.
[11] Apakah manqul adalah faham murni dari Nur Hasan Al-ubaidah? Jawabnya “ya” ta’rifnya Mengaji harus mangkul-musnad-Muttasil, kalau tidak maka ilmunya tidak sah, sehingga menyebabkan semua amalnya tidak sah bahkan Islamnya menjadi tidak sah. Sebagai bukti: saya pernah mendengar langsung saat acara CAI (cinta Alam Indonesia) sekitar 1995, Nasihat Almarhun Mbah Mat Sholeh (wakil 4/wakil amir pusat) ketika ingin belajar kepada Mbah Nur Hasan sholat, kemudian dikatakan, “Apa kamu masih sholat?” Dijawab, “masih”. Dia berkata, “kalau kamu sudah tidak sholat saya mau mengajari kamu sholat”. Setelah itu Mbah Mat Sholeh tidak sholat dan seminggu kemudian menemui H.Nurhasan dan baru diajarkan sholat…hal ini ma’ruf
Bahkan menurut kisah dari Pak Hasym Rifa’i (mantan muballigh 354-keluar dari jama’ah354 tahun 1979), H.Nurhasan pernah menjelongkrongkan/mendorong hingga jatuh para jama’ah sholat di sebuah musholla, dengan anggapan sholat mereka tidak sah, lantas ia lari ke hutan karena dikejar-kejar oleh para jama’ah sholat, kemudian setelah datang polisi ia malah berkelit dengan berkata, “bagaimana mungkin saya sendirian menawur/mengeroyok orang banyak, yang ada adalah saya ditawur/dikeroyok oleh mereka, makanya saya minta pertolangan bapak”
[13] Mengapa mereka berani mengeluarkan fatwa ini? Jawabnya mudah, fatwa ini dibangun dengan dakwaan/keyakinan warisan H.Nurhasan bahwa ibadah sholatnya orang luar Jama’ah354 itu adalah kiprah ( layaknya melakukan Senam Kesegaran Jasmani (SKJ) atau semisalnya, karena ilmunya tidak manqul dan bukan orang Jama’ah) bukan ibadah, jadi tidak dianggap…apakah ini dalil? Ini lagi-lagi yang dimaksud dengan “Membangun keyakinan dulu, baru berdalil, makanya tersesat”
إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا* رواه أبو داود
Sesungguhnya Alloh mengutus pada umat ini atas setiap hujung seratus tahun, ada orang memperbaharui (kondisi) umat ini (menjelaskan sunnah dari bid’ah-bidah)HR.Abu Dawud
Jama’ah 354 mengklaim bahwa H.Nurhasan Al-’ubaidah sebagai mujaddid abad ini, sementara Syaikh Bin baz mengatakan Mujaddid abad ini adalah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-albany, mana yang lebih rojih? Wallohu a’lam, tetapi kalau kita membaca syarah ‘aunul ma’bud tentunya kita lebih menyetujui ucapan Syaikh Bin Baz.
[16] Walaupun kenyataanya yang dibai’at adalah Amir ludruk/ketoprak humor, Masalah ini akan datang pembahasannya dikesempatan yang lain,Insya Alloh.
[18] Pada suatu acara CAI (Cinta Alam Indonesia), protokol Cak Naryo mengakatan dulu Mbah Nurhasan pernah ditanya, “Mbah, bagaimana dengan keamiran Saudi Arabia?” beliau menjawab, “ya,sah, iku malah perndiri..e (dengan logat jawa). Sebagai buktinya adalah bahwa orang Jam’ah354 diperbolehkan makmun di belakang imam-imam Makkah dan Madinah karena dianggap sah.
[19] Sebab terkuat dibithonahkannya “keamiran354″ adalah karena alasan keamanan di dalam Negeri dan Internasional (terutama campur tangan USA lewat operasi intelijennya, yakni CIA), yakni asumsi /analisa politik yang belum tentu benar dan wujud dan tidak dibangun dengan alasan syar’i. Bagaimana mungkin alasan analisa politik dapat mengalahkan alasan syar’i?
[20] قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ*رواه أبو داود
“Barang siapa yang menyerupai suatu qoum, maka ia termasuk golongan mereka”
HR. Abu Dawud
[21] Sehingga Sang ketua Senkom (Sentra Komunikasi) Mitra Polri Pusat /Sekum DPP LDII juga menjadi bingung “Saya ini sedang berbicara dengan kawan “orang Jama’ah354″ ataukah lawan ?”
Rabu, 19 Agustus 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar